Bab 1760
Wajah Leony tiba-tiba memucat.
Pandangannya tertuju pada kepala yang jatuh dan mengenali wajah yang sangat
familiar itu. Tangan dan kakinya terasa dingin.
Keluarga Ledora terletak tidak jauh
dari keluarga Dumin. Mereka mulai membunuh dari keluarga Ledora dan setelah
itu, di wilayah utara Srijaya tak ada lagi kekuatan yang bisa menyelamatkan
rakyat.
Keluarga dan teman-temannya,
wajah-wajah yang begitu dikenalnya, kini menyatu menjadi awan hitam yang
mengerikan!
Leony menjerit dengan penuh kesedihan
dan kemarahan. Air matanya mengalir deras membasahi wajahnya!
Pembantai Darah yang tak pernah
muncul akhirnya memanfaatkan kekacauan ini untuk menghancurkan keluarga Ledora,
membantai rakyat sepanjang jalan, dan menyiapkan aksi pembantaian yang
mengerikan.
"Aku akan melawan mereka!"
Mata Louis merah pekat. Raut wajahnya
dipenuhi amarah karena keluarganya dibinasakan. Dia lebih memilih mati
bertarung daripada hidup dalam kehinaan!
Awan hitam bergejolak. Pasukan mundur
satu per satu, banyak korban tewas dan terluka parah, dihancurkan
berkeping-keping!
Tiba-tiba, terdengar suara teriakan
keras dari kejauhan. "Mundur, mundur!"
Dari awan hitam, muncul titik hitam
kecil yang melesat cepat, tetapi akhirnya jatuh lemah ke tanah!
Semua orang terkejut saat melihat
seorang pria paruh baya yang tubuhnya penuh darah, seolah- olah baru saja
melewati Neraka Gunung Pisau. Tubuhnya penuh dengan luka terbuka dan
penampilannya sudah tidak terlihat seperti manusia...
"Aku... aku dari keluarga
Atmaja... Tolong selamatkan ayahku 11
Pria itu berkata dengan wajah
berlumuran darah dan suara yang lemah, tampak sangat terluka. Sepertinya, dia
sudah menghabiskan semua tenaganya hanya untuk sampai ke sini.
Di dalam pelukannya, ada Jayub yang
seharusnya sudah meninggal!
Kini, wajah Jayub terlihat pucat
dengan warna hitam akibat racun. Matanya berlinang air mata. Dia berkata,
"Bima, Bima, kamu pasti baik-baik saja..."
"Apa dia Bima? Anak ketiga dari
Jayub ... " Yasmin mengenali pria paruh baya itu. Dia sedikit terkejut,
lalu tiba-tiba menyadari sesuatu dan berkata, "Ah, benar! Jayub pernah
bilang, dia mengirim orang untuk menghentikan Pembantai Darah ... "
Jelas, mereka gagal menghentikannya.
Jayub dalam pelariannya bertemu dengan Bima. Jika tidak, dia pasti akan tewas
di awan hitam.
Bisa dibilang, dia sangat sial, baru
saja selamat dari bahaya, langsung terjerumus ke dalam bahaya yang lebih besar.
"Tolong selamatkan ayahku.
Dia... dia bisa membantu kalian melawan Enam Jalur Puncak Kematian!" ucap
Bima sambil muntah darah.
Namun, Adriel sama sekali tidak
memperhatikannya, sibuk mengendalikan Formasi Pemindahan Jiwa, tidak ada waktu
untuk memedulikan hal lain.
Liana membuka matanya. Dia menatap
Jayub dengan tajam, lalu berkata nada dingin, "Apa kamu bisa
kupercaya?"
"Enam Jalur Puncak Kematian
sudah menyiksa anakku sampai seperti ini, menurutmu aku akan berkhianat? Cepat
beri aku penawarnya. Aku akan bantu kamu melawan Enam Jalur Puncak
Kematian!"
Jayub berteriak dengan penuh emosi.
Liana sedikit mengerutkan kening. Dia
berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangkat jarinya dan melemparkan sebuah pil
ke tangan Jayub.
Jayub langsung memakan pil itu dan
dengan tergesa -gesa berkata, "Anakku juga! Dia juga bisa membantu."
Melihat wajah Liana yang tampak tidak
senang, dia buru-buru berjanji, "Kalau karnu bisa menyelamatkan Bima, aku
akan berusaha mati- matian untuk mengalahkan Enam Jalur Puncak Kematian.
Meskipun harus mati, aku nggak akan menyesal!"
Liana mendengus dingin, "Kalau
kamu mengingkari janji, meski harus mengabaikan kepentingan besar, aku tetap
akan merenggut nyawamu!"
Setelah itu, dia melemparkan beberapa
jarum emas yang langsung mengenal tubuh Bima. Dengan teknik akupunktur jarak
jauh, napas Bima yang semula lemah mulai kembali stabil.
Setidaknya, nyawanya selamat.
Semua orang pun bersorak, merasa
optimis dengan tambahan kekuatan ini. Peluang untuk mengalahkan Pembantai Darah
makin besar!
Wajah gelap di wajah Jayub akhirnya
menghilang. Meskipun tubuhnya masih agak lemah, dia dengan cemas bertanya,
"Aku merasakan ada kekuatan besar yang datang ke sini. Apa itu orang-orang
dari Kota Sentana?"
"Oh, ya, bagaimana dengan Yarno
dan yang lainnya? Mereka ke mana? Kenapa nggak bersama-sama melawan Pembantai
Darah?"
Itulah sebabnya dia melarikan diri ke
sini karena dia merasa tempat ini adalah tempat yang aman.
Liana yang ada di pusat formasi,
dengan raut cemas menjawab, "Ahli besar itu datang untuk membantu Adriel,
sementara Yarno dan yang lainnya... mereka sudah dibunuh oleh orang itu."
Satu kalimat itu membuat Jayub yang
sebelumnya penuh harapan menjadi terdiam di tempat seakan disambar petir.
Untungnya, dia segera melarikan diri.
Jika tidak, nasibnya mungkin akan sama seperti Yarno dan yang lainnya.
No comments: