Bab 11
Leo masih merasa kesal karena
pertandingan.
Nando segera menepuk bahu Leo,
"Kalau hasilnya udah keluar, aku bakal ngomong sama dia. Soalnya, babak
penyisihan ulang itu penting banget."
Leo merasa tidak puas, "Dulu
Nindi yang minta diajarin main game sama aku. Sekarang liat deh, dia malah
berusaha ngatur-ngatur aku. Kenapa dia malah jadi sombong gitu?"
"Kalau emang nggak bisa, biarin
Kak Darren yang turun tangan. Nindi gak mungkin berani lawan dia, kan?!"
Sania yang turut mendengarnya merasa
sangat kesal.
Dia tidak akan menyerahkan posisinya
kepada Nindi!
Posisi ini hanya milik dia seorang!
Nindi tiba di sekolah dan langsung
mendengar pembicaraan semua orang tentang hasil ujian.
Seorang siswa menatap Nindi dengan
tatapan tajam dan sengaja berkata dengan nada menyindir, "Eh, kayaknya ada
yang makin rajin nih. Kira-kira dapet nilai berapa ya?"
Nindi berusaha terlihat tenang saat
mengeluarkan buku pelajaran untuk mulai belajar, meski di dalam hatinya dia
merasa sangat gusar.
Tidak lama berselang, wali kelas
datang membawa rapor, membuat suasana kelas seketika berubah tegang.
Wali kelas mengetuk meja,
"Anak-anak, mohon perhatiannya sebentar. Hasil ujian kali ini kurang
memuaskan. Secara khusus, saya ingin menyampaikan bahwa Sania mengalami
penurunan peringkat lebih dari dua ratus."
Wajah Sania seketika menjadi pucat.
Dia tahu bahwa kondisinya belakangan ini tidak baik, namun tidak menyangka
hasil ujiannya seburuk ini.
Wali kelas melihat Nindi, dia tampak
berpikir keras sebelum akhirnya berkata, "Namun Nindi telah banyak
berkembang, terus dipertahanin ke depannya ya!"
Seseorang bertanya, "Guru, Nindi
mendapatkan peringkat berapa?"
"Dia peringkat 100 dari satu
angkatan."
Begitu Wali kelasnya selesai bicara,
ruang kelas langsung ramai.
Nindi menunjukkan senyuman, dia
benar-benar berhasil!
Dia sangat senang, akhirnya dia bisa
menunjukan hasil ujiannya kepada Cakra!
Usaha yang telah dia lakukan selama
ini benar-benar membuahkan hasil.
Melihat perkembangannya saat ini,
jika dia terus berusaha dengan tekun, sangat mungkin dia memiliki peluang besar
untuk diterima di Universitas Yasawirya!
"Bu Guru, Saya kok curiga ya
sama nilai Nindi. Masa dia bisa berkembang banget dalam waktu sesingkat
itu?!"
Ucapannya membuat kelas seketika
sunyi.
Semua mata langsung tertuju pada
Nindi, dipenuhi tatapan penuh keraguan.
Wali kelas, yang mendengar itu, ikut
memeriksa peringkat Nindi. Dalam hati, ada sedikit rasa ragu juga. Tapi, detik
berikutnya, dia teringat betapa rajinnya Nindi belajar belakangan ini.
Sania akhirnya buka suara dengan
pelan, "Bu Guru, Kak Nindi bener-bener usaha keras buat dapetin hasil yang
bagus. Apalagi dia sampe taruhan sama kakaknya di rumah. Jadi, tolong jangan
ragu sama hasil ujiannya. Ujian kali ini penting banget buat Kak Nindi. Aku
mohon."
Kata-kata ini diucapkan dengan nada
lembut.
Namun, Nindi hanya menunjukkan
senyuman sinis, sambil berpikir, 'Dia memang sangat licik.'
Tidak mengherankan, di kehidupan
sebelumnya dia kalah di tangan Sania.
Mendengar perkataan Sania, Wali Kelas
merasa curiga bahwa Nindi melakukan kecurangan demi memenangkan taruhan.
Teman Sania berkata, "Bu, jangan
bela orang yang curang! Sekarang Sania sama Nindi lagi sibuk banget buat
persiapan pertandingan E-Sport. Nilai Sania aja turun jauh, masa Nindi bisa
naik segitunya?
Teman Sania yang lain berkata,
"Iya, Bu. Biar adil, sepertinya nilai Nindi harus dibatalkan."
Sania melihat wali kelas mulai ragu,
jelas dia percaya pada ucapan murid-muridnya.
Kali ini, dia yang akan mellang.
Nindi! kamu berani berusaha
mengalahkanku? Apa kamu nggak tahu akibatnya?' batinnya.
"Nindi, kamu nggak mau jelasin
apa-apa?"
Nindi merasakan tatapan curiga dari
wali kelas, lalu dengan tegas dia berkata, "Saya nggak nyontek."
Dia hanya mengatakan beberapa kata
itu, tanpa menambahkan apa pun.
Dulu, ketika nilainya lebih tinggi
dari Sania, día selalu berusaha merusak citranya. Sanía membuatnya takut untuk
mengalahkannya.
Sekarang, Sania mulai memakai
trik-trik lama itu lagi.
Sania segera menimpali, "Bu,
menurut saya dia nggak mungkin nyontek. Jadi, tolong jangan curigai dia. Kalau
nilainya dibatalin, walaupun kelihatan adil buat semua orang, itu bakal
nyakitin dia."
Wali kelas berpikir sejenak dan
berkata, "Ranking Nindi sementara nggak berlaku, tunggu sampe saya cari
tahu lebih jelas. Kalau ternyata Nindi memang curang, dia bakal dapet hukuman
yang pantas." 3
Setelah wali kelas pergi, kelas
menjadi gaduh.
Temannya juga ikut mengejek,
"Udah aku bilang, nggak mungkin nilai dia naik segitu banyak. Ternyata,
dia nyontek."
Sania menunjukkan ekspresi puas, dia
segera mengeluarkan ponsel untuk memberi kabar baik kepada Kak Leo, Kak Leo,
gimana nih? Kak Nindi sampai nyontek di ujian buat menangin taruhan sama kamu,
sekarang dia bakal dapet sanksi, aku khawatir banget sama Kak Nindi!
Nindi langsung membuka buku dan mulai
belajar.
Dia sama sekali tidak peduli apakah
peringkat tersebut dibatalkan atau tidak.
Sania hanya bisa mempengaruhi wali
kelas, namun dia tidak bisa merubah hasil Ujian Masuk Perguruan Tinggi.
Hal itu membuatnya semakin gelisah.
Bagaimanapun, dia sudah berjanji
dengan Cakra bahwa jika nilainya masuk seratus besar, mereka akan bermain game
bersama.
Sayangnya, dalam beberapa hari
terakhir, dia tidak pergi ke ruang UKS dan Cakra pun tidak membalas pesannya.
Nindi merasa sedih, karena sulit
baginya untuk mendapatkan teman. Namun, akhirnya dia menyadari bahwa mungkin
dia terlalu berharap.
Setelah pelajaran pagi selesai,
terdengar teriakan para gadis dari luar kelas.
Nindi mengangkat kepalanya dan
melihat Leo datang.
Kenapa dia datang ke sekolah?
"Sania, kakak kamu ganteng
banget!"
Sania menunjukkan ekspresi bangga
saat maju untuk menerima kue kecil dari Leo Lesmana. "Kak Leo, Kak Nindi
ada di dalam kelas. Mau ngomong sama dia? Kalau dia bener-bener minta maaf dan
ngaku salah, mungkin dia nggak akan dihukum."
Leo menatap tajam ke arah Nindi yang
berada di dalam kelas.
Akan tetapi, Nindi tidak
menyadarinnya. Dia sibuk membaca buku pelajarannya.
Dia sibuk membaca buku pelajarannya,
tidak peduli dengan alasan Leo datang ke sekolah. Sania memang suka membuat
Nindi menjadi bahan lelucon.
Nindi tidak peduli apakah nilainya
dibatalkan atau tidak.
Dia tidak akan pernah mengakui
kesalahan yang tidak pernah dia buat.
Sania berdiri di pintu kelas dan
berkata, "Kak Nindi, Kak Leo udah datang. Kamu nggak usah khawatir."
Nindi pura-pura tidak mendengar dan
enggan menatap Leo yang berada di luar kelas.
Leo yang awalnya khawatir, tiba-tiba
merasa muram dan kecewa. Untuk apa dia mencemaskan Nindi?
Dengan nada ketus, dia berkata,
"Aku ke kantor untuk cari wali kelas."
Leo pun bergegas pergi.
Sania kemudian membawa kue kecil dan
mendekati Nindi, "Kak Nindi, Kak Leo cuma bawa satu kue buat aku. Mungkin
dia lupa beli buat kamu, nanti aku bagi dua aja ya."
Nindi tahu, Sandi sedang pamer
padanya.
Sudah biasa baginya, setiap kali
kakaknya datang ke sekolah, selalu ada hadiah kecil untuk Sania, tapi tidak
pernah ada hadiah untuknya.
Dulu, Nindi pernah mengeluh, namun
Leo hanya berkata bahwa itu hanya perasaannya saja.
Sekarang, dia tidak peduli lagi
dengan hadiah semacam itu.
Tiba-tiba ponsel Nindi berdering,
panggilan itu dari Cakra. Dia segera mengangat telepon dan menarik napas
dalam-dalam sebelum menjawab, "Halo, senior."
"Bagaimana hasilnya?" tanya
Cakra.
Nindi merasa tidak enak,
"Awalnya peringkat seratus, tapi sepertinya hasilnya akan
dibatalkan."
Mendengar jawaban itu, ekspresi Cakra
yang awalnya santai langsung berubah. "Apa yang terjadi?
"tanyanya, tidak percaya
No comments: