Bab 16
Nindi sedang memperhatikan Kak Leo
yang menatapnya, alisnya sedikit berkerut.
Pada saat yang sama, dia menerima
telepon dari Nando.
"Nindi, kamu sudah di sana,
'kan?"
Nindi memiliki firasat buruk. Dia
sangat ingin menolak permintaan yang Nando minta, tetapi teriakan para
penggemar di sekelilingnya sudah menjawab pertanyaan itu.
"Nindi, Aku dan Brando tiba-tiba
ada urusan mendesak di perusahaan. Kami nggak bisa ikut serta dalam
pertandingan hari ini. Pertandingan hari ini sangat penting bagi Kak Leo, jadi
kamu harus bergabung dengan tim E-Sport untuk bertanding. Nggak peduli apa pun
konflik yang pernah ada antara kamu dan Kak Leo, kita harus tetap saling
membantu, ya?"
Nindi mendengar kata-kata Nando,
suara teriakan para penggemar di sekelilingnya menghilang.
Keheningan yang terasa begitu
menyakitkan.
Nindi langsung memutuskan telepon,
tidak ingin mengatakan apa-apa.
Dia datang hari ini untuk melihat
kekalahan mereka dan bukan untuk ikut dalam pertandingan ini.
Leo di atas panggung menunggu, tetapi
dia tidak melihat Nindi berdiri dari kursinya. Hal itu membuatnya mulai sedikit
gelisah.
Leo berkata dengan wajah kesal,
"Apa maksud Nindi ini? Apa dia mau aku turun untuk menjemputnya?"
Sania menyeringai, "Kak Leo, aku
akan mengirim pesan untuk menanyakan Kak Nindi, tetapi dia duduk di kursi
penonton. Aku rasa dia masih marah, kalau Kak Nindi mau seharusnya dia sudah
datang ke sini untuk mencarimu."
Leo teringat sikap Nindi yang dulu,
tanpa banyak bicara, dia sudah mengerti apa yang Leo butuhkan.
Dia juga sudah terbiasa dengan setiap
pengorbanan yang Nindi lakukan untuknya.
Entah karena ada masalah apa,
tiba-tiba Nindi berubah.
Leo dengan ketus berkatas, "Kamu
sebaiknya telepon dia. Asalkan dia mau untuk bertanding, aku nggak akan
mempermasalahkan hal-hal sebelumnya dan bakal memperlakukannya seperti saudara
perempuan seperti dulu."
Dia sadar, masalah di sekolah kemarin
memang karena dirinya yang terlalu emosional. Selama Nindi mau mengalah,
semuanya bisa kembali seperti semula.
Semuanya akan kembali normal.
Sania terlihat sedikit kaku, berusaha
berkata, "Baik, aku akan segera menelepon Kak Nindi. Aku yakin dia pasti
akan datang demi Kak Leo."
Suasana hati Leo membaik.
Sania menjauh untuk menelepon Nindi
dan matanya menatap Nindi dari bawah panggung.
Nindi melirik panggilan yang masuk
dan memperhatikan Sania di atas meja.
Dia sudah tahu apa yang ingin Sania
katakan padanya.
Tanpa ragu, Nindi menolak panggilan
tersebut. Wajahnya terlihat tidak peduli dan tatapannya lurus mengarah ke
panggung.
Setelah Sania menghubungi dan
ditolak. Dia melihat Nindi dengan sekilas dan merasa tenang, karena tidak perlu
membuang waktunya lebih banyak lagi.
Sania sebenarnya tidak ingin Nindi
ikut serta dalam kompetisi dan merebut perhatian semua orang.
Dia ingin membuat Nindi melihat
dengan mata kepala sendiri bahwa dia dan Kak Leo pasti akan memenangkan
pertandingan ini.
Mereka tidak perlu Nindi!
Sania kembali ke sisi Leo, dengan
mata merah dan suara penuh kesedihan berkata, "Kak Leo, aku memang nggak
pandai berbicara. Mungkin Kak Nindi memang nggak suka padaku, jadi dia nggak
mau mengangkat telepon dariku. Bagaimana kalau aku pergi menemuinya
sendiri?"
Leo terlihat sangat kesal,
"Nggak perlu! Kakak Nando baru saja bilang, dia juga hubungin Nindi dan
teleponnya diputus. Berarti Nindi sama sekali nggak berniat untuk bergabung
dengan tim E-Sport kita, jangan cari dia lagi."
"Kak Leo, Aku percaya Kak Nindi
bukan orang seperti itu. Dia nggak mungkin datang untuk melihat kekalahan
kita."
"Hmph, pertandingan ini pasti
akan kita menangkan! Ada atau nggak ada Nindi kita pasti tetap menang!"
Leo langsung mengenakan headphone dan
tidak lagi melihat ke arah penonton.
Sania melihat situasi itu dengan
ekspresi puas, ' Nindi, kali ini aku pasti menang lagi.' 2
Pertandingan akan segera dimulai.
LeSky Gaming akan melawan Tunasen
Gaming.
Nindi melihat ke layar besar. Awalnya
Leo sebagai algojo, dia memimpin tim untuk menyusun penyergapan dengan baik.
Sayangnya, pihak lawan jelas telah
mempelajari gaya bermain Kak Leo dan telah menemukan kelemahannya.
Pada pertandingan sebelumnya, dia
merasa bahwa lawan terlalu mudah dikalahkan dan merasa ada yang tidak beres.
Leo meminta Sania untuk lebih waspada, jangan langsung menyerang semua
musuhnya.
Saat itu, Kak Leo memarahi Sania
habis-habisan.
Pada akhirnya, Leo tetap memimpin tim
untuk menyerang dan mereka terjebak dalam penyergapan Tunasen Gaming.
Dia membawa sisa anggota timnya,
berlari untuk menyelamatkan diri dan akhirnya berhasil menyerang markas lawan
secara tiba-tiba.
Dalam kehidupan ini, dia sebenarnya
ingin melihat keputusan apa yang akan diambil Kak Leo tanpa bantuan darinya.
Ternyata, Kak Leo membuat keputusan
yang sama seperti di kehidupan sebelumnya dan membawa seluruh timnya jatuh
dalam jebakan musuh.
Melihat adegan yang tidak terduga
ini, Nindi tersenyum puas.
'Ternyata sama saja!'
Tidak lama kemudian, Kak Leo
menyadari bahwa dia telah terjebak, tetapi sudah terlambat.
Rencana penyergapan tim berantakan,
Sanía tiba-tiba panik dan melakukan kesalahan berulang kali. Dia hampir
membahayakan teman-teman setimnya.
Leo membawa semua orang mundur untuk
bersembunyi di sebuah bangunan.
Leo tidak bisa menahan diri untuk
mengumpat, Sania, di mana otakmu? Bukankah sudah kubilang semua harus mundur,
kenapa kamu masih mau maju? Kamu ingin terlihat hebat ya?"
Suasana hati Sania memburuk,
"Kak Leo, aku ... aku cuma tidak tahan melihat lawan yang lemah. Aku pikir
bisa membunuhnya."
"Membunuh? Kamu hanya memberi
mereka poin tambahan. Kalau kamu benar-benar hebat, kenapa tadi malah kena
jebakan dan hampir membuat kita semua mati?"
Sania langsung dicaci di depan umum
dengan kasar, seketika wajahnya terlihat kesal, "Bukankah tadi Kak Leo yang
terjebak dalam perangkap dan membawa kita semua hampir mati? Kenapa jadi
menyalahkan aku?"
Leo langsung marah, "Kamu masih
berani menyalahkan aku? Jelas-jelas kamu yang terlalu lemah, menghambat
kemajuan kita semua. Sudah berlatih begitu lama tapi nggak ada kemajuan,
membuang-buang waktuku saja."
Air muka Sania tampak sangat marah
dan dia langsung meninggalkan tempat duduk.
Penonton yang melihat kejadian itu
langsung riuh.
Bagaimana bisa seorang anggota tim
meninggalkan permainan di tengah pertandingan? Dia jelas tidak profesional.
Sorot kamera mengarah ke LeSky
Gaming, ekspresi tidak menyenangkan Leo terlihat sangat jelas.
Leo hanya bisa mengajukan waktu jeda.
Setiap pertandingan, ada satu
kesempatan untuk jeda.
Suporter tim lawan mulai mencemooh.
Mereka bahkan sudah bersiap-siap untuk merayakan kemenangan.
Leo memukul keyboard dengan keras,
wajahnya penuh kemarahan.
Dia tidak menyangka Sania bisa
bersikap demikian.
Leo tiba-tiba teringat Nindi. Andai
saja yang bermain dengannya hari ini adalah Nindi, tidak peduli dicaci seperti
apa, dia tidak akan meninggalkan game seperti ini.
Suasana menjadi tidak menyenangkan.
"Melihat keadaan kacau ini,
salah satu anggota tim Tunasen Gaming berdiri dan mengejek, "Hei, Leo!
Kalian nggak mau menyerah saja? Daripada dipermalukan lebih parah nanti, lebih
baik kalian menyerah sekarang untuk menjaga harga diri."
Leo berdiri dengan cepat, "Aku
nggak akan menyerah! Justru kalian yang mungkin takut kalah, jadi kalian
sengaja berkata seperti itu, kan?"
Lawannya hanya tertawa sinis.
"Leo, semua orang di sini bisa melihat bahwa timmu pasti kalah. Bahkan ada
anggota yang meninggalkan permainan. Bukankah kamu bilang ini adalah tim
keluarga yang nggak akan terkalahkan?"
"Apa itu tim keluarga? Hah, yang
sebenarnya adalah kalian cuma kumpulan anak yatim piatu yang tinggal bersama.
Apa yang perlu dibanggakan? Ini pertandingan, bukan tentang siapa yang punya
lebih banyak anak."
Leo yang pemarah langsung tersulut,
dia hampir melayangkan tinjunya, "Tutup mulutmu!"
"Kenapa? Apa aku salah bicara?
Kalau berani, coba saja pukul aku! Dasar anak yatim-piatu! Andai orang tuamu
masih hidup dan melihat permainanmu ini, mereka pasti mati lagi karena
malu!"
Mendengar ucapan itu, wajah Nindi
yang duduk di bangku penonton berubah dingin.
Bagaimana mungkin orang-orang ini
berani menghina orang tuanya seperti itu?
Nindi langsung pergi ke belakang
panggung.
Leo ditahan oleh anggota tim lainnya
dan dibawa kembali, agar tidak sampai berkelahi di depan penonton. Hal itu
hanya akan menimbulkan dampak negatif, jika sampai terjadi.
No comments: