Bab 245,
Nindi berdiri diam di tempatnya, lalu
mendengus dingin.
Sania mundur beberapa langkah dengan
ketakutan. Dia tidak menyangka Nando ada di sini!
'Bagaimana ini?'
Kata-katanya barusan didengar oleh
Nando!
Sania menelan ludah. "Kak Nando,
aku tadi bilang begitu untuk kebaikan Kak Nindi juga. Perbuatannya telah
menyinggung banyak orang di kampus. Aku khawatir hidupnya di kampus menjadi
susah. Makanya aku bilang begitu, nggak ada maksud lain."
Nando tidak percaya dengan penjelasan
Sania.
Dia jelas mendengar ejekan terselip
dalam kata-kata Sania. Tadi, nada suaranya juga berbeda.
Dia mentap curiga ke arah Sania. Mau
tidak mau dia mulai bertanya-tanya, apakah Sania memang bermuka dua sejak dulu
hingga hubungan Nindi dengan keluarganya makin buruk, ya?
Nando menatap Nindi. "Dik, kalau
kamu menghadapi masalah apa pun kelak, kamu bisa meneleponku. Aku sudah
putuskan untuk memindahkan perusahaan ke Kota Yunaria. Aku akan ada untukmu
kapan pun!" terangnya.
Nindi hanya agak dongkol.
"Permintaanku hanya satu, tolong menjauh dariku!"
Nindi lekas turun dari tangga.
'Mengapa orang-orang keluarga Lesmana nggak pernah mau pergi, sih? batinnya.
Sangat menjengkelkan!
Dia tidak membutuhkan bantuan apa pun
dari Nando!
Selepas kepergian Nindi, Nando
menatap Sania penuh makna. "Kenapa kamu nggak kasih tahu kami kalau Nindi
mengalami masalah sebesar ini?"
"Aku ... aku sebenarnya ingin
memberi tahu kalian, tapi Nindi memintaku untuk nggak ikut campur. Niatku
datang hari ini memang untuk mencari tahu keadaannya, lalu memutuskan apakah
akan memberi tahu kalian atau nggak."
Saat ini, Sania sangat gugup,
sampai-sampai dia tidak berani melihat mata Nando satu kali pun.
Sekarang, Nando agak kecewa dengan
Sania. "Sania, apakah kamu pernah membohongi kami sebelumnya?"
"Kak Nando, aku nggak pernah
bohong sama kalian. Benar, aku bersumpah!"
Mata Sania tampak kemerahan karena
marah, penampilannya terlihat seperti teraniaya.
Jika dulu Nando melihat Sania seperti
ini, hatinya pasti akan luluh dan dia tidak akan mempersoalkan masalah ini.
Namun, sekarang, Nando tidak
merasakan apa-apa.
Dia rasa, Sania tidak seperti yang
terlihat. Barangkali dia juga telah tertipu bertahun-tahun oleh Sania.
Terkadang, saat kepercayaan runtuh,
benih ragu akan tumbuh dan berkembang!
Nando berbicara dengan nada dingin.
"Kuharap, kamu ingat apa yang kamu bilang padanya barusan. Apa yang
keluarga Lesmana berikan kepadamu, boleh kamu ambil. Tapi, apa yang nggak kami
berikan kepadamu, jangan bermimpi!"
Sania langsung tertekan usai
mendengar kata-kata ini.
Lantas, untuk apa semua usaha yang
bertahun-tahun sudah dia lakukan supaya keluarga Lesmana senang?
Namun, dia tetap menahan diri. Dia
menunduk dan perlahan menjawab, "Kak Nando, dari dulu, aku selalu sadar
statusku bukan anak kandung. Mana berani kurebut apa pun dari Nindi!"
"Sebaiknya begitu!"
Setelah memperingatkan Sania, Nando
pun pergi.
Sania berdiri seorang diri di situ,
menunggu Nando pergi. Begitu Sania mengangkat kepalanya, ekspresinya sangat
dingin dan menyeramkan.
'Haha. Aku selalu sadar kalau aku
bukan anak kandung.'
Jadi, kalau dia ingin menjalani hidup
baik, dia harus berjuang dan meraihnya sendiri!
Dia tentu tidak akan membiarkan Nindi
kembali ke keluarga Lesmana dan merebut segalanya darinya!
Nindi langsung kembali ke kelas. Pagi
itu, ada dua mata kuliah berturut-turut!
Setibanya di kelas, masih banyak
orang yang menatap Nindi secara diam-diam.
Jihan tidak bisa menahan diri dan
mencemooh, " Nindi, cepat sekali kamu kembali ke sini, apa kamu dapat
sanksi dari kampus?"
Sekarang, masalah Nindi telah memicu
amarah banyak orang. Jadi, kampus pasti akan menghukum Nindi.
Nindi tersenyum saat menjawab,
"Kamu pasti akan kecewa!"
Perasaan Jihan langsung tidak enak
setelah melihat ekspresi Nindi. Dia berseru, "Nindi, masih saja sok jago.
Pasti kamu akan dapat sanksi!"
Saat itu juga, Dosen Bimbingan
Konseling masuk ke kelas.
Melihat kedatangan dosen itu, Jihan
mengeraskan suara. "Pak Dosen, apa sanksi untuk Nindi sudah diputuskan?
Dia sudah membuat banyak orang terkena getahnya. Dia harus diberi tindakan biar
adil!
"Benar, ponsel kami semua
terkunci. Repot, nih!"
No comments: