Bab 25
Sambil mengamati boneka beruang itu,
Nindi merenung bahwa dirinya tidak pernah menyetujui untuk mengikuti babak
final.
Oh ya, boneka beruang ini memang
merek favoritnya dulu.
Sbear merupakan edisi terbatas dan
paling sulit untuk diperoleh.
Di kehidupan sebelumnya, dia berhasil
mendapatkan boneka itu setelah melalui berbagai kesulitan. Sania membutuhkan
boneka itu untuk sebuah acara undian yang disiarkan secara langsung.
Kak Leo memaksanya menyerahkan boneka
beruang itu kepada Sania.
Boneka tersebut akhirnya dimiliki
seorang penggemar, tetapi, sayangnya, orang itu ternyata seorang psikopat. Dia
merusak boneka itu dengan sangat keji, memasukkan bangkai tikus ke dalamnya dan
mengirimkannya kembali.
Meskipun telah berusaha menguburnya
dalam-dalam, kenangan itu seakan menolak untuk dilupakan.
Meskipun telah berusaha menguburnya
dalam-dalam, kenangan akan hal itu seakan menolak untuk dilupakan.
Seorang penggemar di samping Nindi
bertanya," Apa Nindi benar-benar akan ikut babak final? Tapi kenapa aku
nggak liat namanya ada ada di daftar Tim E-Sport!"
Nando menjawab ramah, "Daftar
namanya belum di -update, ya? Nindi kan keluarga Lesmana, pasti dia ikut tim
E-Sport! Lagian, finalnya juga abis ujian masuk perguruan tinggi, jadi nggak
bakal ganggu belajarnya."
"Kok bisa sih Nindi nggak cuma
pintar belajar, tapi juga jago banget main game?"
"Aku iri banget sama Nindi. Dia
punya banyak kakak cowok! Mana baik banget lagi sama dia!"
Ucapan itu menusuk hati Nindi.
Mereka telah berulang kali menyakiti
hatinya, dan sekarang, dengan mudahnya, mereka berpikir semua luka itu dapat
disembuhkan hanya dengan sebuah boneka.
Nindi menanggapinya dengan sikap
dingin, "Kak Nando, aku udah nggak suka boneka. Kakak nggak tahu,
ya?".
Seketika raut wajah Nando menegang,
"Oh ya? Seingatku kamu dulu suka banget." tukasnya.
"Itu kan dulu. Sekarang aku udah
SMA, Kak. Hobiku sudah berubah."
Selesai berucap, Nando menatap dengan
ekspresi yang tampak kikuk.
Selesai berucap, Nando menatap Nindi
dengan ekspresi kikuk, perasaannya semakin terbebani oleh rasa bersalah. Dia
menyadari bahwa dirinya belum menjadi sosok kakak yang baik, bahkan dia tidak
tahu bahwa adiknya sudah tidak menyukai boneka beruang lagi.
Melihat situasi ini, Sania berkata,
"Nando, kamu kan sibuk kerja sama ngurusin adik-adik, wajar lah kalau
nggak inget semua hal. Tapi kamu masih inget kan apa yang Nindi suka? Aku nggak
punya keluarga, nggak ada yang peduli sama apa yang aku suka. Aku tuh iri
banget sama Nindi, dia punya keluarga yang perhatian banget sama dia!"
Sania berusaha menenangkan Nando.
Hatinya yang keras pun sedikit melunak.
Nindi sering merasa diperlakukan
tidak adil. Memang sulit membenci Sania, yang memiliki kepribadian begitu
bijaksana.
Nando berkata, "Sania, kamu kan
juga keluarga Lesmana. Aku tahu kok apa yang kamu suka. Ntar ya, aku kasih kejutan
buat kamu."
Wajah Sania tampak terkejut dan
gembira saat ia menoleh ke arah Nindi. "Ya udah, meskipun kamu nggak suka,
coba diterima aja dulu. Di luar sana banyak banget yang pengen, tapi belum
tentu bisa dapet."
Mata Nindi menyipit. Pikirannya
melayang, merenungkan apakah Sania ingin merampas segala miliknya.
Hah.
Tanpa ragu, Nindi mengambil boneka
beruang itu dan menyerahkannya kepada Sania. "Nah, sekarang boneka ini
punya kamu."
Setelah membereskan masalah itu, dia
berbalik dan pergi dari sana.
Perhatian yang kecil itu tidak ada
gunanya lagi.
Dia tidak mudah terpengaruh oleh
perhatian remeh seperti itu.
"Nindi, kamu mau ke mana?"
Nando mengejarnya dengan
tergesa-gesa. "Aku tahu selama ini kamu sering ngerasa sakit. Dulu, aku
terlalu sibuk sama kerjaan dan nggak merhatiin kamu. Tapi aku janji, mulai
sekarang aku bakal berubah."
Setelah mendengarnya, Nindi merasa
bahwa semua perkataan itu tidak ada artinya.
Pengorbanannya di kehidupan
sebelumnya terasa jauh lebih besar dibandingkan situasi yang dia hadapi saat
ini.
Memang benar, anak kecil yang
menangis sering kali mendapatkan permen, meski dia tidak menginginkannya.
Nindi berkata dengan nada tenang,
"Cukup, berhenti mengikutiku."
"Nggak bisa! Kamu harus ikut aku
pulang ke rumah hari ini, nggak boleh pergi sama dokter sekolah itu. Aku udah
ngomong sama kepala sekolah. Soal kakakmu, Leo, aku udah nyuruh dia pindah,
jadi nggak bakal melanggar aturan apa pun dan kamu bakalan aman," kata
Nando sambil ngehalangin jalan Nindi.
Ekspresi wajah Nindi menjadi suram,
seakan-akan dia telah menantikan kejadian ini.
"Nindi, sekarang aku yang jadi
walimu, bukan dokter sekolah itu. Apalagi, ada gosip yang menyebar di sekolah,
mending kamu belajar di rumah aja buat persiapan ujian."
No comments: