Bab 24
Wanita itu dipaksa berpisah darinya,
maksudnya apa?
Ketika melihat Leo datang, Nindi
berbicara dengan suara tenang, "Sania sering nginep di luar bareng kalian,
kan?"
"Kak Nindi, aku nggak nyangka
kamu bisa ngomong kayak gitu," Sania menanggapi dengan mata berkaca -kaca.
"Nindi, jangan ngomong
sembarangan ! Sania itu adik kandungku, cepet minta maaf!"
Nindi menatapnya dengan dingin,
"Dia duluan yang ngomong sembarangan!"
Sania menjawab dengan suara parau, seakan
menahan air matanya, "Aku, aku nggak maksud gitu, kamu salah paham."
"Nindi, kamu sadar nggak sih
sama kelakuan kamu sekarang? Jangan bohong deh, semalem kamu sama dokter
sekolah itu, kan? Aku tahu kok, itu semua fakta!" bentak Leo sambil nahan
emosi yang udah nggak bisa dibendung.
Tatapan Nindi tetap tenang, tanpa
emosi sedikit pun.
Setelah ucapannya, Leo merasa sedikit
menyesal.
Tapi, dengan banyaknya mata yang
memperhatikan, dia memilih diam.
"Ini bukan urusan kalian,"
balas Nindi dingin sebelum berbalik menuju kelasnya.
Nindi segera berbalik dan berjalan
menuju ruang kelasnya.
"Eh, berhenti! Maksud kamu bukan
urusan kita apa? Baru menang satu babak penyisihan aja udah sombong?" seru
Leo dengan nada tinggi.
Nindi hanya memberikan senyuman sinis
tanpa menoleh.
Dia masuk ke kelas, duduk di
kursinya, dan mengabaikan suasana sekitar.
Leo menatap Nindi dengan sorot mata
tajam, berusaha menahan amarahnya.
Dia tahu, sebagai siswa yang sedang
menjalani hukuman, dia tidak boleh bertindak gegabah.
Mengingat situasi yang terjadi di
sana, Sania dengan sengaja berkata, "Kak Leo, ini semua salah aku, soalnya
aku nanya ke Kak Nindi jadi dia kesal. Tapi kak, aku takut dia bakal ngelakuin
hal bodoh karena marah"
"Aku tahu, kamu kan melakukan
itu demi kebaikannya, justru dia yang nggak ngehargain kamu."
"Sekarang Nindi gampang banget
tersinggung, dia udah nggak peduli sama perasaan orang, bener-bener berubah
jadi kayak orang asing. Sebenernya dia mau kita gimana sih biar dia puas?"
kata Leo kesal.
Ekspresi Sania berubah, mencerminkan
rasa puas. Seolah ingin mengatakan, 'Bukankah Nindi sudah menjauh sejak lama?'
Tentu saja, ini kabar baik untuknya.
Sania pun mengalihkan topik
pembicaraan, "Soal dokter sekolah itu, Kak Leo mau gimana?"
"Tentu saja, dia harus terima
risikonya!"
Leo melangkah cepat menuju ruang
kepala sekolah untuk melapor.
Setelah Leo pergi, Sania kembali ke
kelas.
Dia berpapasan dengan nindi, sembari
membisikan kata, "Kak Leo lagi di ruang kepala sekolah."
Ekspresi Nindi berubah seketika.
seakan-akan membenarkan dugaan bahwa dia memang sumber masalah bagi Cakra.
Namun, dia tetap berusaha menjaga
ketenangan saat Guru Bahasa Iroz masuk dan memulai pelajaran
Dengan berat hati, Nindi mengikuti
kelas.
Meski begitu, fokus Nindi terganggu.
Selepas pelajaran, dia segera keluar
kelas dan menghubungi Cakra. Rasa khawatir mulai mengusik hatinya.
Dan juga menang!
"Kak Leo lagi ketemu kepala
sekolah, kayaknya dia bakal kena masalah. Tapi, tenang aja, aku bakal jelasin
semuanya."
"Jangan ikut campur urusan orang
dewasa, Bocah,"
Suara pria itu terdengar sangat
tegas, bahkan cenderung angkuh.
Nindi terkejut. Biasanya pria itu
pendiam dan dingin, tapi kali ini, nadanya berbeda.
Namun, entah mengapa dia percaya
dengan ucapan pria itu.
Setelah mengakhiri panggilan telepon,
Nindi kembali ke tempat duduknya dan melanjutkan aktivitas belajarnya.
Setelah menutup telepon, Nindi kembali
ke kelas, mencoba berkonsentrasi belajar. Ujian masuk perguruan tinggi masih
sebulan lagi, tapi dia sudah merasakan kebebasan yang semakin dekat.
Sesampainya di rumah, Nindi merapikan
tas sekolahnya dan berniat menuju ruang UKS.
Namun, pandangannya tertuju melihat
kakaknya, Nando, berdiri di depan kelas dengan boneka beruang besar.
Langkah Nindi pun terhenti
"Nindi, permainanmu di babak
penyisihan ulang luar biasa. Ini hadiah buatmu. Semoga di final nanti kamu
tampil lebih bagus lagi," kata Nando sambil tersenyum bangga.
Babak final?
No comments: