Bab 26
Nindi menundukkan kepala untuk
menyembunyikan amaralinya yang meluap.
Dengan suara parau, dia pun bertanya,
"Jadi, maksud Kak Nando perlakuin aku dengan adil tuh gini, ya?"
Nando merasa tidak berdaya, "Aku
melakukan semua ini demi kebaikanmu! Masalah ini kan sepele. Kenapa nggak bisa
diselesaikan baik-baik, sih? Kenapa juga sampe kabur dari rumah?" ucapnya.
Lagi-lagi, alasannya demi
kebaikannya?
Jadi, kenapa dia harus ditinggalkan
dan mati dengan tragis di kehidupan sebelumnya?
Nindi melangkah maju dengan ekspresi
dingin. Satu -satunya hal yang menjadi kekuatannya saat ini adalah ujian masuk
perguruan tinggi yang semakin dekat.
Dia menyadari bahwa melibatkan Cakra
dalam masalah ini bukanlah keputusan yang bijaksana. Meskipun hari ini tidak
ada masalah besar, tidak ada jaminan bahwa kejadian ini tidak akan
dipermasalahkan lagi oleh Kakak keduanya di kemudian hari.
Sesampainya di dalam mobil, Nindi
lantas mengirimkan pesan kepada Cakra, Aku pulang ke rumah dulu, nanti malam
aku hubungi kamu lagi.
Setelah menyaksikan Nindi masuk ke
dalam mobil, Nando akhirnya merasa lega dan menghela napas panjang.
Jelas terlihat bahwa Nindi sedang
marah. Sikapnya yang sedikit lebih lembut hari ini telah mengungkap emosinya
yang sebenarnya.
Mulai sekarang, dia harus lebih
memperhatikan Nindi agar dia tidak merasa diabaikan dan berpikir bahwa dirinya
lebih mementingkan Sania.
Rombongan tamu tiba di kediaman
keluarga Lesmana.
Nindi segera turun dari mobil dan
berlalu begitu saja, tanpa menoleh ke sekitarnya.
Nando menatap punggung gadis itu yang
semakin menjauh dan menghela napas panjang tanda menyerah.
Sambil memeluk erat boneka
beruangnya, Sania turun dari mobil dengan susah payah, "Kak Nando, aku
yakin deh Kak Nindi pasti ngerti niat baik kamu. 2
Melihat Sania yang sedang memeluk
erat boneka beruangnya dengan ekspresi manis, Nando pun tidak kuasa berkata,
"Seandainya Nindi bisa nurut dan bijak kayak kamu, aku pasti bakal sangat
bersyukur."
Sementara itu, Sania menganggukan
kepala, sikapnya menunjukkan kerendahan hati dan kepatuhan.
Pada saat makan malam, Nindi tidak
melihat keberadaan Leo. Hanya ada Kakak keduanya dan Sania di sana.
Setelah menyantap makan malam dengan
tenang, Nindi beranjak untuk kembali ke kamarnya. Namun, saat hendak pergi, dia
melihat Kakak keduanya memegangi perutnya seakan merasa tidak enak badan.
Nindi menyadari bahwa Kakak keduanya
memang memiliki masalah pencernaan. Oleh karena itu, dia harus rajin
mengonsumsi obat-obatan sesuai anjuran dokter.
Dalam kehidupan sebelumnya, meskipun
dia telah mencurahkan segala perhatian dan kasih sayang untuk merawat Kakak
keduanya, pengorbanannya tidak sebanding dengan semangkuk bubur ayam pemberian
Sania.
Dia selalu teringat momen di mana
Kakak keduanya dengan sengaja membuang ramuan obat buatannya, lalu menerima
semangkuk bubur ayam dari Sania dengan wajah berseri.
Dengan memantapkan hatinya, Nindi
memilih untuk melupakan kejadian itu dan segera meninggalkan ruang makan.
Setelah Nindi pergi, Nando menatap
punggungnya dengan perasaan sedikit kecewa.
Padahal, setiap kali Kakak keduanya
merasa sakit, Nindi selalu khawatir dan berusaha merawatnya dengan sepenuh
hati.
Nando tampak menahan rasa sakitnya.
Jadi, Nindi sudah benar-benar
mengabaikannya?
Nando merasakan luka mendalam di
hatinya.
Dengan langkah sedikit goyah, dia
meninggalkan ruang makan.
Hanya ada Sania diri di ruang makan,
dia merasa sikap Nando padanya sedikit berubah.
Tidak, día harus segera mencari
solusi untuk memperbaikinya.
Nindi kembali ke kamarnya, dia
teringat kembali penderitaan yang dialami Kakak keduanya akibat sakit perut.
Dia berusaha menenangkan pikirannya
agar tidak larut dalam kekhawatiran yang berlebihan. Kakak keduanya tidak
memerlukan perhatian darinya. Semangkuk bubur ayam pemberian Sania saja, sudah
cukup baginya, kan?
Nindi lantas mengeluarkan ponselnya
dan mengirim pesan kepada Cakra. Di sekolah tadi, Kakakku nggak ganggu kamu,
kan?
Tidak lama berselang ponselnya
berdiring, Cakra menelponnya. "Udah, bukti mereka mukul orang udah aku
kasih, lagian kan ada pengacara, jadi masalahnya apa?"
Nindi tersenyum tipis. Dia merasa
tindakan mengusir Kakak keenamnya itu sudah tepat.
"Eh, kalau mereka gangguin kamu
lagi, aku langsung jemput, ya!"
Nindi tampak menggigit bibirnya,
"Kenapa kamu baik banget padaku?" tanyanya.
Usai melontarkan pertanyaan itu, dia
langsung menyesalinya.
No comments: