Bab 266
Sania berteriak histeris,
"Nindi, apakah kamu sudah gila?"
Sania ketakutan hingga air mata dan
ingusnya mengalir. Seluruh tubuhnya gemetar. Dia hampir saja mati tadi!
Nindi benar-benar melepaskan
tangannya. Wanita jahat itu benar-benar ingin dia mati!
Nindi menyeringai dingin.
"Sebenarnya aku cuma ingin hidup tenang, tapi kamu yang nggak mau pergi.
Ya sudah, aku akan bermain dengan kalian semua mulai sekarang!"
"Apa sebenarnya yang ingin kamu
lakukan?"
Sania saat ini merasa sedikit panik.
Nindi sudah gila!
Nindi berbalik untuk mengambil
sebotol minuman, lalu menuangkannya ke kepala Sania. " Membunuhmu."
"Ehem, Nindi, aku tahu aku
salah, aku nggak akan berani lagi. Tapi hari itu di bar, aku benar-benar
dipaksa oleh Serena. Kamu juga tahu bagaimana sifat Serena. Aku nggak berani
menolak."
Saat ini, Sania sangat ketakutan.
Nindi hanya perlu mendorong
tangannya, dan dia akan jatuh.
Melihat perempuan licik itu meminta
ampun, Nindi merasa sedikit bosan. Dia tidak percaya bahwa di kehidupan
sebelumnya, dia dibunuh oleh orang penuh tipu daya seperti ini.
Kenapa dia dulu nggak sadar, kalau
perempuan licik ini pintar dalam berakting dan bermuka dua?
Nindi menginjak tangan Sania dan
berkata dengan tenang, "Aku bisa menyelamatkanmu, tapi kamu harus
melakukan satu hal untukku."
"Katakan saja apa pun. Aku akan
penuhi permintaanmu! Jangan bunuh aku, tolong!"
"Kamu seharusnya tahu bahwa Kak
Darren telah menginvestasikan banyak uang dalam proyek kecerdasan buatan
perusahaan Kak Nando, 'kan?"
Sania segera mengangguk. "Ya,
aku tahu."
"Aku mau kamu curi data
kecerdasan buatan yang ada di tangan Kak Darren."
Nindi menambah tekanan pada kakinya
di tangan Sania. Sania langsung menjawab, "Baik, aku akan lakukan, Kak
Darren nggak pernah curiga padaku!"
Nindi akhirnya melepaskan kakinya.
Sania langsung menghela napas lega,
dan mengulurkan tangannya ke arah Nindi, "Tolong tarik aku, aku nggak bisa
naik."
Nindi melirik tangan Sania dengan
jijik, lalu memberikan botol itu kepadanya.
Sania dengan susah payah merangkak
naik, dan duduk di lantai, masih gemetaran. Dia mengangkat kepala dan memarahi
Nindi, "Kamu pikir aku akan melakukannya? Jangan bermimpi!"
Dia baru saja setuju dengan syarat
Nindi demi menyelamatkan nyawanya.
Sania semakin marah memikirkan hal
itu. Dia berdiri dan berlari menuju Nindi, "Berani-beraninya kamu
menghinaku, Nindi. Aku nggak akan membiarkan ini berlalu begitu saja!"
Nindi menarik rambut Sania dengan
tangan kiri dan menekan kepalanya ke tanah.
Dia mengangkat tangannya dan
memberikan dua tamparan keras yang membuat Sania pusing.
Nindi memegang dagu Sania. "Aku
tahu kamu akan berubah pikiran! Tapi bukankah aku sudah bilang, aku masih punya
bukti?"
"Aku nggak percaya, kamu nggak
punya bukti!"
"Tapi kamu tetap datang, itu
artinya kamu merasa bersalah."
Nindi mengeluarkan ponselnya dan
membuka sebuah foto, yaitu tangkapan layar dari video pengawas.
Itu adalah momen ketika Sania
mengangkat semprotan dan memberi obat padanya,
Begitu Sania melihat foto itu,
tubuhnya langsung merinding. Dia tidak menyangka Nindi benar-benar punya bukti!
Sania terdiam sejenak dan berkata
dengan gagap. “Kenapa kamu nggak kasih foto ini ke Kakak, malah ngajak aku ke
sini? Apa yang kamu mau?"
"Karena apa yang aku inginkan
sudah berubah. Kamu harus curi data dari Kak Darren. Aku mau Perusahaan Patera
Akasia menang!"
Nindi menatap Sania. "Sekarang
aku kasih kamu pilihan. Kanu lakukan apa yang aku katakan, atau aku akan
sebarkan bukti itu sekarang juga?"
"Jangan disebarkan, tolong. Aku
akan lakukan apa yang kamu mau!"
"Jangan disebarkan, tolong. Aku
akan lakukan apa yang kamu mau!"
Sania benar-benar takut pada Nindi
yang gila itu.
Dia terpaksa setuju dulu.
Nindi kemudian berdiri dengan santai.
"Aku tunggu datanya."
Nindi pergi meninggalkan atap tanpa
menoleh.
Dia menyeringai dingin, menghapus
foto di ponselnya, Itu hanya foto yang diedit saja.
Namun, orang yang merasa bersalah,
jelas tidak bisa ambil risiko!
Nindi sangat penasaran bagaimana
Sania akan bertindak sekarang.
Dia juga sangat menantikan ekspresi
Kak Darren kalau mengetahui hal ini.
Dendam harus dibalas, tetapi dia juga
ingin mendapatkan karirnya.
No comments: