Bab 277
Nindi mengangkat tangannya untuk menangkis,
kaleng soda itu memantul tepat ke wajah Yanuar.
"Sialan, hidungku! Nindi, kamu
benar-benar cari mati, ya!"
Yanuar memegangi hidungnya yang
sakit, air matanya langsung mengalir deras.
Nindi menoleh dengan wajah polos dan
menjawab, " Kamu boleh menghina keluargaku yang masih hidup, tapi kamu
nggak boleh menghina orang tuaku, apalagi menghina mereka yang sudah
tiada!"
Setelah mengucapkan itu, Nindi
langsung pergi.
Yanuar ingin mengejarnya untuk
membalas dendam, tetapi rasa sakit di hidungnya terlalu menyiksa.
"Yanuar, siapa sebenarnya Nindi
itu? Dia ternyata streamer yang sangat terkenal di platform Drego!"
"Aku baru tahu kemarin kalau dia
adalah Lemon Manis! Dia itu idolaku! Siapa sangka idolaku ternyata ada di
dekatku!"
"Hu hu hu, apakah Nindi membenci
mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis? Kalau aku keluar sekarang, masih sempat
nggak, ya?"
Bagaimanapun, tidak semua mahasiswa
Fakultas Ekonomi dan Bisnis punya masalah dengan Nindi.
Dulu, Sania yang memprovokasi dengan
mengatakan Nindi meremehkan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, sehingga mereka mulai
mengucilkan Nindi!
Namun, melihat Nindi sehebat ini,
sepertinya ucapan Sania ada benarnya juga.
Yanuar merasa sangat kesal, karena
dulu dia pernah mengejar Nindi tetapi ditolak. Rasa sakit hati ini sama sekali
tidak bisa dia terima.
Dia harus bisa bersama Sania, lalu
membuat Nindi menyesal!
Sekarang, sepertinya dia harus pergi
ke rumah sakit, karena hidungnya patah.
Nindi si gadis kasar ini, sama sekali
tidak ada lembut -Jembutnya seperti Sania!
Nindi pergi ke ruang kelas untuk
mengikuti pelajaran, seperti biasa dia duduk di barisan depan.
Teman-teman yang masuk ke kelas
secara bergiliran mulai memiliki pandangan berbeda terhadap Nindi. Aksi Nindi
melawan para mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang sombong itu benar-benar
keren!
Nindi merasa tatapan teman-temannya
berubah, tetapi dia tidak peduli.
Setelah jam kuliah selesai, dia
menerima pesan dari seniornya di aplikasi chat, "Maaf ya, Nindi, aku nggak
bisa menepati janji yang aku katakan kemarin. Soal ketua tim, kelihatannya
rencana itu gagal."
Nindi langsung menelepon, "Apa
yang terjadi? Apakah buktinya nggak cukup?"
"Bukti sudah cukup, tapi di
belakang Seno ada Keluarga Morris yang mendukungnya Aku nggak bisa melawan
mereka. Aku harus menyerah."
Tatapan Nindi menjadi sinis,
"Tunggu, aku akan ke sana sekarang."
Nindi membereskan barang-barangnya
dan langsung pergi menemui senior itu.
Dia melihat seniornya dengan mata
yang merah karena menangis, "Apa yang pihak kampus katakan?
"Keluarga Morris mengancam orang
tuaku. Kalau aku nggak memberi tahu pihak kampus bahwa data itu palsu,
pekerjaan orang tuaku akan hilang, bahkan mereka mungkin masuk penjara. Adikku
masih sekolah, aku nggak bisa mengambil risiko ini sekarang!"
"Seno sampai meminta bantuan
Keluarga Morris?"
Nindi mengingat bagaimana Seno dulu
sering berusaha menyenangkan Sania saat di markas. Dia kira itu hanya karena
Sania berasal dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
"Keluarga Morris memang
berinvestasi dalam operasional tim di markas, tapi mereka juga menggunakan dana
dari markas untuk pencucian uang. Seno sebagai ketua tim tahu soal ini."
Sekarang Nindi paham kenapa Keluarga
Morris melindungi Seno.
Dia berpikir sejenak lalu berkata,
"Kalau begitu, tarik dulu datanya, aku punya cara lain."
"Nindi, Keluarga Morris
benar-benar nggak bisa dilawan. Lupakan saja, aku nggak ingin
melibatkanmu."
"Nggak, aku sudah punya Inasalah
dengan Keluarga Morris sejak lama, ini nggak ada hubungannya denganmu."
Nindi kembali ke asramanya.
Sepertinya Keluarga Morris memang suka menggunakan ancaman kepada keluarga
orang lain. Ini sudah jadi kebiasaan mereka.
Namun, kalau soal keluarganya...
Sedikit melibatkan mereka juga tidak
masalah!
Saat Nindi sampai di bawah gedung
asrama, dia melihat banyak orang berkumpul di taman depan lantai satu. Terdapat
lilin dan bunga yang ditata dengan rapi di atas tanah.
Sepertinya ada orang yang ingin
mengungkapkan perasaannya!
Nindi berjalan menghindari kerumunan
lewat samping, tetapi tiba-tiba semua orang menatapnya.
Seno memegang bunga segar dan
langsung berjalan ke arahnya.
Nindi melihat sikap Seno, pelipisnya
bergetar, jangan-jangan ini seperti yang dia pikirkan!
Di zaman sekarang, pria brengsek
memang tidak punya batasan!
Sikap buruknya tidak jauh berbeda
dengan sikap percaya dirinya!
Seno menunjukkan senyum yang
menurutnya tampan, "Nindi, sebenarnya sejak pertama kali aku melihatmu,
aku sudah menyukaimu. Tapi aku nggak berani mengungkapkan perasaanku, jadi aku
hanya bisa sengaja melakukan beberapa hal yang membuatmu marah untuk menarik
perhatianmu"
No comments: