Bangkit dari Luka ~ Bab 30

 

Bab 30

 

"Bener tuh, Bu, Pak. Pasti bakalan menyelidiki kebenarannya, dan membuktikan kalau kamu nggak bersalah."

 

"Iya, Sania, nilaimu selama ini kan cukup bagus, nggak ada alasan juga kamu mencontek."

 

Nindi mendengarkan percakapan itu dan dengan mudah memahami apa yang sedang terjadi.

 

Sebenarnya, ia selalu meragukan keaslian nilai yang diperoleh Sania, terutama bila menilik nilai dari pengikut nomor satu-nya yang cukup bagus.

 

Peristiwa ini tidak pernah terjadi di kehidupan sebelumnya.

 

Kemungkinan besar, terlalu banyak waktu dihabiskan Sania untuk bermain game sehingga ia terpaksa mengambil risiko besar demi memperbaiki peringkatnya.

 

Namun, pada ujian bersama masuk perguruan tinggi, kelemahan Sania terungkap. Hasil ujiannya sangat buruk, bahkan tidak sebanding dengan prestasi pengikut nomor dua-nya.

 

Ketika pengumuman hasil ujian bersama masuk perguruan tinggi diumumkan, Nindi memperoleh nilai yang sangat memuaskan.

 

Sania berusaha mencari alasan dengan mengatakan bahwa suasana hatinya yang terpengaruh, hal itu berimbas pada nilainya.

 

Setelah sekian lama diabaikan oleh para kakaknya, Nindi akhirnya menyetujui usulan Kakak keempat-nya untuk kuliah di Universitas yang sama dengan Sania. Hal ini diharapkan agar dapat mempererat hubungan keduanya, juga sebagai kompensasi atas dampak negatif yang pernah Nindi timbulkan kepada Sania.

 

Apa itu masuk akal?

 

Akan tetapi, dalam kehidupan sebelumnya, ia merasa takut untuk menolak permintaan kakaknya sehingga hanya bisa menyetujuinya.

 

Saat kenangan itu kembali menyerbu masuk pikiran Nindi, pengikut nomor satu Sania memasuki kelas dan tanpa ragu menuduh Sania. "Jelas-jelas yang nyontek kan kamu, kenapa malah aku yang kena hukuman?"

 

Dengan wajah penuh dengan air mata, Sania menjawab, "Aku nggak nyontek! Kenapa kamu memfitnahku ? Aku kan nggak nyuruh kamu buat kertas catatan itu!"

 

"Jelas-jelas itu ulahmu kan, Sania! Kenapa kamu nggak mau jujur? Kita teman baik, kan? Kenapa kamu tega mengkhianatiku?"

 

Pengikut nomor satu hampir kehilangan kendali. Hukuman yang diterimanya disaat yang krusial ini membuatnya khawatir akan masa depannya, terutama bagaimana nasib ujian bersama masuk perguruan tinggi-nya?

 

Dengan wajah polos, Sania berhasil membalikkan keadaan sehingga orang-orang di sekitarnya justru menyalahkan pengikut nomor satu-nya. Mereka menilai bahwa tuduhan yang dilontarkan padanya tidak mendasar.

 

Sania merasa sangat tentram di dalam hati. Ia yakin bahwa dirinya tidak akan menghadapi kesulitan apa pun.

 

Guru-Guru akan mempercayai semua ucapannya.

 

Pengikut nomor satu menatap Nindi dengan tatapan putus asa, dan berkata, "Aku sekarang tahu apa yang kamu rasain selama ini. Sania itu udah kayak ular berbisa. Dia cuma pura-pura seperti wanita suci, padahal hatinya busuk!"

 

Dengan senyuman sini, Nindi memberikan isyarat yang membuat pengikut nomor satu akhirnya mengerti situasi yang sebenarnya.

 

Pengikut nomor satu segera menghampirinya, " Kamu pasti tahu yang sebenarnya terjadi, kan? Nilai Sania kan emang jelek, aku yang selalu mengerjakan PR-nya. Kita ujian di kelas yang sama, kamu keluar duluan, pasti tadi kamu melihatnya saat lewat kelas. Tolong bantu aku, dan beri kesaksianmu pada Bu Guru!"

 

Nindi dan Sania selalu berselisih paham. Namun, pasti Nindi memiliki cara untuk menyelesaikan masalah ini.

 

Sania sedikit mengerutkan keningnya, Nindi tidak mungkin sungguh mengetahui masalah ini, kan?

 

Dengan tatapan dingin, Nindi menepis tangan pengikut nomor satu, "Semua orang kan udah tahu bagaimana sikap Sania selama ini, bagaimana bisa kamu menuduh orang tanpa bukti?"

 

Ekspresi pengikut nomor satu langsung memucat.

 

Ia terkejut dan tidak menduga sama sekali bahwa Nindi akan berbicara seperti itu.

 

Nindi tetap terlihat tenang. Ia bukan tipe orang yang mudah terpengaruh. Terlebih, bila mengingat pengalaman buruk yang pernah dialaminya akibat fitnah kedua pengikut itu di kehidupan sebelumnya.

 

Kini saatnya bagi pengikut nomor satu untuk merasakan sendiri penderitaan yang pernah ia alami akibat ulah Sania.

 

Mendengar apa yang dikatakan Nindi, Sania langsung menghela napas lega.

 

Dengan wajah penuh kecewa, Sania berkata kepada pengikut nomor satu, "Justru karena kita teman baik, makanya aku nggak bisa biarin kamu berbuat salah. Kalau kamu mau minta maaf ke Bu Guru dan mengaku salah, aku yakin kok mereka bakalan maafin kamu."

 

Pengikut nomor dua tampak ikut menimpali, "Iya tuh, kamu nggak boleh menuduh orang sembarangan."

 

Pengikut nomor satu langsung menanggapi ucapannya, "Hari ini aku, siapa tahu besok giliranmu. Hati-hati aja, ya."

 

Dengan raut wajah gugup, pengikut nomor dua menyahut, "Jangan ngomong sembarangan, deh! Padahal kamu sendiri yang ketahuan nyontek, masa Sania harus menutupi kelakuanmu, sih?"

 

Pengikut nomor satu berbicara dengan lantang," Sania, kamu kira aku nggak punya bukti, ya? Aku bakalan bongkar semuanya, fakta kalau semua nilaimu selama ini itu palsu! Tunggu aja, sampai kapan kamu mau berpura-pura menjadi siswa teladan!"

 

Seketika, raut wajah Sania berubah suram.

 

Wanita ini cari mati, ya?

 

Wali kelas tampak berjalan mendekat, dan berkata, " Hesti, bukti apa yang kamu maksud?"

 

"Buktinya ada di ponsel saya, tugas Sania yang biasanya saya kerjakan. Saat ujian juga, waktu memberi kertas catatan ke Sania, Nindi kebetulan melewati kelas, pasti dia melihat semuanya."

 

Wali kelas mengalihkan pandangannya kepada Nindi, "Kamu beneran melihatnya?" tanyanya.

 

Nindi terdiam sejenak, merenungkan kembali kejadian itu. Sebenarnya, ia tidak begitu memperhatikan detailnya. Yang ia ingat hanyalah Sania sempat melirik ke arah gadis itu.

 

Kesempatan emas itu akhirnya berada di genggamannya, ya?

 

Jika ia mengaku telah melihatnya, akankah Sania akan benar-benar hancur?

 

 

 

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 30 Bangkit dari Luka ~ Bab 30 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on February 12, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.