Bangkit dari Luka ~ Bab 42

 

Bab 42

 

"Kak Nindi, kamu marah ya? Aku cuma khawatir kamu ditipu sama pria itu, makanya aku ingatin kamu," seru Sania pura-pura polos.

 

Nindi menoleh, sorot matanya tajam. "Nggak usah sok baik," balasnya dingin seperti es.

 

Nindi tahu persis maksud tersembunyi di balik perkataan Sania, bukan untuk kebaikan, melainkan ingin menjatuhkannya. Lagi pula, Nindi memang tidak tertarik menjalin hubungan dengan pangeran kaya itu.

 

Usai membalas singkat, Nindi melangkah masuk ke dalam gerbang sekolah.

 

Nindi menegakkan ranselnya, dengan wajah putih bersih tanpa ekspresi, menciptakan aura yang membuat orang-orang di sekitarnya merasa terintimidasi.

 

Tanpa sadar, para siswa yang berkerumun langsung membuka jalan untuknya.

 

Bagaimanapun, nama Nindi adalah legenda. Terutama karena kemenangan kombinasi dua belas serangannya di dunia e-sport. Kini, dia adalah bintang baru yang menjadi incaran banyaknya tim e -sport profesional.

 

Namun, latar belakang keluarganya yang merupakan keluarga Lesmana dan kekuasaan Leo di lingkungan itu, membuat banyak tim ragu mendekat.

 

Tidak hanya di dunia gim, prestasi akademik Nindi di sekolah juga cemerlang. Tak heran, kini dia menjadi sosok yang dikagumi banyak orang.

 

Setelah Nindi pergi, desas-desus tentangnya kembali berembus dari kalangan para siswa.

 

Sania, yang masih berdiri di dekat Yanuar, menggigit bibir. "Kamu Yanuar, kan? Maaf ya, Kak Nindi memang karakternya begitu. Jangan dimasukin ke hati."

 

"Dia sering bermalaman di luar?" tanya Yanuar, mengerutkan alisnya.

 

Sania tampak berpikir sebelum menjawab. "Nggak sering sih. Di rumah, aturan kami cukup ketat. Tapi belakangan dia sering berantem sama keluarga gara -gara dekat dengan dokter sekolah. Jadi, ya, jarang pulang."

 

Raut wajah Sania seolah menyesal. "Eh, tapi kamu jangan cerita ke siapa-siapa ya, takut reputasi Kak Nindi malah rusak."

 

Namun, sembari memandang punggung Nindi, sorot mata Yanuar seakan mengisyaratkan sesuatu.

 

Mulus di luar, busuk di dalam. Sania menundukkan pandangan, kilatan gelap dengan cepat melintas di matanya.

 

Setibanya di ruang kelas, Nindi mendapati kerurnunan siswa laki-laki di depan pintu. Mereka berbisik-bisik sambil melirik ke arahnya.

 

Saat duduk di bangkunya, selembar demi selembar surat cinta tampak memenuhi meja. Jumlahnya lebih banyak dari biasanya.

 

Tanpa berpikir panjang, Nindi mengambil surat-surat itu dan melemparkannya ke tempat sampah.

 

Seketika itu juga, terdengar ragam keluhan dari luar kelas. "Astaga, surat cintamu dibuang gitu aja, bahkan belum dibaca sama sekali!" seru seorang siswa di luar kelas, tertawa pahit.

 

"Hei, memangnya punyaku doang? Punya kalian juga dibuang tuh!" balas temannya, ikut merana.

 

Nindi merasa suasana ini terlalu berisik. Baginya, urusan seperti itu hanya buang-buang waktu.

 

Di sisi lain, Sania yang baru tiba di kelas langsung mendapati surat cinta itu berserakan di tempat sampah. Wajahnya menggelap, penuh amarah.

 

Padahal, dulu Sania memegang status siswi terpopuler di kelasnya.

 

Siapa sangka, kini Nindi malah jauh menggungguli dirinya?

 

Saat bel istirahat berbunyi, Nindi merasa ada yang tidak beres dengan perutnya. Dengan langkah cepat, dia pergi menuju toilet.

 

Sembari menghitung hari, kemungkinan besar tamu bulanannya akan datang. Pantas saja, perut bawahnya terasa nyeri.

 

Keluar dari toilet, Sania tiba-tiba berjalan di sampingnya, pura-pura akrab. "Kak Nindi, menurutmu Yanuar orangnya baik nggak?"

 

Nindi mendengus dingin. "Nggak tahu, nggak kenal.

 

"Tapi, menurutku, Yanuar itu baik loh, Kak..."

 

"Argh, cerewet banget sih! Kalau suka, kejar saja sana! Ngapain tanya aku!" teriak Nindi merasa risih.

 

Mata Sania langsung memerah. "Aku ... maksudku nggak begitu."

 

Tiba-tiba, teman lainnya menyindir keras, "Hei, Nindi, kamu pikir Yanuar beneran suka sama kamu? Sadar dong! Keluarga Gunawan itu levelnya beda jauh sama kamu."

 

Nindi tertawa dingin. "Oh, gitu? Kalau aku nggak selevel, berarti kalian lebih pantas? Memangnya kalian setara?"

 

Beberapa siswa yang mendengar komentar itu mengangguk setuju. "Eh, bener juga ya. Lagi pula, Nindi kan putri kandung keluarga Lesmana. Sedangkan Sania cuma anak angkat. Jelas beda lah."

 

"Eh, jangan keras-keras ngomongnya. Nanti kedengaran," bisik siswa lain.

 

Namun, Nindi tak ambil pusing dan segera berbalik pergi dengan santai.

 

Di belakangnya, Sania menunduk menyembunyikan amarahnya. Dalam hati, dia bersumpah tidak akan membiarkan Nindi menang darinya, mau itu posisinya di keluarga, maupun pria yang disukainya.

 

Menjelang jam pulang sekolah, Nindi mendapati kerumunan siswa berkumpul di dekat gerbang. Kerumunan kali ini bahkan jauh lebih heboh dari tadi pagi.

 

Alisnya mengernyit. Seketika, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres.

 

Sekeluarnya dari gerbang sekolah, dia melihat Yanuar sedang bersandar pada mobil sport-nya, sembari menggenggam setumpuk buket mawar besar di tangan. Bahkan, di sekitarnya juga tersusun rangkaian lilin yang membentuk namanya. 2

 

"Nindi, Nindi, Nindi!" sorak para siswa, menggema.

 

"Ayo, terima! Terima! Terima!"

 

Nindi sontak berjalan balik ke arah pos penjaga sekolah, dan mengambil alat pemadam api.

 

Dengan penuh semangat, dia menyemprotkan busa pemadam ke arah lilin-lilin tersebut, memadamkan semuanya hingga tak bersisa.

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 42 Bangkit dari Luka ~ Bab 42 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on February 20, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.