Bab 4 Meragukan
Keterampilan Medisnya?
"Ya, Nak, lebih baik
panggil 112 dulu. Sepertinya dia anak hilang. Barusan aku sudah berteriak
terus-menerus, tapi nggak ada yang datang." Seorang bapak juga menyarankan
karena takut Elisa harus bertanggung jawab kalau nantinya ada masalah.
Elisa segera membuka jas
anak laki-laki kecil itu, lalu mencari tempat yang teduh. "Om, Tante,
kalian tidak perlu khawatir, saya punya izin praktik medis."
Sambil berkata begitu,
Elisa menarik ranselnya, dan kotak obat lipat terlihat. Dia membuka kotak obat
itu. Satu per satu jarum perak terlihat, pisau bedah berbaris, ada yang panjang
dan pendek, diletakkan berdampingan.
Elisa memeriksa denyut
nadi anak laki-laki itu sekali lagi.
"Berhenti!"
Pria berjubah putih tidak tahan lagi dan berteriak keras, "Bisa-bisanya
kamu sembarangan menusukkan jarum ke pasien!"
Elisa tidak memedulikan
pria itu. Dia menunduk dan menghitung denyut nadi dan detak jantung anak laki
-laki itu.
Pria berjubah putih
tersenyum sinis. "Aku Keneth, mahasiswa Universitas Kedokteran Mersus yang
belajar di bawah bimbingan Bu Fenny. Aku ini bukan orang biasa. Kamu bilang
kamu punya izin praktik medis? Memangnya kamu itu baru umur berapa?"
Elisa tidak
memedulikannya. Dia fokus pada anak laki-laki itu, mengambil jarum lalu
membersihkannya.
"Aku lagi bicara
denganmu!" Ini adalah pertama
kalinya Keneth diabaikan
oleh seseorang. "Bahkan
bapak itu saja tahu
untuk menunggu 112 datang,
tapi kamu malah nggak
tahu?"
Elisa berlutut satu
kaki. Dia memancarkan aura yang tegas dan dingin. "Menunggu 112 tanpa
melakukan apa-apa? Membuang waktu pertolongan darurat? Apa gurumu mengajarkan
itu?"
"Siapa yang bilang
menunggu 112 tanpa melakukan apa-apa?" Keneth marah dan menanggapi dengan
pandangan meremehkan, "Sekarang yang membuang waktu pertolongan darurat
itu kamu! Mengeluarkan jarum buat pamer lagi. Sebaiknya kamu simpan ilmu
pengobatan tradisional palsumu itu dan biarkan aku melakukan resusitasi jantung
paru pada pasien."
Setelah mendengar itu,
Elisa meliriknya dengan sangat dingin.
Siapa yang bisa
menyangka kalau seorang gadis cantik juga bisa menatap orang dengan sangat
dingin dan bersikap kasar.
"Dia mengalami
heatstroke, tapi kamu mau melakukan resusitasi jantung paru?" Elisa
menekan jari tangan anak laki-laki itu dan berkata dengan dingin, "Dasar
dokter yang nggak kompeten."
Keneth marah besar.
"Siapa yang kamu sebut dokter yang nggak kompeten? Apa kamu tahu siapa
guruku?"
Keneth baru saja kembali
dari luar negeri setelah mendapatkan penghargaan bersama dengan Bu Fenny,
tetapi gadis ini berani mempertanyakan keterampilan medisnya!
"Aku nggak tertarik
untuk tahu." Elisa menekan jari tangan anak laki-laki itu, mengambil jarum
lalu membersihkannya dengan sangat terampil. "Beri ruang."
Keneth marah sampai
kedua matanya menjadi merah. "Aku nggak akan berurusan dengan penipu
pengobatan tradisional sepertimu. Bibirnya memerah, jadi jelas ada masalah
dengan jantungnya..."
"Kekurangan oksigen
dan darah ke jantung akan merangsang fungsi pernapasan dan menyebabkan bibir
memerah." Elisa menatap mata Keneth dengan dingin. "Tapi heatstroke
juga bisa menyebabkan bibir memerah. Perbedaan antara keduanya adalah denyut
nadinya stabil dan teratur. Apalagi bibirnya pecah-pecah, ini jelas disebabkan
oleh lingkungan dengan suhu tinggi dalam waktu lama. Kamu bahkan nggak
mengamati tanda-tanda medis ini, tapi mengaku sebagai mahasiswa Universitas
Kedokteran Mersus?"
"Ya, harus melihat
tanda-tanda medis dulu. Aku juga pernah belajar." Seseorang menimpali.
Semua orang
mengernyitkan bibir. "Mahasiswa Universitas Kedokteran Mersus ini nggak
begitu hebat."
"Gadis itu masih
bisa lebih diandalkan. Aku lihat dia baru saja memeriksa denyut nadi anak itu
dengan profesional."
Keneth tidak bisa
menahan amarahnya lagi. "Oke, meski dia mengalami heatstroke, apa dia bisa
sembuh setelah kamu menusuknya dengan beberapa jarum? Lalu apa gunanya
mahasiswa kedokteran seperti kami!"
"Kamu cuma bisa
mewakili dirimu sendiri, nggak bisa mewakili semua mahasiswa kedokteran."
Elisa menatap dengan dingin. "Aku katakan sekali lagi, beri ruang."
Elisa paling membenci
dua tipe orang dalam hidupnya. Orang yang meremehkan warisan pengobatan
tradisional dan dokter yang menghambat usahanya untuk menyelamatkan orang.
"Oke, aku akan
memberi ruang. Aku mau lihat seberapa hebatnya kamu." Keneth mencibir,
"Kalau kamu bisa menyembuhkannya dengan akupunktur, aku akan berlutut dan
memanggilmu ayah!"
"Kutunggu panggilan
ayah darimu."
Elisa menemukan titik
akupunktur dengan bantuan cahaya dan mengangkat tangannya dengan gesit!
No comments: