Bab 3 Menyelamatkan
Orang di Jalan
"Selera Bos
benar-benar bagus! Kalau gitu, aku akan segera menyiapkan rekening penagihan
untuk keluarga Apdi!"
Elisa berkata dengan
tenang, "Nggak usah buru-buru. Aku mau tidur dulu, jadi siapkan besok
saja."
Selain mencari uang,
minat terbesar Elisa adalah mengobati berbagai macam penyakit yang sulit
diobati.
Seperti halnya
permintaan keluarga Apdi ini adalah kesempatan yang sangat bagus.
Sebenarnya, hanya
Elisalah satu-satunya yang memandang kedatangan keluarga Apdi ke Kota Sulga
dengan pikiran yang biasa.
Kalau melihat sekeliling
sekarang, semua keluarga terkemuka di Kota Sulga sedang terburu-buru.
Seperti keluarga
Yuridis, mereka bergegas ke sana kemari mencari koneksi di mana-mana hanya
untuk mendapatkan undangan dari keluarga Apdi.
Bahkan berita tentang
Kota Sulga bulan ini juga sangat ramai di kalangan rakyat biasa.
Pertama-tama, orang
terkaya di ibu kota mencari cucunya, lalu keluarga Apdi datang untuk
berkonsultasi.
Ada kabar kalau keluarga
Apdi datang karena mendengar dokter ajaib legendaris "Tangan Suci"
muncul di Kota Sulga.
Ada banyak rumor tentang
"Tangan Suci" ini, tetapi sulit untuk membedakan yang benar dan yang
palsu.
Mungkin "Tangan
Suci" akan benar-benar muncul kali ini karena undangan keluarga Apdi...
Keesokan harinya, di
halaman rumah pensiun.
Elisa tetap bangun siang
seperti setiap pekerja lainnya. Dia selalu enggan meninggalkan kamar yang sejuk
dan tempat tidur yang nyaman di pagi yang panas.
Namun, tidak ada
pilihan, dia harus mencari uang.
Elisa mencuci mukanya,
mengambil tas, dan pergi dengan wajah tanpa riasan. Dia naik sepeda umum untuk
menghindari kemacetan pagi.
"Elisa, kamu mau
keluar, ya."
"Hm... Ya."
Semua orang menyapanya
sepanjang jalan. Elisa memakan cakwe yang diberikan oleh Paman Lorenzo sambil
mengendarai sepeda dengan santai. Tidak lama kemudian, dia menyatu dengan arus
lalu lintas.
Setengah jam kemudian,
di Hotel Caesar yang terkenal di Kota Sulga.
Baik di lobi maupun di
luar terlihat sangat sibuk tanpa ada waktu senggang.
Sepertinya semua mobil
mewah di Kota Sulga datang selama beberapa hari ini.
Dibandingkan dengan itu,
Elisa yang datang dengan sepeda terlihat sangat mencolok
Oleh karena itu, begitu
dia tiba, satpam sudah datang untuk mengusirnya meski sepedanya belum
benar-benar berhenti sempurna.
"Pergi! Pergi! Dari
mana datangnya mahasiswa miskin ini? Kami nggak menerima tamu dari luar hari
ini!"
Elisa menopang sepeda
dengan satu kaki. Dia menatap satpam itu dan berkata dengan pelan, "Aku
datang untuk menyembuhkan Tuan Jason."
"Kamu? Menyembuhkan
Tuan Jason?" Satpam itu tertawa terbahak-bahak. "Gadis Kecil, kamu
masih muda, tapi pandai banget membual."
Elisa berpikir sejenak,
lalu membuka halaman penerimaan pesanan di ponselnya. "Tolong beri - tahu
orang di dalam kalau Tangan Suci datang untuk menerima undangan."
"Tangan Suci? Kalau
gitu aku ini dokter ajaib!" Satpam itu kesal dan memandangnya sekilas.
"Aku sudah melihat banyak kartu undangan, tapi belum pernah melihat orang
yang menggunakan ponsel sebagai bukti sepertimu... " Sambil berkata
begitu, dia melihat sebuah mobil mewah masuk dan mengibaskan tangannya ke arah
Elisa. "Pergi, cepat pergi! Jangan menghalangi jalan!"
Setelah mengatakan itu,
satpam membuka pintu mobil mewah itu dengan ramah. "Selamat datang Bu
Fenny, Nona Yabel. Saya akan segera memberi tahu orang di dalam untuk
menyiapkan teh untuk kalian."
Orang di dalam mobil
mewah hanya menganggukkan kepala melalui jendela tanpa berkata apa-apa.
Namun, satpam merasa
senang seolah-olah mendapatkan keuntungan besar.
Mobil mewah melaju
pergi. Melalui jendela mobil, gadis di dalam mobil terlihat seperti mengenali
Elisa. Wajahnya yang halus terlihat ragu.
Fenny bertanya,
"Yabel, ada apa?"
Yabel tersenyum.
"Nggak ada apa-apa."
Elisa yang berada di
luar mobil terlihat tenang. Dia berjalan dengan tegas sambil tersenyum.
Dia tidak menyangka
kalau dia yang dulunya bisa menentukan hidup dan mati seseorang hanya dengan
sebuah jarum bisa sangat diremehkan oleh seseorang seperti sekarang.
Orang hebat memang suka
diperlakukan dengan tidak adil. Elisa pun tersenyum.
Dia memeriksa pasien
berdasarkan takdir, bukan hanya untuk mencari keuntungan semata.
Lupakan saja pemeriksaan
pasien hari ini.
Elisa mengeluarkan
ponselnya. Begitu dia hendak mengirim pesan penolakan, suara jeritan tiba-tiba
terdengar dari arah jalan.
"Gawat, ada orang
yang pingsan!"
Banyak orang berkerumun
dalam sekejap.
"Astaga, dia masih
kecil!"
"Wajahnya sangat
pucat..."
Setelah mendengar
keributan, Elisa menghentikan sepedanya tanpa ragu dan bergegas menuju
kerumunan dengan cepat.
Anak laki-laki yang
terbaring di tanah baru berusia tiga atau empat tahun. Dahinya sudah sangat
basah seolah telah banyak berkeringat.
Seseorang menarik pria
berjubah putih. "Nak, kamu pasti seorang dokter, 'kan? Tolong selamatkan
anak ini."
"Tidak bisa,
Nyonya. Keluarga pasien tidak ada di sini, saya tidak berani mengambil
keputusan sendiri. "Pria berjubah putih itu mengibaskan tangannya lalu
menatap dengan pandangan merendahkan Selain itu, saya tidak bisa memeriksa
sembarang orang."
Setelah melihat situasi
ini, Elisa langsung mendekati kerumunan orang itu, lalu berkata dengan nada
bicara yang profesional dan dingin, Tolong beri sedikit ruang dan biarkan udara
masuk. Pasien butuh sirkulasi udara yang baik."
Mungkin karena auranya
yang sangat kuat dan tak terbantahkan, orang-orang yang menyaksikan tidak
langsung mempertanyakannya.
Elisa membungkuk dan
jarinya menyentuh leher anak laki-laki itu.
Seorang ibu di
sebelahnya mulai khawatir. "Gadis Kecil, kamu masih muda, apa kamu bisa
melakukannya?"
No comments: