Bab 1921
Bunuh saja.
Saat ini.
Di Gunung Nagari, semua orang yang
duduk di tempat itu tampak tenggelam dalam suasana muram.
"Pak Gary sudah diselesaikan
sama mereka. Berikutnya adalah kita. Jadi, apa kita lari atau bertahan? Kita
harus segera memutuskan," ujar seseorang sambil menghela napas berat.
"Lari? Untuk apa? Kita tunggu
saja sampai Saka keluar dari pertapaannya!" jawab Cecil dengan nada
dingin.
"Tapi ancaman sudah di depan
mata. Kudengar Pak Renan telah mengirim ahli ke sini. Tak lama lagi, mereka
pasti sampai," sahut yang lain dengan gelisah.
"Jangan harap kita bisa
menyelamatkan Pak Gary. Bahkan mempertahankan diri saja sulit!" ujar yang
lainnya.
Wennie mengernyitkan dahi dan
merenungkan kekuatan yang dimiliki, lalu berkata, "Aku sudah menanam
banyak racun di sekitar Gunung Nagari. Kalau meledak, setidaknya bisa menunda
mereka untuk sementara..."
Kemampuan bertarungnya masih kurang,
jadi beberapa hari terakhir dia fokus mempelajari racun dan teknik
non-konvensional lainnya.
Meski telah memberikan solusi,
suasana di tempat itu tetap terasa sangat tegang.
Mereka memang menguasai Gunung
Nagari, tetapi tekanan yang mereka hadapi makin berat, sementara pengaruh Renan
terus bertambah besar.
Gunung Nagari kini berada di ambang
kehancuran dan krisis besar bisa datang kapan saja, menghancurkan organisasi
perlawanan kecil ini hingga tak tersisa.
Tiba-tiba, suara panik terdengar.
"Gawat! Pemimpin Paviliun
Yasobi, Marko telah membawa orang ke Gunung Nagari dan sedang bertempur dengan
Gilbert!"
"Apa?"
Semua orang terkejut mendengarnya.
"Lawan saja mereka!"
Seseorang langsung berdiri dengan
penuh semangat dan berteriak, "Kalian pergi dulu. Kami akan berusaha
sekuat tenaga untuk menahan mereka!"
"Duduk semua...
Cecil yang tampak tidak sabar
berpikir sejenak, lalu berkata, "Pembunuh bayaran? Mereka bisa kita sogok,
mungkin kita bisa gunakan obat-obatan sebagai bayarannya."
"Nggak mungkin! Kalau mereka
bisa merampas langsung, kenapa harus disogok?"
"Marko, biar aku..."
Wajah Wennie tampak serius. Dia
akhirnya menggigit bibirnya dan berdiri untuk mengatakan sesuatu.
Namun, sebelum kata-katanya selesai,
sebuah suara lembut yang akrab tiba-tiba terdengar.
"Marko? Dia nggak akan
datang..."
Suara ringan yang tak terduga itu
membuat semua orang terdiam sesaat. Segera setelah itu, semua mata tertuju ke
sumber suara.
Di depan pintu, di bawah sinar
matahari yang masuk, seorang sosok yang akrab melangkah perlahan.
Dia melihat ke arah Wennie, Cecil,
dan yang lainnya yang terlihat terkejut dan gembira, lalu tersenyum kecil
sambil berkata, "Semua, maaf telah membuat kalian menunggu."
Melihat Saka, hati semua orang
dipenuhi kegembiraan.
"Kedatanganmu tepat waktu. Marko
pasti nggak akan berani datang sekarang," ujar Wennie dengan wajah penuh
kegembiraan.
Namun, kata-katanya belum selesai,
ketika Gilbert yang mengikuti di belakang Saka, tiba-tiba batuk kecil dan
berkata, "Marko sudah dibunuh oleh Saka."
Kata-kata itu membuat semua orang
terkejut. Tatapan mereka langsung tertuju ke Saka dengan ekspresi yang penuh
kekagetan.
Saka menggaruk hidungnya dan berkata,
"Secara teknis, bukan aku yang membunuhnya. Itu dia, masuklah."
Belum selesai dia bicara, tiba-tiba
bangunan itu bergetar keras. Sebuah kepala ular raksasa muncul dari luar,
menjulurkan lidahnya dan menghembuskan bau amis yang menusuk hidung!
Semua orang tercengang melihatnya.
"Ular Iblis Tingkat
Sembilan?" teriak Cecil dengan kaget.
Namun, di detik berikutnya, di bawah
pandangan tak percaya mereka, Saka mengangkat tangannya dan dengan lembut
menepuk kepala ular itu sambil berkata, "Mulai sekarang, dia ikut
denganku. Namanya akan menjadi Saka... Kecil!"
Ular Iblis itu tampak terkejut
sejenak. Mata raksasanya menunjukkan ekspresi tidak suka yang hampir manusiawi
sebelum perlahan menarik kepalanya keluar.
"Kamu berhasil menjinakkan Ular
Iblis Tingkat Sembilan ini?" kata Wennie dengan suara tak percaya.
Dia yang bereaksi paling cepat,
setelah terdiam sejenak.
"Ya, dia cukup patuh. Aku hanya
perlu bicara sedikit dan dia langsung bergabung tersenyum kecil. " ujar
Saka sambil
"Kamu... benar-benar
Setelah kebingungan itu mereda, Cecil
mendadak tersadar dan wajah semua orang kini dipenuhi kegembiraan yang sulit
disembunyikan.
Ular Iblis Tingkat Sembilan ini
adalah kekuatan yang sangat besar!
Hanya dengan kehadirannya saja,
keyakinan mereka langsung meningkat!
Saka yang memiliki tunggangan seperti
ini, dia pasti menjadi sosok yang sangat unik di seluruh Gunung Beribu.
Yang paling penting, dia bisa dengan
mudah membunuh Marko dan menjinakkan Ular Iblis Tingkat Sembilan ini!
Seberapa hebat kemampuan bertarung
Saka saat ini?
"Lalu, apa rencanamu
berikutnya?" tanya Cecil dengan mata penuh kekaguman.
"Masih perlu ditanyakan?"
tanya Saka.
Lalu, Saka tersenyum tipis lalu
berbalik menghadap semua orang yang menatapnya dengan penuh harapan. Matanya
memancarkan semangat juang, lalu dia berseru dengan suara lantang,
"Bergerak ke Sungai Causta!"
Seruan keras itu membuat darah semua
orang mendidih dalam sekejap.
No comments: