Bab 612
Nindi tampak ragu. "Aku sudah
janji mau naik mobil ketua tim."
Zovan yang berada di samping segera masuk
ke dalam mobil ketua tim terlebih dulu. "Kebetulan banget, aku ada urusan
sama dia. Si lemon, kamu naik mobil itu saja."
Zovan melirik sekilas ke arah Cakra.
"Bro, aku cuma bisa bantu sampai sini."
Menyadari tatapan para rekan
kerjanya, Nindi terpaksa memberanikan diri untuk masuk ke dalam mobil. Namun,
ia memilih untuk duduk di kursi penumpang depan.
Cakra duduk di kursi belakang,
menatap wanita yang duduk di kursi depan, lalu menghela napas dengan pasrah.
"Kamu takut aku makan kamu, ya?"
"Lagi pula, Tuan Cakra 'kan
bosnya, dan aku cuma karyawan, rasanya lebih pantas kalau aku duduk di
depan," ucap Nindi.
Nindi duduk di kursi depan dengan
perasaan tenang tanpa rasa bersalah. Namun, ia menyadari bahwa suasana di dalam
mobil segera berubah.
Sekretaris yang mengemudi tampak
begitu gelisah. Siapa sangka sang atasan bisa sampai merendahkan diri di
hadapan seorang gadis?
Seketika, ia merasa hidupnya
sempurna!
Cakra tampak begitu pasrah dan
berkata, "Tadi aku sudah lihat masalah yang kamu ajukan. Sekarang ini,
kendala teknis itu masih perlu beberapa kali uji coba dan revisi, jadi
prosesnya makan waktu cukup lama."
"Aku tahu. Aku bakal sempatin
buat datang dan memperbaikinya. Paling lama sebulan semuanya beres," jawab
Nindi.
Selama rapat berlangsung, Nindi telah
memberikan solusi terbaik untuk permasalahan itu.
Usai percakapan singkat itu, Nindi
mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Keduanya membisu tanpa meneruskan
percakapan.
Tak lama, mobil itu tiba di lokasi
acara pertemuan.
Tepat ketika Nindi bersiap untuk
turun dari mobil, Cakra tiba-tiba menerima panggilan, suaranya terdengar begitu
khawatir. "Nenek kenapa? Aku langsung ke sana!"
Sebenarnya Nindi telah turun dari
mobil, tetapi ia tak kuasa menahan diri untuk menoleh dan melihat ke belakang.
Ia teringat akan perkataan Cakra,
saat itu Sofia menerima panggilan telepon karena sang nenek tengah dalam
kondisi kritis dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Cakra tampak sedikit khawatir.
"Aku ke rumah sakit dulu. Seminarnya sudah kuatur, kamu tinggal maju dan
jelasin semuanya."
"Kamu urus saja urusanmu, biar
aku yang tangani masalah di sini," ucap Nindi.
Nindi dapat menangkap bahwa Cakra
begitu peduli kepada neneknya. Jika tidak, la pasti tidak akan panik hingga
kehilangan ponselnya tanpa sadar karena neneknya jatuh sakit.
Ia menatap mobil Cakra yang beranjak
dari tempat itu, lalu matanya menelusuri sekitarnya. Mobil rekan -rekannya
belum terlihat.
Mungkin karena kondisi jalan cukup
padat, mereka belum sampai tempat ini.
Nindi memasuki ruangan dengan membawa
dokumen dan berkasnya. Setibanya di ambang pintu, ia berpapasan dengan Sania
dan Witan. Kedua orang itu tersenyum, seakan tengah merayakan kemenangan.
Sania tampak terlebih dulu membuka
percakapan." Nindi, aku punya kabar baik. Kak Darren berinvestasi lagi ke
proyek Al punya Kak Nando, dan perkembangannya lagi pesat. Tapi, kayaknya ini
bukan kabar bagus buat kamu deh."
"Biasa saja sih," balas
Nindi dengan singkat.
Dengan tenang Nindi berkata,
"Kalian sampai nyolong data perusahaan kami buat ikut tender. Lawan kayak
gitu, nggak ada artinya untukku."
Witan segera berkata, "Nindi,
Kak Darren dapat investasi dari keluarga Ciptadi, ditambah lagi kerja sama
dengan perusahaan besar dari luar negeri, PZ Grup. Perusahaan kecil kayak kalian
mana bisa saingan sama kami sih? Mending kalian pergi sebelum Perusahaan Patera
Akasia bangkrut."
Nindi sempat tertegun. "PZ
Grup?"
Di kehidupan sebelumnya, ia memang
pernah mendengar tentang perusahaan asing ini, sebuah sindikat penipuan yang terkenal
dengan citra buruk. Mereka telah melakukan penipuan terhadap banyak perusahaan
di kota Yunaria, dengan total kerugian mencapai puluhan triliun
Saat itu, PZ Grup juga berusaha
menjalin kerja sama dengan keluarga Lesmana, tetapi mereka merasa tidak
memerlukan investasi dari investor asing. Terlebih, keluarga Lesmana waktu itu
sangat berkuasa dan tidak kekurangan dana, sehingga Darren menolak tawaran itu.
Siapa sangka, di kehidupan kali ini,
Darren tetap memilih untuk menjalin kerja sama dengan mereka. Apa pria itu
ingin segera mati?
Dengan nada angkuh, Witan berkata,
"Kamu pasti sudah pernah dengar soal perusahaan ini, 'kan. Sania yang
rekomendasikan, loh."
Ekspresi Sania tampak penuh harap.
Setelah proyek ini selesai dan
keuangan Lesmana Grup terkuras habis, ia tidak perlu lagi memedulikan keluarga
Lesmana atau menjilat si pincang Witan lagi.
Ketika saatnya tiba, Nindi harus
merasakan penderitaan yang membuatnya seperti di antara hidup dan mati.
Nindi terkekeh sinis. "Sania,
masa kamu rekomendasi perusahaan penipu ke Kak Darren sih? Kalau dia sampai
tahu, kira-kira bakal gimana ya?"
Raut wajah Sania seketika mematung.
Nindi, perempuan jalang ini, mengetahuinya? Mustahil!
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Bab Lengkap
No comments: