Bab 1598
"Nggak ikut seleksi justru lebih
baik," pikir Adriel. Dengan begitu, dia bisa hidup lebih santai. Lagi
pula, dia tidak tertarik menjadi monyet yang dipilih - pilih oleh orang lain.
Meski tidak ada maksud untuk
menyinggung, gaya bicara Adriel yang tidak terlalu sopan dan tidak menunjukkan
penghormatan penuh membuat Regina menatapnya dengan mata penuh kemarahan.
"Sudahlah, Nona Jiang. Muridku
ini memang punya pendiriannya sendiri ... "
Daniel hanya bisa tersenyum pasrah.
"Pak Daniel, bukan maksudku
untuk ikut campur, tapi kamu terlalu memanjakan muridmu ini."
Regina mengerutkan kening, melirik
Adriel dengan rasa tidak suka, lalu berkata, "Apa kamu tahu? Apa harga
yang harus dibayar Pak Daniel agar bisa meyakinakn Sekte Surgawi untuk
menyelamatkanmu? Itu adalah utang budi pada Sekte Surgawi! Tahukah kamu
nilainya? Apakah hidupmu sebanding dengan itu? Tapi kamu malah mengecewakan
niat baik Pak Daniel. Apa kamu berharap Sekte Surgawi akan terus
melindungimu?"
Serangkaian kritik yang tajam
dilontarkan seperti peluru bertubi-tubi.
Bagi Regina, Adriel hanyalah seorang
pemuda tak berdaya yang terus menimbulkan masalah, benar - benar menyebalkan!
Namun, Adriel tetap tenang.
Dia memiliki banyak cara untuk
melindungi dirinya sendiri, sehingga sebenarnya dia tidak memerlukan bantuan
Daniel.
Meski begitu, hatinya terasa sedikit
hangat. Selama ini dia sudah memberikan cukup banyak pil kepada Daniel, tetapi
tampaknya itu belum cukup untuk membalas perhatian Daniel kepadanya.
Daniel mengerutkan kening sambil
berkata, "Nona Regina, sudah cukup! Aku tahu apa yang aku lakukan!"
Regina hanya bisa menghela napas
dengan rasa kesal. Setelah mengucapkan salam perpisahan kepada Daniel, dia
tidak lagi memedulikan Adriel.
Dengan gerakan ringan, dia
mengepakkan sayapnya, terbang menuju puncak gunung.
"Kamu ini... "
Daniel menatap Adriel dengan penuh
emosi, seolah ingin mengatakan sesuatu.
"Kepala akademi, dengarkan aku
dulu," kata Adriel sambil mencoba merogoh sesuatu dari Ruang Penyimpanan
Surgawi.
"Nggak perlu bicara lagi,"
kata Daniel sambil tersenyum simpul. "Kalau kamu setuju dengan syarat
mereka, menundukkan kepala pada anak haram seperti Shawn, aku malah akan
merendahkanmu. Tapi kamu punya kebanggaan yang kokoh. Nggak buruk. Kamu pantas
menjadi putra Dito!"
"Bukan itu, maksudku..."
"Tenang saja, ini hanya sebuah
utang budi, ini bukan apa-apa!" kata Daniel dengan nada santai.
"Bukan, maksudku..."
"Sudahlah, kalau nggak berhasil,
kamu masih bisa kembali ke akademi. Ini bukan masalah," kata Daniel, mulai
memikirkan jalan keluar untuk Adriel.
"Bukan itu. Maksudku ini!"
Setelah mengatakan ini, Adriel
mengeluarkan sebuah botol kecil berisi cairan merah pekat. Ternyata ini adalah
esensi darah milik Steven!
"Apa lagi ini? Pil lagi? Aku
nggak perlu ... "
Daniel baru saja mengucapkan setengah
kalimat, tetapi dia langsung terpaku. Dia membelalakkan matanya, lalu merampas
botol itu dengan cepat. Setelah membuka tutupnya untuk memeriksa isinya,
tubuhnya bergetar hebat.
"Ini ... Ini... " Suara
Daniel terdengar sedikit gemetar.
"Benar, ini adalah esensi darah
dari master ilahi," kata Adriel sambil tersenyum.
Plak!
Daniel langsung menepuk kepala
Adriel. Dia berkata, "Dasar bocah nakal! Kenapa nggak bilang dari tadi
kalau kamu punya barang berharga seperti ini?"
Adriel tertawa kecil, lalu berkata,
"Barusan kamu bilang nggak perlu... "
Wajah Daniel langsung tampak
canggung. Dia berdeham, lalu berkata, "Omong kosong! Siapa yang nggak mau
esensi darah dari seorang master ilahi? Dengan esensi darah ini, aku bisa menerobos
ke master ilahi setengah langkah. Pada saatnya nanti, aku bisa melindungimu...
Eh, tunggu sebentar!"
Daniel yang awalnya penuh semangat
tiba-tiba terdiam. Dia memandang Adriel dengan tatapan curiga, lalu bertanya,
"Dari mana kamu mendapatkan ini?"
"Coba kamu tebak?" Adriel
tersenyum penuh misteri.
Plak!
Daniel sekali lagi menepuk kepala
Adriel, lalu membentak, "Apa kamu pikir aku ini anak kecil? Kenapa
menyuruhku menebak? Ini esensi darah master ilahi, bukan mainan! Jangan-jangan
kamu mencurinya dari murid salah satu lima kekuatan besar? Ini bisa membawa
masalah besar!"
Menurutnya, Adriel sangat mungkin
melakukan hal seperti itu.
"Nggak, nggak! Ini esensi darah
milik Steven. Dia yang memberikannya padaku... "
Adriel mengusap kepalanya yang sakit,
langsung menjelaskan agar Daniel tidak perlu khawatir.
Begitu mendengar itu, Daniel tampak
sangat terkejut.
Dia memandang botol kaca itu, lalu
menatap Adriel. Dia tampak perlahan-lahan menyadari sesuatu dan menebak, "Steven?
Apa mungkin... kamu... "
"Benar," kata Adriel dengan
senyum ringan.
"Apa kamu menjadi antek
Steven?" teriak Daniel seperti guntur, penuh dengan kemarahan.
Adriel tak bisa berkata-kata.
Adriel terdiam sejenak, merasa tidak
tahu harus berkata apa. Akhirnya, dia menjawab dengan acuh tak acuh, "Apa
kamu akan memberikan esensi darah pada seekor antek?"
Daniel terdiam, lalu berpikir sejenak
sambil mengangguk pelan. Dia menjawab, "Itu masuk akal. Kalau begitu, ini
... "
Namun, ketika dia ingin bertanya
lebih lanjut, dia melihat bahwa Adriel sudah kabur entah ke mana.
"Dasar bocah nakal!
Berani-beraninya menyembunyikan ini dariku!"
No comments: