Bab 1627
Dia membawa serta empat kekuatan
besar lainnya, meninggalkan Kota Yuria untuk menyelamatkan Wongso. Sepertinya
mereka tidak punya waktu untuk mengurusi Adriel.
Semua ini adalah informasi yang
dibawa oleh Wennie selama tujuh hari terakhir.
Saat ini, Wennie dengan separuh
pakaiannya terbuka serta napas terengah-engah, sedang bersandar di tubuh
Adriel. Dia memukul pelan dada Adriel sambil berkata dengan nada penuh keluhan,
" Kondisi tubuhmu sudah seperti ini, tapi masih saja menarikku melakukan
hal-hal seperti ini. Memangnya kamu nggak mau hidup lagi?"
Adriel yang terkenal menikmati
hidupnya, tersenyum tipis sambil meremas lembut tubuh indah di pelukannya. Dia
membalas, "Kamu hanya perlu bilang, aku ini hebat atau nggak?"
Wennie mendengus kesal, memukul dadanya
lagi, tetapi wajahnya tampak merona. Dalam hatinya, dia merasa malu bercampur
takjub.
Saat Adriel pertama kali kembali, dia
menangis tersedu-sedu, berpikir bahwa Adriel mungkin akan mati atau menjadi
orang cacat selamanya.
Namun, siapa sangka bahwa dalam tujuh
hari ini, kecepatan pemulihan Adriel begitu pesat hingga membuatnya tak
percaya. Seperti sekarang, setelah bertarung dengannya selama lebih dari satu
jam tanpa henti, kondisi Adriel bahkan lebih baik dari sebelumnya. Adriel telah
memakannya sampai kenyang, menjadikan Wennie makanan yang sesungguhnya.
Hal ini sungguh tidak masuk akal...
"Sepertinya kamu masih belum
puas, ya!"
Adriel mengangkat alisnya. Tanpa
banyak bicara, dia kembali melanjutkan pertarungan mereka, diiringi teriakan
kaget dari Wennie.
Lebih dari satu jam kemudian.
Adriel sekali lagi membuktikan pada
Wennie bahwa kondisi tubuhnya benar-benar luar biasa.
"Apa kamu ingin pergi
menyelamatkan Pak Wongso? Sekarang tempat itu sedang sangat ramai. Kalau mereka
berhasil menyelamatkan Pak Wongso, rencanamu akan gagal total."
Wennie yang berkeringat serta
terengah-engah, tetap mengungkapkan kekhawatirannya pada Adriel.
"Itu bukan masalah. Biarkan
mereka sibuk sebentar..."
Adriel tersenyum penuh arti. Selama
beberapa hari terakhir, dia telah berdiskusi dengan Nyonya Freya tentang
situasi Wongso yang terperangkap. Adriel sudah bisa menebak betapa berbahayanya
keadaan yang dihadapi oleh Wongso.
Itu adalah jebakan terakhir dari
Iblis Darah. Jika mereka berhasil menyelamatkannya, itu baru aneh.
Jika Adriel menyelamatkan orang
dengan terlalu mudah, upayanya akan terlihat murahan. Dia harus memilih waktu
yang tepat untuk bertindak, demi memaksimalkan keuntungannya.
Saat Adriel sedang berbicara dengan
Wennie, tiba- tiba alisnya berkerut. Dengan mata batinnya, dia melihat Regina
berjalan cepat mendekat. Di belakangnya, Dilan tampak berusaha keras
menghalangi dengan wajah cemas.
"Nona Regina, bosku masih dalam
masa pemulihan. Kamu nggak boleh mengganggunya."
"Pergi dari sini!"
Regina terlihat sangat tidak sabar.
"Ini rumahku. Kamu yang
seharusnya pergi!"
Pada saat itu, Adriel mendengus
dingin. Dia melangkah keluar bersama Wennie, berkata dengan nada yang tidak
ramah.
Adriel tidak punya kesan baik
terhadap Sekte Pedang. Mereka berutang budi pada Daniel, tetapi tidak
membalasnya. Itu tidak masalah bagi Adriel, karena dia paham masalahnya terlalu
besar.
Namun, setelah Daniel berlutut, dua
bersaudara ini malah bersikap dingin, menghinanya seperti menghina orang
rendahan. Hal itu membuat Adriel merasa makin muak pada mereka.
Ketika melihat sikap Adriel, Regina
mengerutkan alisnya. Namun, dia segera terkejut saat melihat Adriel.
"Lukamu sudah hampir sembuh? Nggak heran, itu adalah pil dari Sekte Dokter
Surgawi."
"Katakan saja, ada urusan
apa," kata Adriel dengan nada tidak sabaran.
Wajah Regina langsung berubah muram.
Dia makin tidak suka dengan sikap Adriel. Namun, karena ada urusan penting, dia
menarik napas panjang, menekan rasa tidak sukanya, lalu berkata dengan tenang,
"Sekte Pedang bersedia menerimamu sebagai murid sejati sekte dalam. Selain
itu, kami membutuhkan tiga Buah Dendam Darah milikmu."
Begitu kata-kata ini terucap, Wennie
langsung terkejut. Bagaimana bisa Sekte Pedang tiba-tiba ingin menerima Adriel
sebagai murid sejati?
Adriel sedikit tertegun, tetapi
ekspresinya segera berubah menjadi aneh. Dengan senyum simpul, dia menjawab,
"Maaf, aku nggak tertarik."
"Kamu..." Regina
benar-benar tidak menyangka Adriel akan menolak. Dengan wajah tidak percaya,
dia berkata, "Apa kamu tahu apa yang baru saja kamu tolak? Ini bukan sekadar
gelar murid biasa, tapi murid sejati! Dengan status itu, kamu akan setara
dengan Shawn! Ini adalah kesempatan besar!"
No comments: