Bab 1631
Dengan senyum hangat, pemuda itu
berkata, "Jadi ini Kak Adriel. Maaf atas ketidaksopananku. Aku adalah
murid Sekte Surgawi, Derin Dinata. Kakakku adalah Kiran Dinata. Nanti, kami
berharap Kak Adriel bisa membantu menyelamatkan pamanku. Atas nama kakakku, aku
ucapkan terima kasih sebelumnya."
Setelah menyebutkan nama Kiran, Derin
berhenti berbicara, menunggu dengan sabar. Tentu saja, dia menunggu Adriel
menunjukkan rasa hormat.
Bagaimanapun juga, dia adalah anggota
keluarga Dinata, sementara senior yang terjebak itu adalah pamannya. Siapa yang
tidak memandang keluarga Dinata dengan hormat?
Namun, Adriel bahkan tidak
repot-repot menanggapi. Apakah semua murid Sekte Surgawi memiliki harga diri
sebesar ini?
Seolah-olah menjadi hal yang wajar
bagi Adriel untuk datang menyelamatkan orang.
Dia menarik Yohan, lalu berkata,
"Bawa aku menemui kakakmu."
Namun, Derin segera mengerutkan
kening. Dia maju untuk menghalangi jalan Adriel. Dia berkata, "Kak Adriel,
kamu bisa beristirahat dulu. Tapi Yohan, sebagai murid Sekte Surgawi, nggak
boleh menghindari pertempuran. Itu sama saja dengan menjadi pengkhianat!"
Sikap acuh tak acuh Adriel membuat
Derin merasa tidak senang.
Setelah mendengar ini, wajah Yohan
langsung berubah. Dia berkata, "Tapi aku terluka..."
"Siapa yang nggak pernah
terluka? Kamu sekarang adalah murid Sekte Surgawi. Nggak mematuhi perintahku
berarti melanggar aturan sekte! Kecuali ..."
Sambil berkata demikian, dia melirik
Adriel dengan senyum simpul. "Kak Adriel mau membantu?"
Melihat senyumnya, Adriel mengangkat
alis sambil berkata, "Kenapa kamu sendiri nggak pergi?"
"Aku... adalah anggota tim
pengawas."
Derin tersenyum, lalu melanjutkan,
"Setiap orang punya tugas masing-masing, 'kan? Kak Adriel pasti
mengerti."
Menyuruh orang-orang wilayah tengah
mengorbankan nyawa mereka, sementara dia sendiri hanya bersantai?
Lucu sekali. Ada begitu banyak genius
yang dikirim ke danau darah itu untuk menjadi korban hanya karena sebuah
seleksi.
Adriel mempertimbangkan apakah masih
perlu menyelamatkan senior keluarga Dinata itu. Dengan anggota keluarga seperti
ini, rasanya mereka semua tidak terlalu berharga. Mungkin lebih baik
menggunakan kesempatan ini untuk menjerumuskan lima kekuatan besar sekaligus ke
dalam danau darah itu, membiarkan mereka menemani keluarga Dinata.
Wajah Yohan menunjukkan ekspresi
terhina. Dia mengepalkan tinjunya. Dia benar-benar muak dengan arogansi Sekte
Surgawi, tetapi dia tidak punya pilihan.
Adriel mengangguk pelan, lalu dengan
tenang berkata, "Hmm, aku mengerti."
Derin menunjukkan senyuman puas.
Kakaknya memang benar. Keluarga Ledora adalah titik lemah Adriel.
Namun, detik berikutnya, Adriel yang
tetap tenang langsung berkata, "Berlututlah, minta maaf, lalu tampar
wajahmu 100 kali. Aku akan memaafkan kelancanganmu."
"Apa?"
Semua orang, termasuk Yohan, mengira
mereka salah dengar.
Derin adalah anggota keluarga Dinata!
Senior yang akan diselamatkan adalah pamannya. Bisa dibayangkan betapa tinggi
status mereka.
Sekarang Adriel tiba-tiba meminta
Derin untuk berlutut meminta maaf?
Di lantai dua sebuah vila.
Regina berdiri berdampingan dengan
seorang pria tinggi sambil mengamati kejadian di bawah.
"Dasar orang udik! Nggak bisa
menahan sedikit pun penghinaan. Dia nggak memahami konsep mengatasi penghinaan,
hanya bisa menunjukkan keberanian yang bodoh. Dia bahkan berani menyinggung
keponakan Pak Wongso. Benar-benar nggak tahu diri!" cibir Regina sambil
menggelengkan kepala.
Setelah bermusuhan dengan Sekte
Pedang, kini dia menentang Sekte Surgawi?
Dia merasa Adriel memang tidak punya
otak.
Di sampingnya, pria tinggi dengan
wajah tampan serta suara lembut itu berkata, "Orang seperti ini mudah
dikendalikan. Derin baru mengujinya sedikit saja, tapi Adriel sudah menunjukkan
sifat kekanakannya. Dia sebenarnya sangat mendambakan penghormatan. Jadi begitu
disentuh, dia seperti landak yang melindungi dirinya sendiri. Sebentar lagi,
aku akan mendekatinya, berdamai, lalu memperlakukan dia dengan rendah hati.
Kalau diberi penghormatan, dia akan bekerja untukku."
"Kak Kiran, kamu benar-benar
pintar! Kamu bisa begitu mudahnya menjebak Adriel!" ujar Regina sambil
memandangnya dengan penuh kekaguman.
Kiran tersenyum simpul, lalu berkata
dengan nada merendahkan, "Adriel memang berbakat dan kuat, tapi dia nggak
punya otak. Dia nggak tahu posisinya. Kalau dia nggak mau membantuku
menyelamatkan pamanku, aku terpaksa menggunakan cara terakhir. Tapi kalau dia
bekerja untukku, dia bisa melangkah lebih jauh. Intrik ini juga untuk
kebaikannya."
Sementara itu, di tengah kerumunan,
wajah Yohan sudah berubah drastis. Dia segera ingin membujuk Adriel.
No comments: