Bab 1639
Ardi mengira identitas Adriel memang
sudah tinggi. Akan tetapi, dia tidak menyangka Adriel datang dengan identitas
yang lebih besar!
Identitasnya itu setinggi langit!
Sorot mata Ardi perlahan tampak ragu
dan dia mulai meragukan hidupnya. Mengapa dia begitu tidak beruntung sampai
bisa bertemu dengan pewaris Tabib Agung...
Pada saat ini, Liana tidak
memperhatikannya lagi. Wanita itu hanya pergi dengan hati yang berat.
"Hati-hati."
Adriel meliriknya, lalu mengumpulkan
energi sejati di tangannya.
Ardi tersenyum pahit, lalu berkata
dengan susah payah, "Merupakan suatu kehormatan untuk bisa mati di tangan
pewaris Tabib Agung... "
Pria itu tidak lagi memohon belas
kasihan. Begitu mengetahui rahasia ini, mustahil baginya untuk bisa tetap
bertahan hidup.
Ardi menutup matanya dengan pasrah.
Adriel tidak menunjukkan belas
kasihan, dia mengangkat tangannya dan memenggal leher Ardi.
Mustahil untuk menjadikan musuh yang
sudah mengetahui identitasnya sebagai bawahannya.
Dia harus mati.
Tidak lama kemudian, Adriel mengikuti
Liana keluar dari vila. Akan tetapi, Liana tiba-tiba mengerutkan kening dan
melihat ke kejauhan, lalu embusan aura yang samar-samar menerpa.
"Orang-orang dari lima kekuatan
besar ada di sini dan mereka bergerak sangat cepat."
Adriel berkata dengan suara yang
dalam.
"Tunggu di sini, aku akan pergi
membunuh seseorang."
Wajah Liana acuh tak acuh. Dia
tiba-tiba mengubah arah dan tidak berniat bertemu dengan Freya.
Sebaliknya, Liana justru mengangkat
kakinya dan melangkah ke dalam kehampaan, menuju arah aura samar yang terasa di
depannya.
Sekarang, suasana hatinya sedang
buruk dan dia perlu membunuh seseorang untuk menenangkan diri.
Adriel merasa sedikit emosional. Ini
semua hanya kebetulan bahwa lima kekuatan besar hendak digunakan sebagai karung
tinju untuk melampiaskan kekesalan Liana..
Lalu... apa yang akan dia lakukan?
Adriel berpikir sejenak, memanggil
Yohan dan bertanya di mana Regina tinggal. Kemudian dia segera pergi dengan
santai.
Pada saat yang sama.
Di sebuah kamar di sebuah vila dekat
kaki gunung.
Regina sedang mengoleskan obat ke
pantatnya dan hanya bisa berbaring di tempat tidur. Dia merasakan sakit yang
luar biasa di sekujur tubuhnya.
Terutama di pantatnya, ada rasa nyeri
yang membakar. Saat mengingat kekejaman Adriel padanya, Regina menggertakkan
gigi dengan penuh kebencian,
Regina memiliki status bangsawan.
Siapa yang berani menendang pantatnya seperti itu?
Adriel!
Pria ini memang binatang buas!
Tidak, dia lebih buruk dari binatang!
Untungnya, dia akan segera mati...
Kiran sudah berjanji pada Regina
bahwa sebelum malam hari, dia akan membuat Adriel memohon belas kasihan di
depannya dan menyuruhnya untuk melakukan apa pun yang dia inginkan.
Saar memikirkan hal ini, Regina
merasa sedikit lega. Sorot matanya bersinar dengan kilatan kebencian.
Namun, saat ini, Regina tiba-tiba
terkejut dan merasakan suara langkah kaki lembut di belakangnya.
"Siapa itu?"
"Ini kamarku, nggak ada yang
berani masuk, kecuali ... Kiran?"
"Apa kamu Kak Kiran?"
Nada suaranya tiba-tiba melunak.
Namun, orang di belakangnya berhenti
sejenak dan tidak berkata apa-apa. Nada suara Regina terdengar lembut dan
malu-malu, "Kak Kiran, jangan ke sini. Aku sedang terluka... "
Untuk memudahkan pemakaian obat,
bagian bawah tubuh Regina telanjang dan hanya ditutupi selimut tipis...
Meskipun Regina sudah menutupinya,
dia masih sangat malu. Bagaimanapun, dia dan Kiran belum memiliki hubungan yang
berarti ...
Ketika Adriel mendengar suara ini,
sudut mulutnya melengkung. Dia segera mengeluarkan syal sutra dari Ruang
Penyimpanan Surgawi.
Jangan tanya kenapa Adriel punya syal
sutra. Jika bertanya, itu hanyalah barang yang wajib dimiliki oleh seorang pria
bajingan.
Kemudian...
Dia melangkah maju dengan lembut,
lalu menutupi mata Regina dengan syal sutra ....
Adriel juga mempelajari bagian ini
dari TV. Fokus utamanya adalah menerapkan apa yang sudah dia pelajari.
No comments: