Bab 1674
"Apa-apaan ini? Kenapa kamu
datang ke sini? Kamu cari mati, ya? Cepat pergi sebelum terlambat!"
Legan langsung panik. Dia menurunkan
suaranya agar tidak menarik perhatian, buru-buru menegur Adriel.
"Siapa bilang aku datang untuk
cari mati?" balas Adriel dengan santai. Dia duduk tanpa rasa canggung
sambil menyeruput teh.
"Adriel, kalau kamu mau mati,
silakan saja. Tapi jangan libatkan kami! Orang-orang keluarga Dinata ada di
sini! Leluhur, usir dia sekarang juga!" seru Batra dengan cemas.
Legan juga merasa sedikit cemas,
hendak mengatakan sesuatu. Namun, Adriel hanya tersenyum simpul sambil berkata,
"Pak Legan, melihat kamu adalah orang yang cukup baik, aku datang untuk
memberimu peringatan."
"Sekarang, jangan terburu-buru
untuk memihak. Perjamuan untuk membagi kekuasaan di Srijaya ini nggak
sesederhana yang kamu kira," kata Adriel dengan nada penuh makna.
"Apa?" Legan dan Batra
sama-sama terkejut, hendak mendengarkan lebih jauh.
Namun, pada saat itu Adriel hanya
memutar matanya, menunjuk ke arah Batra, lalu berkata, " Kamu, pergi dari
sini."
Wajah Batra memerah karena marah,
tetapi Legan dengan tegas melambaikan tangan, mengisyaratkan agar dia mundur.
Hanya tersisa mereka berdua di dalam
ruangan.
Satu kalimat dari Adriel langsung
membuat Legan terkejut luar biasa.
"Perjamuan ini hanyalah lelucon.
Orang-orang dari Sekte Dokter Surgawi akan bertindak untuk melindungi keluarga
Janita."
Adriel membocorkan sedikit informasi
rahasia pada Legan.
Dalam pandangan para elit Srijaya,
perjamuan ini dimaksudkan untuk menentukan ulang peta kekuatan di Srijaya.
Fokus utama dari acara ini adalah
menghancurkan keluarga Janita, yang menguasai sebagian besar sumber daya di
Srijaya. Jika keluarga Janita jatuh, baru pihak lain bisa bersaing merebut
kekuasaan.
Namun, menurut Adriel ini hanyalah
mimpi di siang bolong.
Dengan Sekte Dokter Surgawi yang
berdiri di belakang keluarga Janita, rencana pembagian kekuasaan ini hanyalah
khayalan.
Setelah perjamuan selesai, acara ini
hanya akan menjadi bahan lelucon. Adriel sendiri datang bukan untuk melihat
lelucon ini, melainkan hanya untuk bermain-main dengan Regina untuk menyegarkan
pikiran.
Ketika mendengar percakapan Legan
sebelumnya, Adriel hanya bermaksud mampir untuk memberikan peringatan agar
jangan sampai dia ikut campur sembarangan.
Bagaimanapun juga, Legan bisa
dianggap sebagai orang yang baik.
"Benarkah yang kamu katakan
ini?" tanya Legan dengan ragu.
Adriel memutar matanya dengan acuh
tak acuh. Dia berkata, "Kamu masih berutang dua budi padaku. Aku akan
menggunakan salah satunya hari ini. Jangan memihak!"
Adriel menggunakan salah satu utang
budi Legan untuk membantu keluarga Buana.
Bagi Adriel sendiri, utang budi itu
tidak terlalu penting.
Setelah mendengar ini, Legan mulai
tampak ragu, tidak tahu harus bagaimana.
Namun, Adriel tidak memedulikan
keputusan pria tua itu. Dia merasa sudah cukup baik untuk memberikan
peringatan. Masa depan keluarga Buana sekarang tergantung pada keputusan mereka
sendiri.
Saat ini, tatapan Adriel berkeliling
ke seluruh ruangan, tetapi dia tidak melihat Shawn. Dia berpikir untuk
mencarinya nanti agar dia bisa menepati janjinya.
Ada masalah apa sebenarnya dengan
Bayangan Leluhur Lavali?
Saat Adriel sedang merenung,
tiba-tiba terdengar suara teriakan yang keras, "Adriel! Kamu berani muncul
di sini!"
Dengan cepat, suara itu disusul oleh
kedatangan sekelompok orang yang segera mengepung Adriel.
Orang yang memimpin kelompok itu
tidak lain adalah Derin, Adik dari Kiran.
Dulu, Derin pernah dihajar
habis-habisan oleh Adriel. Kini matanya berkilat penuh kebencian ketika
memandang Adriel. Melihat Adriel yang muncul di sini, amarahnya pun meledak.
"Adriel, apa kamu pikir dengan
menyelinap di antara orang banyak aku nggak akan mengenalimu? Meskipun kamu
berubah menjadi abu pun, aku tetap akan mengenalimu! Kamu mencari masalah
sendiri dengan datang ke sini!"
Di belakang Derin, Batra muncul
sambil menunjuk ke arah Adriel, lalu berkata, "Pak Derin, kamu harus
memberi tahu kakakmu dengan jelas! Keluarga kami nggak ada hubungannya dengan
Adriel! Begitu dia muncul, aku langsung melaporkannya!"
Dia yang melaporkan ini, ya?
"Batra, dasar kamu anak nggak tahu
malu!"
Legan dengan marah memukul meja, lalu
bangkit berdiri.
Dia tampak marah besar.
Sementara itu, Adriel hanya tersenyum
santai, memegang cangkir teh sambil menatap Derin dengan santai, bahkan tampak
enggan berbicara.
Dia hanya seorang figuran yang bahkan
tidak memiliki pacar. Adriel tidak tertarik untuk bicara banyak dengannya.
Legan menarik napas dalam dalam, lalu
berbicara dengan nada serius, "Pak Derin, aku mohon padamu untuk
memberikan aku sedikit kehormatan. Ini adalah hari besar, jangan sampai ada
pertumpahan darah. Biarkan Adriel pergi..."
No comments: