Bab 1744
"Kalau ingin membunuh Adriel,
langkahi dulu mayatku!"
Pada saat itu, Liana menggertakkan
giginya sambil berteriak dengan suara lantang. Meski tubuhnya sudah lemah, dia
kembali menyeret tubuhnya yang kelelahan, mengangkat pedang gandanya, lalu maju
untuk menghadapi lawan!
Liana tidak tahu kenapa Adriel
berusaha mengulur waktu, tetapi yang dia tahu, semua harapan kini ada pada
Adriel. Selama bisa mengulur sedikit waktu, Liana akan melakukannya!
"Dasar nggak tahu diri!"
Farhan memandang Liana dengan tatapan
dingin. Lalu, dengan sapuan lengan bajunya yang kuat, energi sejati hijau yang
dahsyat meledak. Kedua tangannya langsung meraih senjata tingkat langit yang
Liana gunakan.
Dalam sekejap, kedua tangan
bertabrakan dengan senjata tingkat langit itu, menciptakan suara benturan logam
yang memekakkan telinga, dengan percikan api yang beterbangan.
Semua orang tidak bisa menyembunyikan
keterkejutan mereka. Kekuatan Farhan sungguh luar biasa. Dia mampu menghadapi
senjata tingkat langit hanya dengan tubuhnya!
"Kalian yang nggak mengerti!
Tubuh leluhur keluargaku telah ditempa hingga mencapai tingkat besi yang nggak
bisa dihancurkan Kekuatan yang dia miliki bukan sesuatu yang bisa kalian
bayangkan!
Yasmin mendengus dingin, merasa
bangga dan puas memiliki leluhur sekuat itu.
Dalam sekejap, pertarungan pun
dimulai. Liana yang hampir kehabisan energi sejati, hanya bisa mengandalkan
tubuhnya. Dengan pedang ganda di tangannya, dia berjuang mati-matian melawan
Farhan, siap bertarung sampai mati.
Dia memaksa dirinya untuk mengerahkan
berbagai teknik bela diri yang dia kuasai, mendorong tekniknya ke batasan
tertinggi.
Namun, tak lama kemudian Adriel dan
yang lainnya segera merasa putus asa.
Jelas sekali bahwa Liana bukan
tandingan Farhan.
Farhan tampak begitu santai. Tubuhnya
seperti senjata tingkat langit. Dengan gerakan kecil jari tangannya,
pedang-pedang itu bergetar hebat, membuat tangan Liana berdarah akibat telapak
tangannya yang robek.
Sementara itu, orang-orang lain hanya
menyaksikan dengan tatapan dingin. Mereka sedang berjaga-jaga, bersiap
menghadapi kemungkinan campur tangan dari orang-orang Enam Jalur Puncak
Kematian. Jika ada yang mencoba mengganggu, mereka akan menghadapi serangan
gabungan yang mematikan.
Pengaturan seperti ini sungguh
sempurna, tanpa celah.
Sementara itu, Farhan tetap menahan
kekuatannya. Dia bertarung dengan tenang, tidak tergesa-gesa. Dengan kedua
tangannya, dia menangkis pedang ganda itu, tetap tenang dan stabil.
Farhan tampaknya tidak berniat membunuh
Liana. Pedang ganda itu menghantam tubuhnya, tetapi hanya membuat energi sejati
pelindung tubuhnya beriak, tanpa mampu melukainya.
Sebaliknya, ketika Farhan mengangkat
lengannya untuk menghantam Liana, tubuh Liana terguncang hebat, memuntahkan
darah segar, lalu terhuyung mundur.
Namun, dengan pedang ganda sebagai
penopang, Liana memaksakan dirinya untuk berdiri lagi. Wajahnya penuh tekad,
menunjukkan bahwa dia akan bertarung sampai akhir!
"Aku sungguh nggak mengerti
kenapa pemimpin Sekte Dokter Surgawi begitu keras kepala ingin
melindungimu."
Farhan mengerutkan keningnya, tampak
sedikit tidak sabar.
"Omong kosongmu banyak sekali! Teruskan
saja!" teriak Liana dengan nada tegas.
Farhan memandangnya dengan tatapan
dingin. Energi hijau berkumpul di tangannya, menyebar ke seluruh penjuru.
Dengan satu gerakan, dia mengayunkan tangannya ke depan dengan kekuatan yang
luar biasa.
Kali ini, dia bertindak dengan
serius. Ruang di sekitarnya menjadi begitu padat dan berat. Liana seolah-olah
terjebak di dalam lumpur, sulit sekali untuk dia bisa bergerak.
Ini adalah jurus andalan Farhan,
Teknik Pengikat!
Bagi orang yang terkena teknik ini,
tubuhnya seperti terikat rantai berat. Setiap gerakan menjadi sangat sulit,
serta berat tubuh tiba-tiba meningkat beberapa kali lipat.
Pada saat ini, tubuh Liana mulai
mengeluarkan suara retakan tulang, seperti akan patah. Tanah di bawahnya retak,
celah-celahnya merambat ke kejauhan, menunjukkan betapa besar tekanan yang dia
tanggung!
"Sudah cukup!"
Suara dingin Farhan bergema.
"Ah!"
Liana memuntahkan darah segar,
menjerit kesakitan. Pertempuran akhirnya mereda, debu perlahan menghilang.
Tidak ada keajaiban yang terjadi.
Liana kalah telak. Dia terbaring di tanah, wajah cantiknya berlumuran darah
serta debu, seperti bunga yang terinjak dan jatuh ke lumpur.
"Kalah..."
Wajah Wennie, Leony, serta yang
lainnya tampak pucat pasi. Kekalahan ini sudah mereka duga, tetapi pengorbanan
sebesar itu membuat mereka tidak terima serta penuh dengan amarah!
Dunia macam apa ini? Orang baik
dihancurkan, sedangkan orang jahat menduduki puncak kekuasaan?
Apakah mereka benar-benar harus
meninggalkan kebaikan, lalu beralih ke kejahatan untuk bisa bertahan hidup?
"Guru Liana!" teriak
Adriel. Matanya merah penuh kemarahan sekaligus kesedihan.
Mata Liana perlahan mulai meredup.
Dia memandang Adriel, dengan susah payah menggerakkan sudut bibirnya,
menampilkan senyuman kecil. Dia berujar, "Dasar bocah nakal, kamu jangan
menangis. Jangan mempermalukan dirimu."
No comments: