Bab 14
Dalam perjalanan pulang, Hasan
menarik gerobak di depan, sedangkan Danu mengawal di belakang. Doddy dan Sony
sedang berjalan sambil mengobrol, sementara Wira tidur di atas gerobak. Dia
sudah tidak tahan begadang dari semalam.
Doddy berkata dengan semangat, “Kak
Sony, coba cerita sekali lagi gimana Kak Wira menjual gulanya.”
“Doddy, aku sudah cerita
berkali-kali! Tenggorokanku sudah mau sakit!”
Sony pun menunduk dan bermain dengan
bajunya.
“Ya sudah kalau nggak mau cerita
lagi. Tapi kelak, panggil aku Zabran! Itu nama yang diberi Kak Wira untukku!”
ujar Doddy dengan serius.
Sony mengangkat lengan bajunya sambil
berkata, “Zabran, kenapa kamu nggak ganti baju baru? Baju ini nyaman banget,
lho!”
Setelah meninggalkan Toko Gula
Keluarga Sutedja, Wira pun berbelanja banyak. Semua orang mendapatkan dua set
pakaian dan sepatu baru.
Doddy melirik ke arah ayahnya yang
sedang menarik gerobak. Baju baru harus disimpan sampai Tahun Baru, mana
mungkin Doddy berani langsung memakainya seperti Sony. Jika tidak, ayahnya
pasti bakal langsung mencambuknya hingga harus diseret pulang dengan gerobak.
“Hoam!” Wira yang tidur di atas
gerobak sudah bangun. Saat mengamati sekeliling yang tidak ada orang, dia pun
membuka kotak uangnya.
“Paman Hasan, berhenti dulu. Danu,
Doddy, Sony, kemari, kalian masing-masing dapat 50 ribu gabak. Paman Hasan
dapat 60 ribu gabak, soalnya kerjanya paling capek. Kalian nggak keberatan,
‘kan?”
“Ng ... nggak!” jawab Sony dengan
terbata-bata.
Mereka tahu Wira pasti akan
membagikan uang kepada mereka. Namun, mereka mengira Wira paling banyak juga
hanya akan memberikan 5.000 gabak untuk mereka.
Alhasil ....
“Jangan, itu kebanyakan. Wira, kamu
sudah belikan kami begitu banyak barang. Kami sudah puas. Nggak perlu kasih
uang lagi!” Hasan menggeleng.
Jika Danu dan Doddy masing-masing
mendapatkan 50 ribu gabak dan dirinya mendapat 60 ribu gabak, totalnya sudah
160 ribu gabak.
Baik teknik menangkap ikan, Teknik
Busur Ikan maupun cara pembuatan gula putih, itu semua adalah teknik rahasia
Wira. Jika dia mencari orang untuk bekerja untuknya, semua orang juga sudah
akan berebutan kerja dengan gaji 30 gabak sehari. Jadi, bagaimana bisa mereka
menerima begitu banyak uang dari Wira?
“Benar, nggak boleh!” Danu dan Doddy
juga menyuarakan pendapat mereka.
Mereka itu kerabat, hanya dengan
ditraktir makan dan dibelikan baju sebagai imbalan saja sudah cukup.
Sony juga bersuara, “Wira, aku cuman
seorang gelandangan. Biasanya aku selalu kekurangan makanan, juga nggak punya baju
ganti. Ke mana-mana juga selalu dipandang rendah sama orang lain. Tapi selama
dua hari ini, aku sudah bisa makan enak. Sekarang, kamu juga belikan aku baju.
Aku sudah puas kok. Uangnya nggak perlu lagi.”
Bukannya mereka tidak mau
menerimanya, tetapi tidak boleh menerimanya. Jika tidak, mereka akan merasa
bersalah.
Wira pun berkata sambil tersenyum,
“Memangnya 50-60 ribu gabak itu banyak?”
Danu, Doddy dan Sony langsung
mengangguk. Namun, Hasan malah merenung.
Setelah melihat reaksi mereka, Wira
berkata, “Harga tanah seluas 600-700 meter persegi sudah butuh 5.000 gabak.
Budi punya 20 hektar tanah, nilainya paling nggak 1,5 juta gabak. Itu masih
belum termasuk bahan pangan dan uang tunai yang dia punya. Kalau mereka begitu
kaya, uang ini termasuk apa?”
Keempat orang itu langsung terkejut
dan mengangguk setelah mendengar ucapan Wira.
Enam ratus ribu gabak memang terlihat
banyak, tetapi sebenarnya masih tidak bisa dibandingkan dengan kekayaan Budi.
“Tapi, asalkan tetap berupaya keras,
kita pasti bisa segera melampaui mereka.” Wira berkata dengan senyum usil,
“Kelak, kita bahkan bisa dapat 6 juta atau 60 juta gabak.”
“Enam juta atau enam puluh juta
gabak?” Sony menggaruk kepalanya sambil termenung.
Sony hanya tahu hitungan sampai
ribuan, sedangkan puluh ribuan menandakan sangat banyak. Namun, dia tidak tahu
spesifik jumlahnya.
Danu dan Doddy hanya melongo.
Sementara Hasan yang selalu bersikap tenang juga terlihat terkejut.
“Aku kasih uang ini untuk kalian,
bukan suruh kalian untuk sembarangan foya-foya.”
Wira memasukkan batang perak ke
tangan mereka berempat, lalu berkata dengan serius, “Sony, Danu, Doddy, kalian
sudah dewasa dan cukup umur untuk menikah. Pakai uang ini untuk bangun rumah,
lalu carilah istri yang cantik dan baik. Kalau uangnya nggak cukup, nanti aku
kasih lagi. Ingat, harus bangun rumah batu yang punya pekarangan. Nanti aku
bantu desain rumahnya. Kalau kalian bangun gubuk jerami, nggak usah ikut aku
lagi kelak.”
“Menikah? Bangun rumah batu?” tanya
Sony dengan terkejut. Kemudian, dia tiba-tiba menangis dan berlutut, “Wira,
nyawaku ini sudah jadi milikmu. Kelak, kamu mau suruh aku bunuh orang juga
boleh!”
Sony tidak pernah membayangkan bahwa
dirinya bisa memakan nasi dengan lauk, minum alkohol, pakai baju bagus, bangun
rumah batu dan menikah. Namun, impian yang terasa jauh ini sudah tercapai
dengan hanya bekerja untuk Wira selama dua hari.
“Kami juga!” seru Danu dan Doddy
bersamaan.
Meskipun Hasan tidak berbicara, dia
mengangguk ringan sambil menatap uang perak di tangannya.
Biasanya, penduduk desa sudah menikah
di usia 13-14 tahun. Danu dan Doddy sudah mencapai usia itu. Mereka juga sudah
pernah mencoba mencari pasangan, tetapi tidak ada gadis yang bersedia setelah
mendengar keadaan keluarga mereka.
Hasan juga ingin mendapatkan uang
untuk membangun beberapa rumah agar kedua putranya bisa menikah.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir,
Hasan sudah punya tambahan tiga orang anak. Kedua putra yang belajar bela diri
darinya juga punya nafsu makan yang besar. Mereka sudah kerja keras selama
beberapa tahun, tetapi uang yang terkumpul masih 3.000 gabak. Entah kapan
mereka baru bisa mengumpulkan cukup banyak uang agar bisa menikah.
Sekarang, kedua putranya sudah bisa
langsung menikah dengan 160 ribu gabak ini.
Wira memapah Sony untuk berdiri, lalu
berkata, “Buat apa bunuh orang? Pokoknya kita berusaha saja untuk kerja dan
hasilkan uang supaya kehidupan kita bisa jadi makin baik.”
Keempat orang itu langsung mengangguk
dengan yakin. Mereka sudah merasa cukup senang apabila bisa hidup berkecukupan.
“Danu, Doddy!” Hasan menatap uang
perak di tangan mereka dan berkata, “Sini, Ayah bantu kalian simpan uangnya!”
Danu langsung tersenyum dan
menyerahkan uang perak itu kepada Ayahnya.
Doddy juga menyerahkan uang perak itu
dengan cemberut. “Ayah, panggil aku Zabran dong!”
Hasan mengangkat cambuk di tangannya,
lalu Doddy pun buru-buru kabur.
Melihat gerakan Doddy yang gesit,
Wira pun bertanya, “Paman Hasan, Doddy bisa menghadapi sekaligus sembilan orang
di Pasar Timur. Iwan juga bilang dia itu orang yang berlatih bela diri. Apa
kamu yang mengajari mereka?”
Sony juga penasaran.
Hasan sudah pensiun militer selama
lima tahun, tetapi tidak pernah menunjukkan kemampuannya. Waktu para warga
saling berebut air di musim kemarau, baik Hasan, Danu maupun Doddy juga tidak
pernah main tangan meskipun dimaki orang.
“Emm!” Setelah merenung sesaat, Hasan
menjawab, “Itu keterampilan bela diri yang diajarkan panglima militer dulu!”
Wira bertanya dengan penasaran,
“Kalau gitu, kamu bisa lawan berapa orang sekaligus?”
Hasan menjawab, “Tergantung. Sekarang
tubuhku sudah lemah, kalau dengan tangan kosong, aku bisa hadapi 10 orang
biasa. Kalau lawanku punya senjata dan aku tangan kosong, sekitar 5-6 orang
sudah bisa mengepungku. Kalau yang berlatih bela diri, tiga orang saja sudah
bisa menangkapku. Makanya waktu di kota, sebisa mungkin jangan berkelahi.
Orang-orang di sana punya senjata, bisa bahaya kalau dikepung!”
“Emm!”
Wira memandang ke langit, lalu
berkata, “Ayo jalannya cepat dikit. Kita harus sampai rumah sebelum gelap.
Kalau nggak, Budi pasti datang tagih utang. Aku takut dia bertindak sembarangan
ke Wulan kalau tahu dia sendirian di rumah.”
...
Buk, buk, buk!
Ada empat orang bawahan Budi yang
menendang pintu rumah Wira.
Budi berteriak, “Wira! Buka pintunya!
Sudah saatnya kamu bayar utang! Jangan sembunyi lagi! Cepat keluar dan jadilah
budakku! Selain itu, suruh istrimu mandi yang bersih. Hari ini, aku mau
menidurinya!”
Wulan sudah menggunakan sebatang kayu
untuk menahan gerbang rumah mereka.
“Mau jual ikan untuk bayar utang?”
Budi tersenyum mengejek, lalu melanjutkan, “Mana mungkin segampang itu bisa
mendapatkan 40 ribu gabak! Jangan menipuku lagi! Cepat buka pintu dan bayar
utangnya! Kalau nggak, aku dobrak ya!”
Buk, buk, buk!
Keempat bawahan itu mulai mendobrak.
No comments: