Bab 4
Di dunia ini, cara menangkap ikan
sangat bervariatif, ada menjala, memancing dan menangkap ikan. Namun, masih
belum ada yang menangkap ikan dengan obat bius.
Wira berkata sambil tersenyum, “Aku
sudah ketemu teknik rahasia yang bisa tangkap banyak ikan. Cepat makan!
Hati-hati tulangnya!”
“Teknik rahasia menangkap ikan?”
Wulan tidak begitu percaya. Dia
menjadi waswas lagi setelah mendapat perhatian dari Wira.
Namun, Wulan tidak lanjut bertanya
lagi. Kedua orang itu pun mulai menyantap makanan mereka.
Entah karena pemilik tubuh sebelumnya
terlalu jarang makan ikan atau karena ini adalah ikan liar, Wira merasa ikan
yang digoreng dengan garam ini sangat lezat. Dalam sekejap, dia pun sudah
menyelesaikan santapannya.
Wira melirik Wulan yang makan dengan
pelan. Ikannya masih tersisa setengah.
“Suamiku, aku sudah kenyang. Makan
saja ikannya!”
Saat melihat Wira yang menatap
dirinya, Wulan pun buru-buru meletakkan sendoknya dan mendorong piring berisi
ikan itu ke depan Wira.
“Aku sudah kenyang kok. Aku lihatin
kamu karena merasa kamu sangat cantik waktu makan. Cepat makan!”
Selesai berbicara, Wira pun bangkit
dan keluar dari ruangan itu.
Asal ada makanan enak, Wulan selalu
menyisakannya untuk pemilik tubuh sebelumnya.
Oleh karena itu, Wulan pun bertambah
kurus dan kecantikannya juga memudar.
“Cantik .... Suamiku!”
Wulan langsung tersipu. Dia menatap
punggung Wira dengan berlinang air mata.
Setelah menikah selama tiga tahun,
suaminya selalu memukul dan memakinya. Ini adalah pertama kalinya dia dipuji.
Wira menatap ke langit malam sambil
melamun.
Berhubung tidak ada polusi, bulan dan
bintang di langit terlihat sangat jelas dan terang. Pemandangannya sangat
indah.
Sebaliknya, kehidupan rakyat malah
begitu menderita. Mereka sangat miskin sehingga harus melewati hari dengan
penuh kegelisahan.
“Suamiku, ayo cuci kaki!”
Entah sudah berapa lama Wira duduk
melamun. Dia tersadar kembali saat Wulan membawakan seember air hangat dan
meletakkannya di depannya.
Baru saja Wira mau melepas sepatunya,
Wulan sudah berjongkok dan melepaskan sepatunya dengan telaten. Kemudian, Wulan
mengangkat kakinya dan memasukkannya ke dalam ember.
“Biar aku sendiri saja yang
melakukannya!”
Pada zaman ini, sangat wajar bagi
seorang istri untuk membantu suaminya membersihkan kaki. Namun, Wira tidak
terbiasa.
Tangan Wulan langsung gemetar!
Wira bukan hanya sudah memasak,
memberinya makan ikan dan memujinya. Sekarang, Wira juga mau membersihkan
kakinya sendiri. Apa Wira berencana untuk melakukan sesuatu terhadapnya?
Selesai membersihkan tubuh, rasa
kantuk pun melanda. Wira berkata, “Ayo kita tidur!”
Menyalakan minyak lampu saat malam
sangat menghabiskan minyak. Jadi, orang tidak punya kegiatan lain selain tidur
atau berhubungan intim.
Wulan berkata dengan suara rendah,
“Suamiku, tidur saja dulu. Aku masih harus menjahit!”
“Jangan jahit lagi!” jawab Wira
sambil menggeleng.
Keluarga Linardi sangat kaya, ayah
dan saudara Wulan adalah pejabat. Wulan juga tidak pernah belajar menjahit
sebelumnya.
Setelah menikah dengan pemilik tubuh
sebelumnya, dia baru mulai belajar menjahit demi menghasilkan uang.
Namun, pekerjaan ini sangat
melelahkan dan tidak menguntungkan.
“Emm!” jawab Wulan dengan sedikit
ketakutan.
Setelah membereskan tempat tidur di
kamar, Wulan menggelar tikar di lantai.
Wira pun mengerutkan keningnya.
“Lantainya dingin, tidur saja di ranjang!”
Wulan dan pemiik tubuh sebelumnya
selalu gagal berhubungan intim. Jadi, selama ini, pemilik tubuh sebelumnya
selalu tidur di ranjang, sedangkan Wulan tidur di lantai.
Setelah mendengar ucapan Wira, Wulan
pun ketakutan. Dia memindahkan tikarnya ke ranjang, lalu membuka pakaiannya dan
masuk ke dalam selimut. Seluruh tubuhnya mulai gemetar.
Setiap kali Wulan diizinkan tidur di
ranjang, itu artinya suaminya ingin menyetubuhinya. Namun, saat gagal, suaminya
selalu memukulinya.
“Kelak, aku nggak bakal menindasmu
lagi!”
Saat memikirkan perbuatan jahat
pemilik tubuh sebelumnya, Wira pun merasa kasihan dan menghibur Wulan.
Begitu Wulan berbaring, wangi
tubuhnya langsung menyerbak dan membuat Wira tanpa sadar terangsang. Namun,
karena sudah bekerja seharian, dia sudah sangat mengantuk.
‘Mana pernah kamu tepati janjimu?’
Wulan tersenyum getir, lalu menutup
matanya sambil berbaring di ranjang. Dia sudah pasrah akan takdirnya dan
menunggu untuk dipukul.
Namun, Wulan malah mendengar
dengkuran Wira yang teratur. Mata Wulan dibasahi air mata lagi. “Suamiku
sepertinya sudah benar-benar berubah. Dia nggak menindasku lagi .... Ah!”
Sebelum menyelesaikan ucapannya, Wira
pun berbalik dan memeluk Wulan.
Wulan menantikan pukulannya dengan
ketakutan, tetapi tubuhnya malah perlahan-lahan terasa hangat.
...
Keesokan paginya, Wira mengambil
sebatang cabang pohon siwak, lalu memalu ujungnya untuk membentuknya menjadi
sikat kecil.
Ini adalah sikat gigi pada zaman
Kerajaan Nuala!
Orang yang berkecukupan menggunakan
garam untuk kumur-kumur, sedangkan orang kaya menggunakan bahan obat
tradisional yang dibuat menjadi bubuk untuk membersihkan gigi.
Setelah menggosok giginya dengan
cabang pohon siwak itu sebentar, Wira merasa mulutnya terasa sedikit pahit.
Tiba-tiba, Wulan menghampirinya
dengan wajah tersipu. “Suamiku, sepertinya ada orang di luar!”
“Coba kulihat!”
Melihat gadis cantik yang tersipu
ini, Wira pun tersenyum. Semalam, mereka sebenarnya tidur terpisah. Pagi tadi,
entah bagaimana mereka sudah berpelukan. Setelah kumur-kumur, Wira pun membuka
pintu dan tercengang. “Paman Hasan, kenapa kalian datang begitu pagi?”
Di depan pintu, berdiri Hasan dan
kedua putranya.
Danu dan Doddy sangat mirip dengan
Hasan. Mereka berperawakan tinggi dan kurus.
Perbedaannya adalah, Danu bersifat
tenang dan dewasa, sedangkan Doddy bersifat impulsif.
Suara Hasan sangat lantang, “Kami
biasanya memang bangun pagi! Hari ini, kami harus bantu kamu ngapain?”
Danu dan Doddy menatap Wira dengan
penuh harapan.
Dulu, mereka sangat memandang rendah
kakak sepupu mereka ini. Namun, kemarin Wira sudah memberikan mereka begitu
banyak ikan.
Orang tua mereka tidak rela memakan
dua ekor ikan yang besar, tetapi ikan-ikan kecil sudah dihabiskan mereka.
Saat melihat anak-anak mereka yang
makan dengan lahap, Hasan dan Hani pun meneteskan air mata.
Danu dan Doddy bahkan juga langsung mengunyah
dan menelan daging ikan beserta tulangnya.
Saat mendengar harus membantu Wira
hari ini, mereka bertiga pun langsung datang setelah makan sedikit bubur.
“Nggak perlu buru-buru!”
Wira menguap, lalu berkata, “Wulan,
ayo buat serabi!”
Bahan membuat serabi sebenarnya sudah
tinggal sedikit. Wulan sebenarnya merasa sayang, tetapi dia tetap membuatnya.
Wira mempersilakan ketiga orang itu
masuk ke dalam rumah, lalu berkata, “Danu, Doddy, coba tangkap lima ekor ikan
dari gentong air. Kita masak sup ikan!”
Ikan yang ditangkap kemarin semuanya
ditaruh di dalam gentong air. Setelah obat biusnya hilang, mereka pun hidup
kembali.
Wira juga sudah meluangkan waktu
untuk bereksperimen dengan ‘Teknik Busur Ikan’. Sampai saat ini, semua ikan
yang dia tangkap kemarin masih hidup.
“Sup ikan!”
Danu dan Doddy langsung menelan air
ludah. Namun, mereka berdua tidak bergerak dan malah menoleh ke arah ayah
mereka.
Hasan menggeleng sambil berkata,
“Wira, kami sudah sarapan. Ikannya dijual buat bayar utang saja!”
Wira menjawab sambil tersenyum,
“Paman Hasan, jangan khawatir. Aku sudah punya cara untuk bayar utang! Kerjaan
hari ini berat. Kalau nggak kenyang, mana punya tenaga? Danu, Doddy, cepat
pergi tangkap ikannya!”
Begitu mendengar bahwa pekerjaannya
berat, Hasan pun mengangguk. Jika pekerjaannya berat, makan bubur saja memang
tidak akan cukup untuk memberi energi untuk bekerja.
Danu dan Doddy pun segera pergi
menangkap dan membunuh ikannya.
Tidak lama kemudian, serabi dan ikan
yang hangat pun selesai dimasak.
Wulan membawa seekor ikan dan sebuah
serabi ke dapur untuk makan sendiri, sedangkan Wira dan yang lainnya duduk di
meja makan.
Ikan yang dimasak pagi ini lebih
besar dari yang semalam. Berat setiap ekornya di atas sekilo.
Wira sudah kenyang setelah memakan
sebuah serabi dan setengah ekor ikan. Dia pun memberikan sisanya kepada Danu
dan Doddy.
Kedua orang itu sudah makan
masing-masing seekor ikan yang beratnya sekilo lebih, lalu juga makan tiga
serabi besar. Namun, mereka masih sanggup menghabiskan setengah ekor ikan yang
disisakan Wira dan bahkan menghabiskan supnya hingga tak bersisa.
Hasan pun memelototi kedua putranya,
lalu tersenyum malu pada Wira.
“Kak Wira, ikan yang kamu masak enak
banget! Aku nggak pernah makan ikan seenak ini! Waktu goreng ikan, Ibu juga
sayang pakai banyak minyak!”
Doddy menyeka mulutnya sambil
berkata, “Kelak, kalau ada yang berani menindasmu, aku bakal hajar mereka!
Selain Ayah dan Kak Danu, nggak ada orang di Dusun Darmadi yang bisa
mengalahkanku!”
Sejak kecil sampai sekarang, Doddy
tidak pernah makan daging sampai begitu puas. Saat ini, dia merasa Wira adalah
orang terbaik di dunia.
Danu menendang kaki Doddy, lalu
berkata sambil tersenyum, “Kak Wira, kami nggak sembarangan berkelahi kok.
Kelak, kalau kamu butuh kerja yang pakai tenaga, kasih tahu kami saja! Kami
pasti bantu! Kalau ada yang menindasmu, nggak perlu takut juga asal nggak
salah.”
Wira tersenyum sambil mengangguk.
Penduduk desa memang jujur. Asal
menerima sedikit bantuan orang, mereka pasti langsung membalas kebaikannya.
Hasan juga berkata, “Kalau ada
apa-apa, panggil saja mereka. Hari ini mau kerja apa?”
Danu dan Doddy juga menunggu jawaban
Wira dengan penuh semangat.
Setelah diberi makan serabi dan ikan
goreng, mereka tahu pekerjaan hari ini pasti sangat melelahkan. Namun, mereka
tidak takut lelah!
Wira menjawab sambil tersenyum, “Sama
seperti kemarin. Mau gali rumput jenis itu, makin banyak makin bagus.”
Doddy bertanya dengan heran, “Kak
Wira, untuk apa gali rumput jenis itu? Ayah bilang itu nggak bisa dimakan kok?”
Danu juga menatap Wira.
“Diam! Kalau disuruh gali ya gali
saja! Untuk apa tanya begitu banyak? Ingat, hal ini nggak boleh sembarangan
kasih tahu ke orang lain, ya! Kalau nggak, aku bakal patahkan kaki kalian!”
tegur Hasan dengan galak.
Semalam, Wira menggali sekeranjang
rumput, lalu langsung mendapatkan begitu banyak ikan.
Rumput yang tidak bisa dimakan itu
pasti berhubungan dengan cara Wira mendapatkan ikan. Orang yang tahu teknik
rahasia ini pasti tidak akan hidup susah lagi.
Wira sudah bersedia membiarkan Hasan
dan kedua putranya membantu. Ini adalah kepercayaan yang sangat besar terhadap
mereka. Jadi, mereka tidak boleh membocorkan rahasia ini.
Saat melihat Hasan yang begitu galak,
Danu dan Doddy langsung ketakutan. Mereka tidak berani bersuara lagi.
Selesai makan, mereka berempat pun
keluar dengan menjinjing peralatan masing-masing. Namun, mereka malah terjebak
di depan pintu.
No comments: