Bab 5
Sony berdiri di depan pintu rumah
Wira dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku.
Wira yang melihatnya pun bertanya,
“Ngapain kamu berdiri di sini?”
Danu dan Doddy langsung melangkah
keluar untuk mengepung Sony.
Mereka merasa Sony yang pagi-pagi
datang ke rumah Kak Wira pasti berniat jahat!
Sony langsung terkejut dan buru-buru
mundur. Dia berkata, “A ... aku ingin makan ikan!”
Si Sony ini benar-benar tidak tahu
malu. Wira menggeleng, lalu menjawab, “Kamu datang terlambat, ikannya sudah
habis!”
Sony berkata dengan cemberut, “Nanti
malam masih ada, ‘kan? Asal bisa makan ikan, aku nggak masalah harus ikut banu
gali rumput seharian!”
Saat berkeliaran semalam, Sony
menemukan bahwa keluarga Wira dan keluarga Hasan sudah makan ikan.
Saat berkeliaran pagi ini, dia
menemukan keluarga Wira makan ikan lagi bersama Hasan dan kedua putranya.
Setelah memikirkan keuntungan yang
dikatakan Wira kemarin, Sony akhirnya mengerti apa yang sudah dilewatkannya.
Dia sudah kehilangan dua kesempatan untuk makan ikan!
Wira berpikir sejenak, lalu berkata,
“Kalau gitu, kamu harus dapatkan dua telur ayam dulu!”
Di pedesaan, ada banyak orang yang
beternak ayam. Namun, mereka biasanya akan menyimpan telur untuk dijual.
Mendapatkan dua biji telur bukanlah hal yang mudah.
“Oke!”
Sony langsung berbalik untuk pergi.
Setelah Sony pergi, Hasan langsung
mengingatkan Wira, “Wira, telur itu cuman alasan untuk mempersulit Sony, ‘kan?
Tapi orang itu benar-benar nggak tahu malu, dia mungkin bisa mendapatkan
telurnya. Kalau dia juga bergabung sama kita, aku takut dia bakal bocorin
teknik rahasia menangkap ikan.”
Namun, Wira malah menjawab dengan
tenang, “Paman Hasan, aku butuh telur untuk tangkap ikan. Kalau dia benar-benar
bisa mendapatkannya, biarkan saja dia bergabung sama kita. Toh kalau banyak
orang, kerjaannya juga bisa cepat selesai!”
Menangkap ikan hanyalah masa transisi,
Wira tidak berharap untuk melakukan ini selamanya.
Setelah selesai berbicara, keempat
orang itu pun berangkat kerja.
Tidak lama kemudian, terdengar suara
teriakan perempuan dari rumah Surya, “Sony! Dasar gelandangan yang cuman tahu
santai-santai! Aku sudah urus makan dan minummu tiap hari, tapi kamu malah
berani curi telurku! Kalau kamu hebat, jangan pulang ke rumah ini lagi! Kalau
nggak, aku bakal patahkan kakimu!”
“Hehe, telurnya sudah dapat! Kalau
bisa bergabung sama grup penangkap ikan Wira, nanti malam aku sudah bisa makan
ikan!”
Sony berlari ke luar Dusun Darmadi
untuk mencari Wira sambil membawa telur yang dia curi.
Dengan mendapatkan dua biji telur
itu, Sony pun secara resmi bergabung dengan grup penangkap ikan Wira.
Pekerjaan mereka hari ini dimulai
dari menggali rumput. Hasan, Danu, Doddy dan Sony bertugas untuk menggali
rumput. Sementara Wira bertugas untuk mencuci rumput, lalu menghaluskannya di
lesung batu.
Berhubung kerja Wira sangat lambat,
tugas itu pun diambil alih oleh Danu dan Doddy.
Saat mereka bekerja sampai setengah,
ada banyak penduduk dusun yang mengerumuni mereka karena penasaran. Namun,
mereka hanya menonton sebentar dan langsung pergi setelah bosan.
Makan siang mereka adalah serabi sisa
sarapan tadi. Hal ini membuat Sony yang ingin makan ikan menjadi sedikit
kecewa.
Setelah sibuk sampai sore, mereka
berlima pun menjinjing sepuluh ember yang berisi serpihan rumput ke pinggir
Sungai Jinggu.
Setelah mendapat wilayah perairan
yang dalam dan mempunyai banyak ikan, Wira pun memecahkan telur ke dalam tepung
kedelai. Setelah itu, dia mengaduk adonan hingga rata dan menuangkannya ke
dalam sungai.
Hasan dan yang lainnya sangat
menyayangkan bahan yang digunakan Wira. Mereka biasanya bahkan tidak rela
memakan mi telur, sekarang adonan itu malah dibuang begitu saja ke dalam
sungai. Wira memang benar-benar boros!
Namun, dengan adanya telur sebagai
umpan, ikan yang berenang ke arah umpan pun menjadi makin banyak!
Danu dan Doddy mendengar perintah
Wira untuk menuangkan seluruh serpihan rumput ke dalam sungai.
Tidak lama kemudian, seiring dengan
serpihan rumput yang menyebar, seekor demi seekor ikan pun mengapung.
Keempat orang selain Wira langsung
bersemangat dan kegirangan.
Ternyata teknik rahasia Wira
menangkap ikan begitu mudah dan berguna.
“Cepat tangkap ikannya! Kalau biusnya
sudah habis, mereka bisa berenang lagi!” ujar Wira dengan buru-buru.
Rumput yang digunakan Wira adalah
rumput pembius ikan. Rumput ini mengandung racun yang bisa membius ikan apabila
digunakan dalam jumlah banyak. Di Kerajaan Nuala, masih belum ada yang
menyadari kegunaan rumput ini.
Penduduk desa yang mendapatkan rumput
pembius ikan biasanya juga akan membuang rumput itu ke dalam air. Namun, rumput
yang belum dihancurkan tidak bisa melepaskan racun dengan sempurna. Jika
tingkat racunnya tidak cukup banyak, ikannya tidak akan terbius.
Setelah mendengar ucapan Wira, semua
orang pun buru-buru menangkap ikan.
Hasil yang mereka peroleh sangat
banyak. Ikan besar memenuhi sepuluh ember kayu, sedangkan ikan kecil diikat ke
empat batang kayu panjang dengan tumbuhan merambat.
Wira pun mulai membagi hasil. “Paman
Hasan, Danu, Doddy, Sony, aku bakal jual ikan besar untuk bayar utang. Ikan
kecilnya untuk kalian. Gimana?”
Sony buru-buru mengangguk.
Jumlah ikan kecil yang mereka
dapatkan hari ini setidaknya ada di atas 50 kilogram. Jika dibagi, satu orang
bisa mendapatkan sekitar 10-15 kilogram. Penghasilan ini sangat besar.
Namun, Hasan malah menggeleng dan
berkata, “Jangan, meski ikan kecil nggak bernilai, kamu juga bisa menghasilkan
paling nggak 200-300 gabak dari ikan sebanyak ini. Utangmu itu 40 ribu gabak!
Meski semua ikan besarnya terjual habis, belum tentu juga kamu bisa kumpul
cukup uang!”
Doddy juga melambaikan tangannya dan
berkata dengan bangga, “Kak Wira, jual saja ikan kecilnya. Dua ikan besar yang
kamu kasih kemarin juga jual saja. Dengan cara menangkap ikan ini, kelak kita
nggak perlu takut nggak dapat makan ikan lagi!”
Danu juga mengangguk setuju, lalu
menatap Sony.
Sony mencibir, “Oke, tapi aku harus
bawa dua ekor ikan pulang ke rumah. Tadi pagi aku sudah curi telur kakak
iparku, kalau aku nggak bawa apa-apa pulang, dia bahkan nggak bakal kasih aku
tidur di kandang sapi.”
Setelah mendengar ucapan Sony, Doddy
tertawa terbahak-bahak. Hasan dan Danu juga menahan tawa mereka.
Sekarang, Sony tinggal di rumah
Surya. Biasanya saat meminta makan, dia akan selalu direpeti kakak iparnya
dulu. Malamnya, dia juga hanya bisa tidur di kandang sapi. Jadi gelandangan
memang terlihat bebas, tetapi sebenarnya sangat menderita.
“Nggak masalah. Ikan yang tersisa
juga sekalian dijual saja besok. Nanti aku pasti bagi-bagi penghasilannya!”
Wira tersenyum dan mengubah topiknya,
“Tapi besok, aku harus nyusahin kalian buat jual ikannya bareng lagi!”
Dusun Darmadi berjarak sekitar 20
kilometer dari ibu kota provinsi, jalannya juga sangat tidak rata. Wira tidak
mungkin sanggup membawa ikan yang beratnya puluhan kilogram ke kota sendirian.
Setelah mendengar ucapan Wira, Hasan
mengerutkan keningnya dan berkata, “Kita itu toh kerabat, ngapain begitu
sungkan. Nanti malam, aku pergi pinjam gerobak. Sebelum fajar, kita sudah harus
berangkat biar bisa jual ikannya dengan harga yang bagus!”
Kemudian, Wira berkata lagi, “Untuk
sementara, jangan kasih tahu orang lain dulu soal cara tangkap ikan ini. Aku
sudah punya rencana.”
Hasan mengangguk. “Aku ngerti. Rumput
dan ikan di sungai juga terbatas. Makin banyak yang tahu, ikan yang bisa kita
tangkap juga bakal makin dikit dan sulit!”
Sony juga mengingatkan, “Paman Hasan,
aku nggak bakal kasih tahu kakakku, tapi kamu juga jangan kasih tahu Bibi Hani.
Kalau nggak, nanti kakakku kasih tahu kakak iparku, terus Bibi Hani juga bisa
kasih tahu keluarganya. Dengan begitu, teknik rahasia ini pasti bakal cepat
tersebar! Biarpun kita bisa tetap tangkap ikan, harganya juga nggak bakal
tinggi lagi. Cara tangkap ikan ini nggak boleh tersebar! Kalau kita bisa kerja
begini 2-3 tahun, kita sudah bisa kaya!”
Setelah mendengar ucapan Sony, mata
Danu dan Doddy langsung berbinar.
Kalau sudah kaya, mereka sudah bisa
menggaji orang untuk kerja. Lagi pula, mereka juga tidak perlu takut kelaparan
lagi.
Hasan mengangguk. “Kita berlima boleh
kerja sama. Tapi ini teknik rahasia yang diajari Wira. Jadi, dia harus dapat
keuntungan yang lebih banyak dari kita!”
Sony mengangguk setuju.
Wira memang tidak begitu banyak
bekerja, tetapi ini adalah teknik rahasianya. Tanpa teknik rahasia ini,
kekuatan mereka berempat juga tidak akan berguna.
Hasan berkata lagi, “Habis jual
ikannya dan bayar utang, kamu lanjut belajar saja! Jangan khawatir, kami bakal
tetap kasih kamu keuntungan besar dari hasil tangkap ikan. Tapi, dengan jadi
pejabat baru bisa menghormati leluhur!”
Danu, Doddy, dan Sony memandang Wira
dengan kagum.
Dari beberapa dusun di sekitar, Wira
adalah satu-satunya pelajar yang berpeluang menjadi pejabat.
Meskipun teknik rahasia menangkap
ikan ini sangat menguntungkan, bertani tetap merupakan mata pencaharian utama
mereka.
Setelah mendengar perkataan mereka,
Wira hanya tersenyum tanpa mengatakan apa pun.
Kelima orang itu pun membawa ikan
yang mereka tangkap kembali ke dusun.
Baru berjalan tidak lama, Wira sudah
berhenti karena rasa sakit tak tertahankan yang datang dari kedua bahunya.
Doddy pun langsung mengangkat ember
yang diangkat Wira sebelumnya. Dia bisa mengangkat empat ember sendirian dan
tetap berjalan dengan cepat.
Setelah kelima orang itu sampai ke
Dusun Darmadi, semua warga dusun pun gempar melihat bawaan mereka dan mulai
mengerumuni mereka.
“Banyak banget ikannya?”
“Pasti bisa hasilkan banyak uang,
‘kan?”
“Rumah, istri dan tanah Wira sudah
terselamatkan!”
“Belum tentu! Utangnya 40 ribu gabak.
Cuman jual ikan-ikan ini saja belum tentu cukup!”
“Gimana cara kalian tangkap ikan
sebanyak ini?”
Semua warga dusun sangat iri. Ada
yang membicarakan soal utang Wira, ada juga yang mencari tahu tentang teknik
rahasia menangkap ikan.
Cara menangkap ikan tradisional
adalah dengan menjala atau memancing.
Jika menangkap ikan menggunakan jala,
jala yang dibuat dari tali rami gampang rusak setelah lama terendam air. Jadi,
para nelayan biasanya masih harus menghabiskan banyak waktu untuk mengeringkan
jala sebelum bisa menggunakannya lagi. Mereka sudah merasa beruntung apabila
bisa mendapatkan beberapa ekor ikan dalam sehari.
Sementara jika menangkap ikan dengan
cara memancing, tali pancingnya kurang kuat. Saat memancing ikan besar, talinya
mudah putus. Jadi, cara memancing hanya bisa digunakan untuk menangkap ikan
kecil.
Dalam menghadapi
pertanyaan-pertanyaan warga, kelima orang itu hanya tersenyum tanpa menjawab.
“Wira, kalau sudah dapat begitu
banyak ikan, bagi-bagi ke warga dong! Sungai Jinggu itu sungai kita semua. Kamu
nggak boleh egois!”
Tiba-tiba, seorang pria paruh baya
berjalan mendekat dengan pelan.
Pria tua ini mempunyai pipi tirus,
mata sipit dan juga berjenggot. Dia memakai jubah panjang berwarna putih dan
topi kain. Penampilannya terlihat berbeda dari warga dusun lainnya, lebih mirip
dengan seorang pelajar.
Pria tua ini adalah Agus Darmadi,
pemimpin Dusun Darmadi. Dia merupakan orang kaya yang mempunyai sekitar 20
hektar tanah.
“Benar! Ayo bagi seekor ikan buat
tiap keluarga!”
Setelah mendengar ucapan pria tua
itu, ada beberapa warga dusun yang juga setuju meski tidak banyak.
Wira memang menangkap banyak ikan,
tetapi dia juga mempunyai utang 40 ribu gabak. Uang dari penjualan semua ikan
ini juga belum tentu cukup untuk membayar utang.
Wira menatap Agus sambil mengerutkan
keningnya.
Agus sudah belajar selama 40 tahun,
tetapi dia bahkan tidak lulus ujian menjadi pelajar. Sementara pemilik tubuh
sebelumnya sudah lulus ujian menjadi pelajar pada umur 15 tahun. Hal ini sudah
membuat Agus merasa malu.
Oleh karena itu, Agus selalu
menjelek-jelekkan pemilik tubuh sebelumnya. Apalagi dalam tiga tahun terakhir,
Agus sudah sering mengarang cerita untuk memfitnah pemilik tubuh sebelumnya.
Setelah mengamati suasananya, Hasan
berbisik pada Wira, “Pak Agus memang suka ambil keuntungan. Kasih saja dia dua
ekor ikan kecil supaya dia pergi. Jangan sampai dia menghasut semua orang dan
kalian jadi ribut. Nanti reputasimu bisa hancur!”
No comments: