Bab 22
Setelah bertahun-tahun, hanya Nindi
yang berhasil melakukan teknik sulit itu.
Mereka berdua memasuki dunia game dan
bekerja sama dengan sangat baik untuk menyelesaikan misi.
Cakra berhenti sejenak dan bertanya,
"Kamu pernah main karakter Prajurit?"
"Nggak, aku biasanya main
karakter penembak."
"Coba deh kamu ganti ke karakter
prajurit, siapa tahu kamu cocok."
Mendengar hal itu, sorot mata Nindi
langsung berubah menjadi tajam.
Dalam kehidupan sebelumnya, orang itu
juga pernah memintanya memainkan karakter prajurit.
Namun, saat itu dia lebih tertarik
untuk memainkan karakter penembak, terutama karena Kak Leo sedang membutuhkan
seorang penembak di tim E-Sportnya.
Nindi terperengah, jangan-jangan
Cakra merupakan sosok yang pernah dia temui di kehidupan sebelumnya?
Dia sangat menyesal karena tidak
memiliki kesempatan untuk bertemu lagi dengan orang itu dan mengungkapkan rasa
terima kasihnya.
"Kenapa liat aku kayak
gitu?" tanya Cakra.
"Enggak apa-apa," balasnya
Nindi cepat. "Ngomong -ngomong, ada orang yang guru suka nggak?"
"Enggak, kenapa nanya gitu?
Jangan-jangan kamu lagi suka sama orang, ya?"
Cakra menyipitkan mata, berusaha
menghalangi gadis itu terlalu cepat terseret perasaan.
"Kayaknya iya" ucap Nindi
sambil menatap layar komputer di depannya.
Dia teringat pada pasangannya di
dunia online yang masih menggantung, di kehidupan sebelumnya.
Betapa menyenangkannya jika mereka
bisa bertemu di kehidupan kali ini.
Dia masih ingat dengan sangat jelas
kapan dan di mana pertemuannya dengan pria itu terjadi di kehidupan sebelumnya.
Mungkin hanya pada saat itu, dia memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya
lagi.
Ucapan itu membuat Cakra sedikit
jengkel. "Yang penting sekarang belajar, bukannya pacaran."
"Aku tahu kok, nanti kita bahas
lagi kalau ujian bersama masuk perguruan tinggi udah selesai."
Di kehidupan sebelumnya, dia bertemu
dengan pria itu setelah ujiannya berakhir.
Cakra merasa sedikit kesal. Kehidupan
asamara anak muda memang menjengkelkan.
Tanpa basa-basi, Cakra lantas menutup
komputernya, "Habis makan nanti langsung belajar, jangan main game."
Memberinya tugas tambahan, mungkin
bisa membantu mengalihkan perhatiannya dari hal yang tidak penting.
Malam itu, setelah menyelesaikan dua
set soal ujian masuk perguruan tinggi, dia merasa sangat lelah sehingga dia
tidak lagi mampu berpikir.
Ketika hendak membersihkan diri
sebelum tidur, dia baru menyadari bahwa dia sama sekali tidak membawa
perlengkapan mandi maupun pakaian ganti.
Nindi pun memutuskan untuk pergi
berbelanja kebutuhan sehari-hari.
Saat dia hendak keluar, Cakra muncul
di ambang pintu, "Mau ke mana malem-malem gini?"
Nindi merasa seperti anak kecil yang
tertangkap basah oleh orang tuanya.
"Aku mau beli perlengkapan mandi
sana baju ganti. " jawabnya cepat.
Cakra terdiam sejenak, lalu
membalikkan badan, menutup pintu, dan berkata, "Ayo."
Karena belum memiliki pengalaman
mengasuh anak, dia tidak mempertimbangkan hal ini sebelumnya.
Malam sudah larut, hampir seluruh
lampu toko telah padam.
Akhirnya, Nindi hanya membeli
perlengkapan mandi dan mengurungkan niatnya untuk membeli piyama dan sandal.
Wajah Cakra tampak datar, namun di
baliknya tersembunyi kegelisahan.
Sesampainya di apartemen, dia segera
menghubungi Zovan. "Kamu nyiąpin apartemennya gimana sih? Masa nggak ada
perlengkapan sehari -hari?"
"Gini, Bro, kamu cuma ngasih aku
setengah jam buat beresin apartemen, sementara aku juga ada urusan. Lagian,
kenapa nggak temenin dia beli barang aja, siapa tau bisa jadi kesempatan buat
kalian deket."
Cakra memang sudah terbiasa dilayani
orang lain.
Mana mungkin dia peduli dengan
hal-hal seperti ini.
"Jangan bilang kamu baru beli
tengah malam ini, ya? "tanya Zovan dengan curiga.
Cakra geram dan berkata, "Diem
deh."
Dia segera mengakhiri panggilan
telepon dan mengalihkan pandangannya ke lemari dengan sedikit rasa canggung.
Cakra mengambil sepasang sandal dan
sebuah baju pria yang masih terlihat bersih.
Dia kemudian berjalan menuju rumah
yang ada di sebelahnya.
Beberapa saat kemudian, terdengar
suara lembut dari dalam rumah, "Iya, sebentar."
Nindi membuka pintu, rambutnya yang
basah tampak meneteskan air ke pakaiannya.
Cakra tertegun sejenak, sebelum
akhirnya melangkah masuk.
Ninda terkejut, mundur beberapa
langkah, namun kakinya terpeleset dan dia terjatuh ke lantai.
Sial, malu banget!'
Hanya kalimat itu yang terus
terlintas dalam benaknya.
Namun, tubuhnya terhenti ketika
terdorong ke belakang, menabrak dada bidang seseorang. Detak jantung orang itu
terdengar jelas di telinganya.
No comments: