Bab 238
Nindi berkata dengan santai,
"Semua orang yang terlibat dalam penyebaran fitnah, ponselnya akan
terkunci, kecuali mau mengunggah ulang pernyataan permintaan maaf. Kalau nggak,
ponsel kalian bakal terkunci selamanya."
Nada bicaranya sangat tenang, tetapi
ucapannya begitu angkuh.
Serena terkekeh. "Nindi, kamu
itu terlalu gila, ya. Apa kamu pikir kode yang kamu tulis bisa bekerja?"
"Astaga! Kenapa layar ponselku
menjadi hitam?"
"Punyaku juga, layar menampilkan
unggahan ini saja dan cuma bisa mengunggah ulang nggak bisa melakukan hal
lain."
Serena yang ragu segera mengambil
ponselnya dan alhasil layarnya juga menjadi hitam.
Dia berteriak marah, "Nindi, apa
yang kamu lakukan? Buka ponselku! Apa alasanmu mengunci ponselku!"
Nindi tiba-tiba tertawa. "Jadi
kamu mengaku kalah pada taruhan ini?"
Raut muka Serena seketika membeku.
Dia baru menyadari Nindi benar-benar
bisa melakukannya.
Saat ini, suasana kelas menjadi
gaduh.
Nindi meletakkan satu tangan di atas
meja dosen sembari menatap Serena. "Kamu mau berlutut atau minta maaf
dulu?"
Serena mundur beberapa langkah.
"Apa alasanmu memintaku berlutut dan meminta maaf?"
"Jadi, kamu nggak mau mengaku
kalah dalam taruhan ini?"
Serena seketika terdiam.
Sania berdiri dan berkata,
"Nindi, kamu memang nggak kalah pada taruhan ini, tapi Nona Serena juga
masih belum kalah karena dia belum menulis kode. Jadi, kalian masih dianggap
seri!"
"Benar, kita seri!"
Serena tidak ingin berlutut dan
meminta maaf.
Nindi mencemooh, "Bukannya itu
berarti kamu nggak mau menerima kekalahan, ya?"
Sania membalas, "Nindi, kita
semua ini teman sekelas. Kamu nggak perlu bersikap keterlaluan pada orang lain.
Wajar bagi Nona Serena untuk meragukanmu, lagi pula sekarang adalah hari
pertama mengikuti kelas. Nggak ada orang yang percaya padamu begitu saja!"
Nindi bertepuk tangan sembari
melontarkan sindiran, "Luar biasa! Anjing Nona Serena sangat pandai
berbicara."
Ekspresi Sania berubah makin kusut.
Siapa yang kamu sebut anjing?
Serena mengangkat alis. "Kenapa?
Kamu iri, ya? Nggak usah banyak omong kosong. Cepat buka ponsel semua
orang!"
"Aku sudah bilang cara buat
membuka ponsel kalian itu gampang. Cuma perlu mengunggah pernyataan permintaan
maaf dan setelah unggahan itu disetujui, ponsel kalian akan terbuka."
Wajah Nindi tampak begitu dingin.
Serena tak ingin mengakui
kesalahannya dan meminta maaf.
Dia langsung menoleh dosen.
"Pak, perbuatan Nindi ini sudah keterlaluan. Tolong bantu hapus program
sederhana yang Nindi buat, Pak."
"Baiklah."
Dosen melihat sekilas Nindi.
"Meski kamu memang agak berbakat, tapi harus menggunakannya di jalan yang
benar."
Nindi tampak tersenyum karena kode
yang ditulis sangat sulit untuk dipecahkan!
Setelah mengucapkan itu, dosen mulai
menangani kode yang Nindi tulis, tetapi langsung menyadari bahwa tak peduli apa
yang dia lakukan, tetap tidak bisa memecahkan program sederhana yang Nindi
buat.
Ekspresi dosen berubah drastis,
setelah melihat Nindi dengan keheranan, beliau mulai serius.
Namun pada akhirnya, tetap tak bisa
memecahkan kode yang Nindi tulis.
Serena agak cemas. "Pak, kenapa
ponsel kami masih belum terbuka?"
Dosen merasa terkejut sekaligus malu.
"Kode ini ... aku juga nggak bisa memecahkannya!"
"Apa! Bahkan Dosen-pun nggak
bisa memecahkannya? Nggak mungkin!"
Serena tidak percaya sama sekali.
Bagaimana Nindi, bisa sehebat ini?
Dosen menekan kacamatanya, dia
terlalu meremehkan Nindi.
Dia tahu Nindi itu cukup hebat,
tetapi tak disangka akan sehebat ini!
Ponsel Sania juga terkunci dan di
dalamnya berisi banyak data penting, tetapi dia juga tak ingin mengunggah
permintaan maaf!
Dia berdiri dan langsung menuduh
Nindi. "Apa kamu tahu yang kamu lakukan ini melanggar hukum?"
Nindi memutar-mutar kapur sembari
menyeringai. "Kalau gitu, kalian juga melanggar hukum karena mencemarkan
nama baikku."
Berdebat soal hukum? Siapa takut!
Pada momen ini, beberapa polisi masuk
ke dalam kelas.
Mata Serena berbinar -binar.
"Kalian datang tepat waktu. Nindi ada di sini, segera tangkap dia!"
No comments: