Bab 28
Dia mengangkat tangannya, menutupi
wajah, menyadari betapa besar pengorbanan yang telah Nindi lakukan.
Dia tidak tahu bahwa membuat ramuan
obat itu hal yang begitu rumit.
Nando mulai merasakan penyesalan
mendalam. Dia menyadari bahwa selama ini terlalu sering mengabaikan Nindi dan
tidak mengetahui betapa besar pengorbanan yang telah dilakukan gadis itu.
2
Hal ini disebabkan oleh
ketidakmampuannya dalam menjalankan peran sebagai kakak yang baik.
Nindi bukan sedang merajuk, tapi dia
lelah karena terlalu banyak menderita.
Sudah pasti dia menderita!
Nando menatap pengurus rumah dan
berkata, " Bawa ke sini hadiah yang Nindi berikan pada Sania."
Pengurus rumah tampak terkejut, lalu
berkata, " Bukankan hadiah itu diberikan Nona Nindi sebagai permintaan
maaf pada Nona Sania? Kalau Tuan Nando mengambilnya lagi, itu tidak adil untuk
Nona Sania, kan? Dia terus merasa waspada di keluarga Lesmana, dengan anda
bertindak seperti ini, apa mungkin Nona Sania mau bertahan di sini?"
"Tuan Nando, Anda begitu mudah
luluh hanya karena semangkuk ramuan obat. Nona Sania bahkan sudah membuatkan
bubur ayam untuk Anda, sampai -sampai dia terluka." 3
Nando terdiam sejenak, pikirannya
melayang pada sosok Sania yang terluka. Hatinya merasa iba.
Dia lantas berkata, "Ya sudah,
ambil hadiah yang kuberikan padanya dan jangan sentuh sisanya."
Setidaknya, Nando harus mulai
berubah.
Malam itu, setelah Nindi pulang, dia
makan malam lalu mengunci diri di kamar tanpa keluar sama sekali.
Tidak lama, terdengar suara ketukan
pintu diiringi dengan suara Kakak keduanya, Nando. "Nindi, ini aku."
Nindi berjalan santai ke arah pintu,
membukanya dengan ekspresi datar, "Apa apa?"
"Nah, untukmu."
Pandangan Nindi tertuju pada kotak
berisi liontin zamrud yang terlihat begitu familiar baginya.
Bukankah ini hadiah permintaan maaf
yang pernah dia berikan kepada Sania?
Apa maksud Kakak kedua?
Nando berkata dengan nada bersalah,
"Nindi, aku tau dulu aku sempat ngabaikan kamu. Nih, kalungnya aku
kembalikan. Sebenernya aku bisa beli yang baru, tapi kalung ini kan penting
banget buat kamu, ya? Kamu harusnya nggak kasih ke orang lain. 11
Sepanjang hari, Nando dihantui rasa
bersalah. Dia menyadari bahwa perilakunya saat pesta tidaklah tepat.
Dia kurang bijaksana dalam mengambil
keputusan.
Nindi tampak begitu tercengang.
Dia sama sekali tidak menyangka Kakak
keduanya akan mengembalikan kalung ini!
Sungguh aneh!
Di kehidupan sebelumnya, dia tidak
pernah berkesempatan mendapatkan kembali barang-barang itu hingga ia meninggal
dunia.
Nindi menundukkan kepala, suaranya
datar saat ia mulai membuka mulutnya, "Enggak usah deh, nggak
baikmengembalikan barang yang udah dikasih."
"Nindi, terima aja ya. Kalau
nggak, aku bakal terus merasa bersalah sama kamu. Anggap aja ini permintaan
maafku, ya?"
Ini memang bisa dianggap permintaan
maaf?
Dia telah menamparku, lalu memberiku
sebuah hadiah?
Nindi menatap Sania yang bersembunyi
di sudut ruangan, dengan sengaja dia meninggikan suaranya, "Kak Nando, aku
harus marahin kakak. Hadiah itu kan udah aku kasih ke Sania dengan tulus,
kenapa malah kakak ambil gitu aja? Kakak nggak mikir Sania bakal sakit hati? Iya
kan, San!"
Nando menoleh dan pandangannya jatuh
pada sosok Sania. Seketika, dia kembali merasa bersalah.
Terlebih, dia belum pernah menanyakan
masalah ini pada Sania.
Dengan terpaksa Sania menampakkan
dirinya, dan berkata, "Kak Nindi, aku emang sengaja menyimpan hadiah itu
buat sementara waktu. Aku senang bisa mengembalikannya. Aku sadar diri kok,
mana pantas aku menerima barang semahal itu."
Sanía berbicara dengan nada sangat
tulus.
Sania pun segera berbalik dan pergi
dari sana. Dia tampak menyeka air matanya, wajahnya terlihat begitu sedih.
Dengan panik, Nando pun memanggilnya,
"Sania!"
Nindi menyandarkan dirinya di ambang
pintu, "Kak Nando, lebih baik kamu tenangkan dia," ucapnya.
Nando dengan bibir yang rapat
berkata, "Nindi, aku tulus minta maaf sama kamu, tapi kenapa kamu sengaja
berbicara kata-kata yang menyakiti hati Sania?" 2
Oke, aku akui memang tidak adil dan
itu membuatmu merasa teraniaya. Tapi kan ini bukan salah Sania!
"Kamu harus ingat, Ayahnya
pernah menyelamatkanmu!"
Nindi menunjukkan senyum yang dingin.
Seperti dugaannya, semuanya tetap
sama.
Hampir saja dia terkecoh.
No comments: