Bab 34
Nindi bersandar di kursi belakang dan
menanggapi dengan gumaman malas.
Dia tidak tertarik sedikit pun dengan
semua ini.
Melihat Nando tampak tidak marah,
Sania merasakan firasat buruk.
Nando menoleh kepadanya sebentar.
"Sania, kamu harus berusaha lebih baik lagi. Kamu masih punya kesempatan
di ujian masuk perguruan tinggi. Nggak akan ada masalah yang bisa mempengaruhi
performamu lagi."
Sania merasa sangat tertekan.
Nilainya turun karena urusan tim.
Kenapa keluarga Lesmana tidak terpikir untuk memberi kompensasi kepadanya?
Mereka bahkan mengambil kembali
Kalung zamrud yang telah diberikan kepadanya.
Keterlaluan!
Sikap Nando terhadap Nindi sudah
mulai berubah. Dia harus menemukan cara untuk
menghentikannya!
Mobi mereka tiba di restoran mewah.
Nindi keluar dari mobil dengan wajah
cemberut.
Daripada memandangi wajah Sania dan
Nando, lebih baik dia pulang dan latihan soal!
Sania terkejut saat melihat restoran
di depannya." Restoran ini! Kak Nando, ternyata kamu sangat pilih kasih.
Aku pernah mengajakmu pergi ke sini, tapi kamu nggak mau."
Nindi melirik ke arah restoran itu.
Di kehidupan sebelumnya, restoran ini
sangat terkenal dan memiliki penilaian tinggi. Siapa pun yang ingin makan di
sini perlu mendaftar sebagai anggota terlebih dahulu.
Meski begitu, tetap banyak orang kaya
yang berbondong-bondong datang dan merasa bangga menjadi anggota restoran ini.
Sekarang, restoran ini masih baru
buka.
Nando mendesah. "Aku waktu itu
terlalu sibuk. Sekarang sudah, 'kan? Aku membawa kalian ke sini."
"Aku cuma kebagian untung dari
Kak Nindi. Tapi aku sangat senang."
Sania diam-diam mengeluarkan ponsel
dan mengambil beberapa foto untuk dipamerkan di status.
Nando spontan melihat ke arah Nindi
dan menyadari bahwa Nindi sangat tenang, tidak sebahagia Sania.
Ketika Nindi masuk ke dalam restoran
dan menunggu lift, dia tiba-tiba melihat sosok yang samar-samar lewat di lantai
dua.
Dia tertegun. Itu 'kan Cakra!
Nindi mengira dia salah orang, tetapi
meski hanya dari samping, wajah itu benar-benar mirip Cakra!
Cakra ditemani oleh seorang wanita
cantik berambut hitam dan berkaki jenjang.
Nindi melihat sekilas dan cepat-cepat
mengalihkan pandangan.
Jantungnya berdegup kencang.
Dia baru mengirim pesan kepada Cakra,
tetapi belum dibalas.
Mungkinkah dia sedang berkencan?
Perasaan Nindi menjadi rumit. Cakra
sangat tampan dan mapan. Wajar saja kalau pria itu punya banyak pengagum.
Namun, dia pernah bertanya kepada
Cakra apakah dia punya pacar, dan pria itu menjawab tidak.
Apakah statusnya berubah secepat ini?
Nindi masuk ke dalam ruang pribadi
dengan linglung. Mengeluarkan ponselnya lagi, masih belum ada balasan dari
Cakra.
Apakah situasinya sekarang tidak
memungkinkan untuk membalas?
"Kak Nindi, kamu sedang apa? Kak
Darren video call, cepat ke sini. Mumpung dia punya waktu."
Nindi tersadar dari lamunannya dan
melihat video call yang sudah tersambung di ponsel Nando.
Wajah serius Darren tergambar di
layar.
Memberikan kesan menakutkan meskipun
tidak marah.
Dia berjalan mendekat dengan tenang.
"Halo, Kak Darren."
Nindi hanya menyapa dan tidak bicara
lagi.
Suasana terasa agak dingin selama
beberapa saat.
Karena di masa lalu, dialah yang
berusaha menghangatkan suasana setiap kali bersama kakak pertamanya.
Namun, kakaknya inilah yang
mengusirnya dari keluarga Lesmana tanpa uang sepeser pun di kehidupan
sebelumnya.
Jadi, dia tidak ingin menyia-nyiakan
usahanya lagi sekarang.
Darren mengerutkan kening.
"Nindi, aku tahu nilaimu meningkat pesat, tapi jangan terlena dan berpuas
diri. Nilai Sania menurun cukup serius, jadi kamu harus lebih banyak
membantunya lagi. Kita ' kan keluarga." 2
Nindi mendengus. Kata-kata itu tidak
ada bedanya dengan ucapan Nando.
Dia menjawab dengan nada tidak sabar,
"Kak Nando sudah membayar guru les untuknya. Dia nggak butuh aku."
"Nindi, kenapa kamu ini? Aku
nggak sedang meminta pendapatmu, tapi ini perintah. Kamu harus bantu Sania
meningkatkan nilainya. Mengerti? 11
Sebagai anak tertua, Darren selalu
tegas kepada adik -adiknya dan tidak pernah ragu dalam mengambil keputusan.
Dia mendengar bahwa Nindi sedikit
berubah akhir-akhir ini. Karena sebuah kekesalan, dia semakin menjauh dari
keluarganya.
Nindi perlahan menolehkan kepalanya
dan menatap Darren dalam panggilan. "Aku menolak."
Dia tidak mau!
Darren langsung kehilangan
kesabarannya. "
Katakan sekali lagi!"
No comments: