Bab 44
Leo semakin kesal dengan Yanuar.
"Argh, sudahlah! Percuma ngomong sama bocah! Lain kali, aku yang langsung
bicara empat mata sama orang tuamu!"
"Ayo, naik mobil!" ujar Leo
meraih pergelangan tangan Nindi.
Nindi, meskipun refleks ingin menarik
tangannya, pada akhirnya harus mengikuti kehendak Kakak Keenamnya dan masuk ke
dalam mobil.
Sementara itu, Sania ikut mengejar.
"Kak Leo, kamu marah ya sama omonganku tadi? Tapi yang aku bilang itu 'kan
memang fakta. Aku nggak mau kalian ribut. Lagian, Yanuar itu juga anak keluarga
kaya dari Kota Yunaria. Kalau sampai berantem, kakak bakal kesulitan berhadapan
sama keluarga Gunawan di Kota Yunaria."
Amarah Leo sebenarnya sedang berada
di puncak.
Namun, hatinya langsung meluluh usai
mendengar Sania memanggilnya. "Kalau sampai berita ini sampai di telinga
Kak Darren, dia pasti akan mencari masalah dengan keluarga Gunawan!"
Sania seketika tercekik, hatinya
merasa tidak nyaman.
Pada akhinya, perlakuan mereka
terhadap si adik kandung memang berbeda.
Oh, lalu kenapa Leo bisa tiba-tiba
muncul di sini?
Sania sengaja bertanya, "Eh, Kak
Leo, bukannya selalu sibuk? Kok tiba-tiba hari ini bisa senggang dan jemput
kami pulang sekolah?"
Leo diam-diam melirik Nindi. Wanita
itu hanya diam dan terus menatap keluar jendela, seolah tidak mendengar
percakapan di dalam mobil.
Melihat sikap cuek Nindi, Leo merasa
sedikit geram. Namun, dia segera menahan emosinya.
Bagaimanapun, dia datang untuk
berdamai dengan Nindi.
Leo akhirnya membuka suara,
"Yah, aku 'kan sudah lama pindah dari rumah. Jadi, sekalian lihat
kalian."
Sania melihat tatapan Leo yang terus
terarah pada Nindi, segera menyadari tujuan kedatangan Leo. Mungkin Tim E-Sport
belum menemukan pengganti yang tepat.
Nindi yang duduk dengan wajah
cemberut, terus menatap pemandangan di luar jendela.
Namun, ketika lamunannya terbuyar,
dia baru sadar bahwa mobil ternyata tidak berhenti di kediaman keluarga
Lesmana, melainkan berhenti di pusat pelatihan.
Di hadapannya, terlihat papan nama
LeSky Gaming, dengan berbagai poster promosi yang menempel di dinding.
Nindi sama sekali tidak menyangka
mereka akan datang ke sini. Begitu keluar dari mobil, banyak orang langsung
berlari menghampiri dan mengerumuninya.
"Selamat datang, Sang Master!
Selamat bergabung dengan tim kami!"
"Master Nindi, boleh minta tanda
tangannya?"
"Master Nindi, ajarin dong
tutorial kombinasi dua belas serangannya!"
Nindi refleks mengernyit, merasa
sangat terkejut. Dia bahkan belum memberikan persetujuan untuk bergabung dengan
Tim E-Sport.
Leo segera memanfaatkan situasi dan
angkat bicara, "Sudah, sudah. Jangan menakut-nakuti adikku, ayo
makan."
Sembari dikerumini keramaian, Nindi
terpaksa ikut memasuki kantin pusat pelatihan.
Sementara itu, wajah Sania
benar-benar kusut.
Leo, menyadari adiknya yang tampak
kesal, berusaha menjelaskan, "Sania, kamu tahu sendiri ' kan kondisi
timku. Kami belum menemukan Penembak yang tepat, hanya Nindi yang memenuhi
kualifikasi. Jadi, aku ingin memperbaiki hubungan dengannya."
"Aku paham kok, Kak Leo. Nggak
perlu dijelasin lagi. Masalah kemarin juga ada hubungannya sama aku. Nanti aku
bakal ikut minta maaf sama kamu, semoga Kak Nindi bisa maafin kita. Suatu hari
nanti, kita semua di tim yang sama, aku bakal bantuin persediaan dan kebutuhan
kalian!"
Senyuman manis Sania membuat Leo
merasa lega.
Leo tahu, adik kecil satunya itu
bukan wanita yang berpikiran picik, sifatnya juga tidak sekeras Nindi yang
sulit dihadapi.
Namun, begitu Leo berbalik pergi,
senyuman manis Sania langsung luntur, ekspresinya berubah seketika. Bak seorang
aktris ulung, dia kembali menyatu dengan kerumunan dan berjalan menuju kantin.
Nindi didorong masuk ke kantin,
melihat di dalamnya ada sebuah spanduk besar yang bertuliskan, "Selamat
datang Master Nindi! Selamat bergabung dengan Tim E-Sport!"
Seketika itulah dia merasakan ada
yang tidak beres.
Cepat-cepat, Nindi mengeluarkan
ponselnya dan mengirim pesan kepada Cakra, "Bisa jemput aku?"
Di bawahnya, Nindi juga membagikan
sebuah tautan alamat.
Leo mendekat ke arahnya, tampak
canggung. "Aku tahu, terakhir kali di Babak Penyisihan Ulang adalah
kesalahanku. Aku nggak seharusnya bertindak impulsif padamu. Setelah
kupikirkan, aku benar -benar menyesal. Hari ini, di hadapan banyak orang, Kak
Leo minta maaf ya. Maafin Kakak ya, Nindi."
Nindi terpaku di tempat, menatap
spanduk yang tergantung. 'Haha! Ini konyol!' batinnya.
Nindi perlahan mendongak, sorot
matanya berubah
tajam dan gelap. 'Orang-orang seperti
ini, memang layak dipukul!'
No comments: