Bangkit dari Luka ~ Bab 48

Bab 48

 

Cakra seketika menyadari sesuatu yang aneh pada wajah Nindi. Wajahnya terlihat pucat dan lesu, seolah-olah ada yang tidak beres.

 

Ketika dia meraba dahi Nindi, suhu tubuhnya tidak menunjukkan tanda demam.

 

"Di mana yang nggak nyaman?" tanya Cakra cemas.

 

Nindi merasakan telapak tangan Cakra yang dingin, suaranya pun terdengar parau dan lemah. "Perutku sakit, mungkin karena tadi makan terlalu pedas."

 

Nindi sudah terlalu lama tidak menyantap makanan seperti itu. Kemungkinan perutnya kesulitan beradaptasi.

 

Cakra menarik tangannya kembali, berbalik untuk mengambil tablet pencernaan dan meletakkan segelas air di depan Nindi.

 

Nindi dengan lesu menelan tablet pencernaan itu.

 

Cakra memandangnya sebentar, lalu mengangkat pensilnya dan berkata, "Sudah, nggak usah dikerjakan lagi. Hari ini istirahat saja."

 

Nindi sedikit merasa tidak nyaman. Entah kenapa, dia merasa mungkin tamu bulanannya juga sudah datang.

 

Baru saja beranjak berdiri, Nindi seketika merasakan arus deras dalam tubuhnya.

 

Tubuhnya seketika kaku, sudah menduga hal ini terjadi.

 

Dengan cepat, Nindi berlari ke toilet. Benar saja, jejak merah segar sudah nampak di celana dalamnya, pertanda haidnya datang.

 

'Gimana nih?' pikir Nindi panik.

 

Nindi baru ingat kalau sekarang dia sedang berada di apartemen, bukan di rumah.

 

Dia tak membawa pembalut, dan itu jadi masalah.

 

Sebenarnya Nindi sudah berniat membelinya sepulang sekolah tadi. Namun, karena Yanuar tiba-tiba mengungkapkan perasaannya, dan Leo tiba-tiba membawanya pergi.

 

Pada akhirnya, dia pun terlupa.

 

Melihat Nindi tak kunjung keluar dari toilet, Cakra mulai khawatir. Dia mengetuk pintu dengan cemas. "Nindi, kamu jatuh ya?"

 

"Ermm... Kamu, kamu bisa beliin aku sesuatu nggak?" Suara Nindi terdengar ragu dan cemas.

 

"Bisa, kamu keluar dulu baru bicara."

 

"Aku nggak bisa keluar sekarang," balas Nindi.

 

Cakra mengerutkan alisnya, mulai khawatir. "Ada apa? Katakan yang sebenarnya!"

 

"Aku lagi datang bulan."

 

Wajah Nindi langsung merah padam.

 

Sejak kecil, di sekelilingnya hanya ada kakak-kakaknya, yang semuanya laki-laki. Mereka tak begitu paham tentang hal-hal seperti ini.

 

Saat pertama kali haid, pelayan rumah yang membantu merawatnya.

 

Cakra berdiri di pintu. "Datang bulan? Maksudnya, haid?"

 

"Em..ya"

 

Suaranya semakin kecil, menahan rasa malu.

 

Bagaimanapun, itu adalah hal yang sangat pribadi.

 

Mendengar itu, Cakra merasa lega. "Oke, aku pergi beli, tunggu sebentar."

 

Nindi duduk sendirian di toilet, menunggunya kembali.

 

Entah kenapa, ada perasaan tenang yang sulit dijelaskan.

 

Cakra segera pergi ke minimarket yang ada di bawah gedung apartemen. Ketika sampai di deretan produk pembalut wanita, dia terhenti sejenak. Berbagai pilihan yang ada membuatnya sedikit bingung.

 

Seorang gadis pegawai melihat Cakra, pria tampan itu, dan matanya langsung bersinar.

 

Namun, hatinya langsung pupus begitu melihat Cakra berdiri di antara deretan pembalut wanita. Sepertinya pria ini sudah ada yang punya.

 

Pegawai itu segera mendekat. "Kak, mau beli untuk pacarnya ya? Untuk pemakaian siang atau malam? Di sini ada pembalut dingin, cocok banget di musim panas, tapi harganya lebih mahal."

 

Cakra menunjuk ke arah berbagai pilihan pembalut itu. "Aku mau semuanya."

 

"Semuanya?" Pegawai itu terkejut.

 

Cakra mengangguk dingin. "Hmm."

 

"Untuk pemakaian sebulan, nggak perlu sebanyak itu, kak. Mungkin bisa beli satu paket setiap jenis. Ada paket yang mungkin pacar kakak suka?" tanya pegawai itu lagi.

 

Cakra hanya menjawab dengan nada dingin, "Boleh, terserah."

 

Pegawai itu segera menyiapkan semua yang diminta, lalu bertanya lagi, "Pacar kakak butuh wedang jahe juga nggak?"

 

Cakra berhenti sejenak, "Boleh."

 

Pegawai itu mengambil sebotol wedang jahe dan sebatang cokelat, sambil dalam hati merasa iri dengan wanita yang beruntung memiliki perhatian Cakra.

 

'Cari di mana ya, abang ganteng begini? Selain tampan, perhatian lagi,' ucap pegawai itu dalam hati. 3

 

Sembari menenteng tas belanja, Cakra mendengar suara dari samping. "Loh, Kak Cakra! Kamu beli apa sampai sebanyak ini?"

 

Zovan tampak heran dan mengerutkan bibirnya." Eh, kalau nggak salah lihat, itu pembalut ya? Kak Cakra, ternyata kamu hobi ginian?"

 

Zovan mengernyitkan dahi, curiga dengan apa yang terjadi. 'Seorang Cakra Julian yang biasanya cuek, tiba-tiba begitu perhatian?'

 

'Wah, ada yang nggak beres nih,' pikir Zovan.

 

'Mereka berdua bukannya ditakdirkan... nggak berjodoh, ya?'

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 48 Bangkit dari Luka ~ Bab 48 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on February 20, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.