Bangkit dari Luka ~ Bab 49

Bab 49

 

Cakra melirik Zovan dengan tatapan dingin. "Kamu ngapain ke sini sih?"

 

Zovan menyeringai lebar, tak peduli dengan nada dingin itu. "Aku lagi gabut. Jadi, ya nemenin kamu. Hehehe."

 

"Hm. Kalau gitu, kamu bisa pergi sekarang," balas Cakra ketus.

 

Sembari membawa kantong belanjaan, Cakra berjalan menuju lift. Namun, tentu saja, Zovan tetap mengekor di belakangnya. "uhh, dingin banget. Aku malah makin pengen nempel."

 

Seakan tak tahu malu, Zovan juga ikut masuk ke dalam lift apartemen bersama Cakra. Matanya melirik kantong belanjaan yang dibawa temannya itu. "Wah, wedang jahe? Seriusan, ini kamu beli? Si bocah lagi datang bulan, ya?"

 

"Hm," gumam Cakra acuh.

 

"Ya ampun! Kalau aku nggak lihat sendiri, aku nggak akan percaya kalau seorang Kak Cakra Julian, bisa beli barang kebutuhan wanita sampai wedang jahe segala. Kamu perhatian banget, Kak."

 

Perlu dicatat, sosok Cakra Julian selama ini selalu dikenal sebagai pria dingin yang jarang menunjukkan kepedulian terhadap wanita.

 

Bukan karena tidak laku, justru dia malah sering dikelilingi banyak wanita yang memujanya, layaknya semut mengerubungi gula.

 

"Tunggu. Jangan terlalu berisik," tegur Cakra, melirik tajam pada Zovan. "Jangan sampai si bocah kaget."

 

Usai memperingati Zovan, Cakra masuk lebih dulu ke dalam unit, dan langsung menuju kamar mandi sembari mengetuk pintunya pelan. "Barangnya sudah kubeli."

 

Mendengar suara pria itu, Nindi perlahan mendekat ke arah pintu, wajahnya semakin memerah.

 

Tak lama kemudian, tangan ramping Nindi muncul dari celah kecil pintu.

 

Dengan sigap, Cakra menyerahkan kantong belanjaan itu padanya. Nindi tertegun sejenak. Kantong itu terasa cukup berat. 'Dia beli sebanyak ini?'

 

Setelah menutup pintu, dia memeriksa isinya dan hampir tertawa. Beragam merek pembalut tersusun di dalamnya.

 

Tampaknya karena bingung memilih, Cakra memutuskan untuk membeli semuanya.

 

Tak lama kemudian, Nindi keluar dari kamar mandi.

 

Matanya langsung menangkap sosok pria asing yang duduk santai di sofa.

 

Nindi seketika merasa agak canggung.

 

Zovan melambaikan tangan dengan senyum ramah. "Halo, Dik! Aku sahabat baik Kak Cakra."

 

Nindi tersenyum kecil, berusaha rileks. "Ooh, ternyata kamu."

 

Nindi memang tahu kalau pemilik rumah yang dia tinggali saat ini adalah milik teman Cakra.

 

Juga waktu restoran itu dikosongkan, dia bisa mengusir kakak keduanya dan Sania karena dia mengandalkan nama Zovan.

 

"Kak Cakra pernah cerita tentang aku?" goda Zovan, matanya berbinar jahil. "Apa dia bilang sesuatu yang buruk?"

 

"Nggak, kok," balas Nindi cepat. "Aku cuma mau bilang terima kasih langsung ke kamu karena sudah pinjamin rumahmu."

 

Zovan terkekeh santai. "Santai aja. Kamu tinggal di sini juga nggak masalah. Rumahku ada banyak. Aku jarang ke sini."

 

Tak lama, Cakra keluar dari dapur, membawa segelas wedang jahe hangat, dan menyerahkannya kepada Nindi.

 

Nindi sangat terkejut menerima gelas itu.

 

Tidak disangka, pria ini bisa sebegitu perhatiannya.

 

Dengan hati-hati, dia menerima wedang jahe itu. " Makasih ya," ucapnya pelan.

 

"Habis minum, langsung istirahat," ujar Cakra memasang wajah datar khasnya.

 

Nindi mengangguk patuh. Saat menyesap wedang jahe itu, dia merasa jauh lebih nyaman.

 

Dia menundukkan pandangannya. Entah sejak kapan terakhir kali ada yang begitu peduli padanya.

 

Diam-diam, Nindi mencuri pandang ke arah Cakra. Ada rasa aneh yang tak bisa dia jelaskan. Narnun, dia segera menepis pikirannya sendiri. 'Mungkin dia hanya bersimpati.'

 

Bagaimanapun, Nindi sendirilah yang mengambil inisiatif, bahkan memaksa untuk menginap di ruang UKS demi menyelesaikan tugas.

 

Namun, ingatannya tiba-tiba melayang ke hari itu di restoran. Saat itu, Cakra sedang menikmati makan malam bersama seorang wanita cantik. Rasanya tak perlu diragukan, pria seperti Cakra pasti menarik hati banyak wanita.

 

'Lagian, Cakra jauh lebih tua. Cowok tampan dan dewasa begini, jelas banyak yang ngejar, 'kan?' Nindi berusaha menenangkan pikirannya.

 

Nindi segera mengalihkan pandangan, bangkit menuju ruang kerja untuk membereskan tasnya. Setelah memastikan semuanya rapi, dia pamit untuk kembali ke unit apartemen sebelah.

 

Begitu Nindi pergi, Zovan langsung melirik Cakra dengan senyum penuh arti. "Kak Cakra, kamu nggak takut terlalu baik sama dia?" tanyanya menggoda.

 

"Kamu yang kebanyakan omong," balas Cakra dingin.

 

"Aku cuma mau ingetin. Jangan lupa, wajahmu itu udah kayak Dewa Romawi. Cewek mana sih yang nggak meleleh? Apalagi kalau kamu baik sama mereka. Hati-hati loh, kalau dia sampai jatuh cinta sama kamu."

 

Sedari tadi, Zovan terus memerhatikan gerak-gerik serta tatapan Nindi terhadap Cakra. Pemikiran anak gadis memang gampang ditebak.

 

Cakra hanya mengangkat bahu dan duduk santai di sofa. "Dia sudah punya gebetan," ujarnya santai.

 

"Siapa?"

 

"Nggak tahu, dia nggak pernah cerita."

 

Zovan menghela napasnya. "Aduh, dasar nggak peka. Kalau dia nggak bilang, itu sudah pertanda. Tandanya, ada kemungkinan orang yang dia suka itu kamu."

 

Cakra hanya tersenyum tipis. "Jangan terlalu banyak menduga-duga."

 

Zovan menggelengkan kepala. "Aku cuma ngingetin, Kak. Jangan sampai kamu nggak bisa keluar dari masalah ini. Kalau mau bantu dia, bisa kok dengan cara yang nggak berlebihan. Tapi ... seriusan, kamu nggak merasa kalau perhatianmu ke dia sudah kelewat batas?"

 

"Kamu nggak tahu, Zovan. Hidupnya di keluarga Lesmana itu lebih sulit dari yang kamu bayangkan."

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 49 Bangkit dari Luka ~ Bab 49 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on February 20, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.