Bab 23 Kedua Orang Itu
Punya Ikatan Emosional
Saat pria itu masuk ke
dalam lift, udara di sekitarnya menjadi menegang.
Saat dia tidak menatap
orang, dia terlihat seperti seorang biksu yang tenang. Namun, saat dia menatap
orang, dia terlihat berbahaya dan kejarn. " Cepat katakan."
Direktur mengusap
keringat dinginnya dan berkata, "Jangan khawatir, Tuan Jason. Dokter Fenny
di rumah sakit kami adalah ahli di bidang ini. Selama dia merawat Tuan Besar
Girin, beliau pasti akan baik -baik saja!"
Siapa lagi orang yang
bisa ditakuti oleh begitu banyak tokoh penting kalau bukan kepala keluarga
Apdi?
Manik-manik di
pergelangan tangan Jason berputar -putar. Dia menatap direktur dan berkata,
"Tapi informasi yang aku dapatkan nggak seperti itu."
"Tuan Jason, ka,
kami benar-benar tidak menipu Anda," kata wakil direktur dengan
terbata-bata." Meski kami punya seribu keberanian, kami tidak akan berani
mengabaikan kondisi kesehatan Tuan Besar Girin! Beliau itu berasal dari
keluarga Suherman!"
Jason tidak berkata-kata
lagi. Dia hanya berdiri tegak dengan anggun dan menunggu lift sampai di lantai
6.
Makin dia seperti ini,
makin menakutkan aura yang dipancarkannya.
Kaki direktur sudah
mulai melemas.
Akhirnya lift tiba di
lantai 6, tetapi Jason malah membiarkan mereka keluar duluan.
Mereka juga mengerti.
Dia melakukannya agar identitasnya tidak terungkap.
Namun, siapa yang bisa
memberitahunya kenapa Dokter Fenny berdiri di ruang observasi?
Jason juga berhenti.
Matanya tertuju pada dokter spesialis yang sedang mengeluarkan jarum di ruang
gawat darurat. Dia berkata dengan dingin, " Bukannya Dokter Fenny yang
akan melakukan operasi? Lalu siapa dia?"
Orang di sebelah tempat
tidur mengenakan masker medis dan topi medis. Dia mengeluarkan jarum dengan
cepat dan tepat. Tekniknya sudah sangat berpengalaman dan profesional, tetapi
dari matanya yang terlihat, tidak sulit untuk melihat kalau dia masih muda.
"Di ... dia ...
" Wakil Direktur mengusap keringatnya dan hampir tidak bisa memberikan
penjelasan yang masuk akal.
Direktur langsung marah,
menarik Bu Fenny yang berdiri di ruang observasi, dan berkata dengan suara yang
gemetar, "Dokter Fenny, kenapa kamu nggak berada di ruang gawat darurat?
Kenapa malah seorang gadis kecil yang melakukan operasi?"
Saat melihat direktur
datang, Bu Fenny merasa senang lalu berkata, "Pak Tomy, kebetulan saya
ingin melaporkan hal ini pada Anda. Dokter Roel terlalu berani, pasien ini
belum menandatangani surat persetujuan operasi, tapi dia berani membawa seorang
awam untuk mengoperasinya!"
Saat ini, direktur sama
sekali tidak ingin mendengar ini. Dia tahu kalau Tuan Jason sedang melihat ke
arah sini sehingga dia langsung berteriak, "Aku tanya kenapa kamu nggak
berada di ruang gawat darurat!"
"Pasien belum
menandatangani surat persetujuan operasi, apalagi ini adalah pasien biasa, jadi
saya tidak perlu mengoperasinya sendiri, 'kan?" Bu Fenny tidak peduli.
Hampir saja dia menghina kalau pasien itu miskin sehingga tidak layak dia
selamatkan.
Direktur marah besar
sampai darahnya mendidih. " Pasien biasa? Kamu bilang dia pasien biasa?
Fenny, apa kamu gila! Itu adalah Tuan Besar Girin dari keluarga Suherman di
Kota Mersus!"
Tuan Besar Girin... dari
Keluarga Suherman di Kota Mersus
Setiap kata itu bisa
dimengerti oleh Bu Fenny. Namun, saat dikombinasikan di telinganya, itu seperti
bom yang membuatnya pingsan dan jatuh ke lantai.
"Mustahil...
Bagaimana mungkin... "
Direktur mengibaskan
tangannya. "Tentu saja mungkin! Kamu itu! Aku memberimu kesempatan untuk
menyelamatkan orang penting, tapi kamu malah menyia-nyiakannya!"
Setelah mendengar ini,
Bu Fenny menyesal setengah mati!
Dia melihat ke ruang
gawat darurat.
Bisa-bisanya dia
memberikan kesempatan sebagus ini ke seorang gadis kecil secara cuma-cuma.
Kalau dia yang
menyelamatkan Tuan Besar Girin ... itu...
Bruk!
Bu Fenny makin cemas
sehingga tiba-tiba dia terkena stroke dan terbaring di lantai.
Direktur tidak ingin
melihatnya lagi dan memerintahkan perawat untuk membawanya pergi!
Di ruang gawat darurat,
Elisa membersihkan tangannya dengan kapas alkohol setelah selesai mengobati
pasien. Tiba-tiba dia memiringkan kepalanya dan melihat keluar melalui kaca.
Jason berdiri di sana
dengan santai. Tatapannya dalam. Dia mengenakan kacamata berbingkai emas di
wajah tampannya yang memperlihatkan keanggunannya yang berbahaya.
Sejak tadi, Elisa merasa
ada orang yang terus memperhatikannya dan ternyata dugaannya benar.
Mungkin karena pandangan
gadis itu terlalu teguh, pria itu mengangkat alisnya dan sedikit memiringkan
kepalanya.
Mata mereka bertemu
dalam sebuah momen yang tak terduga...
No comments: