Bab 8 Jason Apdi dari Keluarga
Bangsawan Terkaya
Mengenai wajahnya, Elisa tidak bisa
melihatnya. Namun, dia adalah seorang mahasiswa kedokteran, jadi dia sangat
peka terhadap aroma obat-obatan.
Pada saat jendela mobil baru saja
turun, dia mencium aroma obat yang samar-samar...
Elisa sudah sangat menguasai
"Kitab Tanaman Herbal", jadi tentu saja dia tahu kalau orang yang
menderita penyakit kronis dan mungkin takut terhadap cahaya.
Asisten Jeremy mendesak, "Tuan
Michel, gimana kalau Tuan menemui bos dulu?"
Perhatian anak laki-laki itu teralih
dan dia pun berkata kepada Elisa, "Kakak, tunggu aku sebentar dan jangan
pergi ke mana-mana, aku akan segera kembali."
Elisa mengangguk.
Anak laki-laki itu berlari dengan
tergesa-gesa ke arah mobil.
Asisten Jeremy yang masih tetap
tinggal di sana memberikan sebuah kartu. "Terima kasih sudah menyelamatkan
Tuan Michel, Nona Elisa. Ini adalah hadiah ucapan terima kasih, tolong
diterima."
"Kamu tahu namaku? Kalau gitu
kamu pasti mengenaliku." Elisa tersenyum dengan penuh arti, bahkan matanya
pun ikut tersenyum. "Kamu nggak terlihat seperti ingin berterima kasih
padaku, tapi lebih terlihat seperti ingin segera memutuskan hubungan
denganku."
Asisten Jeremy tertegun sejenak.
"Nona Elisa salah paham."
"Itu nggak penting." Elisa
menatap ke arah anak laki -laki itu. "Katakan padanya nanti kalau aku
harus pergi."
Setelah mengatakan itu, Elisa
merentangkan kakinya yang panjang dan berdiri dari tangga. Dia pergi tanpa
sedikit pun niat untuk berbalik.
Asisten Jeremy menghela napas lega.
Dia benar-benar takut putri palsu yang diusir oleh keluarga Yuridis ini akan
terus mengganggu Tuan Michel mereka.
Di bawah sinar matahari senja, Elisa
membawa tas hitam dan rambut panjangnya yang gelap diikat dengan rapi menggunakan
tusuk kayu. Cahaya senja menenggelamkan seluruh dirinya dalam cahaya dan
siluetnya yang berjalan menjauh terlihat anggun serta elegan.
Pria yang duduk di dalam Maybach
meliriknya, tetapi hanya sempat melihat adegan ini. Tangannya mengusap kepala anak
laki-laki itu dan suaranya terdengar senang. "Apa itu orang yang
menyelamatkanmu?"
"Itu? Yang mana?" Anak
laki-laki itu duduk dengan tegak, lalu menjadi gelisah. "Kenapa kakak
malah pergi! Asisten Jeremy!"
Asisten Jeremy mendekat dan
membungkuk. "Tuan Michel."
"Aku belum menyimpan kontak
kakak itu! Padahal dia sudah berjanji untuk menungguku." Mata anak
laki-laki itu menjadi gelap dan suaranya terdengar dingin serta menakutkan.
"Kamu yang mengusirnya, ya?"
Asisten Jeremy terkejut. "Saya
... "
Tidak ada yang berani memprovokasi
bocah kecil ini di seluruh Kota Mersus.
Dia berbeda dengan anak-anak lainnya.
Meski dia baru berusia empat tahun, dia punya banyak trik dan juga pandai
berpura-pura. Sifatnya juga sangat dingin.
Tuan Michel hanya akan patuh saat bos
ada di sampingnya.
Pada waktu lainnya, bahkan mereka
yang menjadi bawahannya pun takut padanya.
Tuan Michel juga tidak pernah dekat
dengan orang lain.
Oleh karena itu, Jeremy benar-benar
terkejut saat melihat sikap Tuan Michel terhadap Nona Elisa barusan.
Namun, saat teringat tugasnya,
Asisten Jeremy mengakui dan menjelaskan sambil menundukkan kepalanya,
"Tuan Michel, nona itu punya reputasi yang buruk. Saya khawatir dia punya
motif lain saat mendekati Tuan, jadi... "
"Kakak bahkan nggak mengenaliku,
mana mungkin dia punya motif!" Aura dingin anak laki-laki itu menjadi
makin kuat. "Ini semua karena kalian nggak menjagaku dengan baik makanya
aku pingsan di pinggir jalan. Aku pingsan karena kepanasan, kalau bukan karena
kakak, aku mungkin akan mati di pinggir jalan, tapi kamu ... "
"Michael Apdi." Pria di
kursi belakang memotong perkataan anak laki-laki itu. Dia duduk di sana dengan
setelan jas hitam yang tampak seperti dibuat khusus untuknya, tanpa kerutan
sedikit pun.
Seutas manik merah menyala tergantung
di pergelangan tangannya yang dingin dan indah. Dia terlihat dingin dan
berbahaya. "Jangan bicara sembarangan."
Michael tahu kalau kakaknya sedang marah.
Kalau tidak, kakaknya tidak akan memanggilnya dengan nama lengkapnya. Dia
mengerutkan bibirnya, melompat ke pelukan pria itu, dan berkata dengan suara
yang gemetar, "Kak Jason, aku sudah menemukan calon istri untuk Kakak
dengan susah payah, tapi sekarang dia malah pergi. Kakak itu pasti sudah nggak
menyukaiku lagi."
Padahal barusan dia sudah
berpura-pura dengan sangat baik di depan kakak itu.
Pria itu menghela napas panjang dan
menyentuh wajah kecil adiknya. "Kamu nggak perlu mengkhawatirkan pernikahanku,
mengerti?"
Saat pria itu berbicara, dia
mengangkat pandangannya untuk memberi isyarat kepada sopir untuk berangkat.
Wajah yang memesona muncul secara
perlahan-lahan di cermin belakang mobil. Hidungnya mancung, kulitnya pucat
dingin, dan garis bibirnya sangat tipis. Wajahnya terlihat sakit-sakitan dan
sebening batu giok porselen.
Siapa yang bisa memiliki ketampanan
yang luar biasa seperti ini kalau bukan Jason Apdi, CEO Grup Apdi, penguasa
Kota Sevrata
No comments: