Bab 1882
Di Sungai Causta, di dalam sebuah
ruangan.
Marina berendam di bak mandi sambil
menggosok tubuhnya dengan putus asa. Dia merasa kotor dan ingin menghapus semua
penghinaan yang dideritanya.
Di luar pintu, suara sedih Renan
terdengar, "Marina, jangan khawatir, kamu akan baik-baik saja begitu kamu
kembali. Untungnya, kamu nggak disakiti."
Tidak disakiti?
Kamu tidak tahu apa yang sudah aku
alami.
Saat mengingat apa yang baru saja
Marina alami di tangan Saka. Dia merasa marah, terhina dan sedih. Kemudian, air
matanya jatuh lagi, masuk ke dalam air.
Renan, maafkan aku, maafkan aku ...
Marina merasakan sesak dalam hatinya,
lalu memeluk dirinya sendiri erat erat dengan kedua tangannya. Dia merasa
sangat bersalah dan tidak berdaya.
Suara Renan datang dari luar pintu.
Dia berkata dengan lembut dan nada yang menghibur, "Marina, bukannya itu
cuma Api Ilahi? Itu cuma benda di luar tubuh. Nggak ada apa-apanya dibandingkan
dengan dirimu."
"Jangan khawatir, aku siap
membantumu menghabisi Saka itu menjadi beberapa bagian. Api Ilahi itu masih
milik kita!"
"Aku sangat merindukanmu. Apa
aku boleh bertemu denganmu?"
"Renan, aku ingin istirahat
sebentar ... " jawab Marina dengan nada lemah.
Renan tertegun sejenak, lalu menghela
napas dan menjawab, "Marina, apa kamu menyalahkanku karena nggak
menyelamatkanmu tepat waktu?
Aku ... ah sudahlah. Orang-orang dari
Paviliun Yasobi dan Gunung Perian ada di bawah. Aku akan menemui mereka.
Panggil aku kalau kamu butuh sesuatu..."
Dia menghela napas dengan perasaan
yang rumit dan pergi.
Sorot mata Marina redup. Dia segera
menggosok dirinya dengan kuat, matanya merah penuh dengan kebencian.
Saka, jika aku menangkapmu, aku akan
melihatmu dicincang hidup-hidup!
"Di mana kamar mandinya?"
Pada saat ini, suara yang akrab
terdengar. Tubuh Marina tiba-tiba menegang. Dia menengok dengan kaku dan
melihat ke arah jendela yang terbuka, angin malam bertiup dan sesosok tubuh
yang berdiri tegak.
Pria itu berjalan di tengah kegelapan
dengan senyuman tipis di wajahnya.
"Kamu, bagaimana kamu bisa
masuk? Kamu..."
Pupil Marina tiba-tiba menyusut. Dia
segera mengambil handuk mandi untuk menutupi dirinya. Marina berteriak, jelas
ada mata-mata yang tersembunyi di seluruh area ini.
Saka tersenyum. Metode menghilangkan
kepalsuan dan mempertahankan kebenaran memungkinkan dia untuk melihat mata-mata
yang tersembunyi itu.
"Apa yang kamu lakukan di sini?
Aku ... aku akan memanggil seseorang!" seru Marina berteriak ketakutan.
"Nyonya Marina, kamu nggak ingin
suamimu mengetahui apa yang terjadi di antara kita, 'kan?" tanya Saka. Dia
tersenyum, menunjuk ke bawah seraya berkata, "Dia sedang mendiskusikan
masalah dengan orang-orang dari Gunung Perian dan Paviliun Yasobi."
Wajah Marina tiba-tiba menjadi pucat
dan menyahut, "Apa yang ingin kamu lakukan? Api Ilahi sudah diberikan padamu...
kamu... "
"Jangan gugup, aku di sini untuk
mencari informasi, "balas Saka. Dia segera bertanya, "Aku dengar
kalian sudah menemukan lokasi Pak Gary?"
Marina menghela napas lega. Ternyata
tentang hal ini.
Benar sekali, meskipun pria ini
sangat gila, dia tidak akan mengambil risiko masuk ke sini hanya untuk
bermain-main dengan Marina.
"Kamu mendapat informasi yang
bagus, tunggu ... apa yang kamu lakukan?" seru Marina tiba-tiba melebarkan
matanya.
Lapisan pakaian Saka terlepas dan dia
melangkah ke dalarn bak mandi Marina dengan sangat santai.
"Nggak apa apa, aku bosan
menunggu. Aku lihat air mandimu sangat hambar, jadi aku akan membantumu
menambahkan sedikit kaldu ayam untuk menambahkan rasanya."
Ketika Saka mengatakannya, dia
menambahkan ucapannya dengan penuh arti, "Nyonya Marina, kamu nggak ingin
suamimu dipermalukan di depan umum, 'kan?"
Wajah Marina tampak ketakutan.
Di lantai bawah.
Renan, Marko, Felicia dan seorang
pria paruh baya dari Gunung Perian menempati tempat duduk mereka masing-masing.
"Hadirin semuanya, kami sudah
menyelidiki secara kasar mengenai lokasi Gary. Dia berada di dekat Sungai
Causta."
No comments: