Bab 1905
"Garza dari Paviliun
Yasobi?"
Kerumunan langsung terkejut mendengar
nama itu. Garza adalah salah satu tokoh penting di Paviliun Yasobi, terkenal
akan kemisteriusannya dan jarang sekali turun tangan langsung.
Namun, mereka semua tahu, Saka sedang
dalam kondisi terluka parah. Apakah Garza datang untuk memanfaatkan kelemahan
ini?
Namun anehnya, dia datang sendirian
tanpa membawa pasukan.
Apakah dia benar-benar percaya diri?
"Tenang saja," kata Garza
dengan senyum lembut, " Aku hanya ingin berbicara dengan Saka. Lagi pula,
aku belum tentu bisa mengalahkannya, 'kan?"
Namun, Cecil tetap berjaga-jaga.
Dengan nada dingin, dia menjawab, "Saka Sang Mahatinggi sedang dalam
pengasingan. Dia nggak akan menemui siapa pun. Silakan pergi."
"Dia bilang nggak mau bertemu,
lalu aku harus menurut? Dia kira dia siapa?"
Sebuah suara nyaring dan penuh
kebencian tiba-tiba terdengar, membuat semua orang menoleh.
Tak lama kemudian, seorang wanita
melangkah maju dari belakang Garza. Wajahnya cantik dan matang, tetapi penuh
dengan amarah dan dendam.
Itu adalah Felicia!
Dengan nada penuh kebencian, dia
berkata, "Kak, buat apa repot-repot bicara panjang lebar? Pak Renan
melepaskanku untuk menyelidiki kondisi Saka dan membersihkan namaku!"
"Kalau Saka nggak berani muncul,
kenapa kita nggak langsung masuk dan membunuhnya saja?" lanjutnya.
Wajah semua orang langsung berubah.
Ternyata kedatangan mereka bukan sekadar kunjungan biasa, melainkan untuk
menyelidiki kondisi Saka!
"Felicia..."
Garza menghela napas kecil, lalu
berkata dengan nada lembut, "Saat aku berbicara, kamu jangan
menyela."
Ekspresi Felicia berubah, dia
langsung menunduk dan berkata pelan, "Kak, aku salah... "
"Kalau salah, apa yang
seharusnya kamu lakukan?" tanya Garza dengan nada tenang.
Felicia terdiam. Setelah beberapa
saat, tanpa ragu sedikit pun, dia mengangkat tangan kanannya dan membuat
sayatan di lengan kirinya. Darah langsung mengalir deras dari lukanya, tetapi
dia sama sekali tidak menunjukkan rasa sakit.
Pada lengan kirinya yang terlihat,
masih ada beberapa bekas luka lama yang belum sembuh sepenuhnya.
"Begitulah seharusnya. Kita,
keluarga Buana, punya tradisi dan aturan keluarga yang ketat. Kalau kamu salah,
kakakmu akan mengajarkan. Tapi di luar sana, nggak ada yang akan peduli
padamu," ujar Garza sambil tersenyum puas. Nadanya terdengar tulus, tetapi
penuh tekanan.
Felicia tampak sangat takut pada
kakaknya dan tak berani berkata sepatah kata pun lagi.
Melihat pemandangan itu, para
pengikut Saka saling melirik dengan ekspresi aneh. Mereka menyadari bahwa
posisi Garza di keluarga Buana pasti sangat tinggi, perkataannya seperti hukum
yang tak bisa dilanggar.
"Kalian lihat? Di keluarga kami,
aturan keluarga itu ketat. Karena Saka adalah suami adikku, dia termasuk
keluarga juga, 'kan? Bukankah dia harus keluar untuk bertemu kakak iparnya
ini?" ujar Garza sambil menatap semua orang.
Di balik senyum yang tetap ramah, ada
hawa dingin yang menyelimuti dirinya, membuat orang-orang merasa seolah-olah
sedang berhadapan dengan ular berbisa yang licin dan berbahaya.
Dengan sikap seperti itu terhadap
keluarganya sendiri, jelas Garza akan jauh lebih kejam pada orang luar.
"Kamu bilang kamu kakak ipar
siapa?"
Suara lembut nan tajam tiba-tiba
terdengar.
Beberapa orang berjalan mendekat, dan
yang berada di depan mereka adalah Wennie. Dengan langkah ringan dan anggun
seperti bunga teratai, dia berjalan ke depan, membuat semua orang secara
refleks memberi jalan.
Di Gunung Nagari, Wennie adalah sosok
yang dihormati, dianggap sebagai tokoh nomor dua setelah Saka.
Auranya yang tenang dan elegan
memberi kesan seperti seorang dewi dari surga, tetapi kata-kata yang keluar
dari mulutnya sering kali tajam seperti pedang.
"Adik perempuanmu itu, bukankah
dulu diberikan kepada Adriel oleh leluhur keluarga Buana? Saka yang memimpin di
luar perbatasan ini, bagaimana mungkin menganggap serius 'mainan'
sepertinya?" katanya dengan nada dingin.
"Kamu!"
Mata Felicia menyala dengan amarah
membara. Ini adalah luka terbesarnya, masa lalu yang paling tidak ingin dia
ungkit.
Hari-harinya di bawah Adriel adalah
penghinaan terbesar dalam hidupnya, dan kini Wennie dengan dinginnya
mengungkitnya di depan semua orang.
Namun, Wennie bahkan tidak melirik
Felicia.
Matanya hanya tertuju pada Garza saat
dia berkata dengan nada lebih dingin, "Saka nggak akan keluar untuk
menemui kalian. Aku sungguh nggak mengerti, kalian telah menikmati begitu
banyak keuntungan dari Adriel, tapi masih saja rela menjadi anjing bagi kaum
atas. Apa kalian nggak punya sedikit pun harga diri?"
"Kalaupun nggak mau melawan,
setidaknya berpangku tangan saja. Dulu Legan adalah sosok yang berpengaruh, apa
kalian, para keturunannya, nggak malu mencoreng nama besarnya?"
Nada suaranya semakin tajam,
pandangannya yang dingin seolah menusuk langsung ke hati Felicia.
Felicia yang penuh amarah tidak tahan
lagi dan bersiap untuk membalas.
No comments: