Bab 1951
Saat Saka sedang berbicara di
telepon, Marina sudah berpakaian rapi. Dengan langkah lemah, dia berjalan
menuju pintu, wajahnya pucat tanpa darah.
Namun, tiba-tiba terdengar sebuah
suara di belakangnya.
"Tunggu sebentar."
Marina tidak menoleh. Wajahnya tetap
tanpa ekspresi, seolah semua emosi telah mati di dalam dirinya. Dia bahkan
tidak peduli siapa Saka. Apa yang lebih buruk dari kematian?
Namun, saat itu, sebuah benda melesat
ke arahnya. Dia menangkapnya secara refleks. Saat melihat benda itu, langkahnya
terhenti.
Itu...
"Pil obat?"
Pil kecil itu memancarkan aroma yang
sangat kuat, energi yang terkandung di dalamnya terasa luar biasa. Ini adalah
pil yang dibuat dari bahan-bahan berusia ribuan tahun!
Cara pembuatannya pun sangat cermat,
hingga hanya dengan menghirup aromanya saja, dia merasakan energi dalam
tubuhnya mulai aktif kembali. Rasa sakit dan lelah di tubuhnya perlahan
menghilang.
"Ini adalah Pil Aura Hijau. Pil
ini dapat membantu suamimu memulihkan cedera dan mempercepat kemajuan
latihannya. Mau kamu gunakan atau nggak, terserah," kata Saka dengan nada
santai, tanpa sedikit pun emosi.
Bagi Saka, pil ini hanyalah
kompensasi kecil. Lagi pula, Renan adalah kunci bagi Saka untuk mendapatkan
tiket masuk menuju pohon liur naga. Pil ini diperlukan untuk menstabilkan
kondisi Renan.
Namun, saat memegang pil itu, Marina
gemetar. Wajahnya semakin pucat, dan air mata tanpa sadar jatuh dari matanya.
Apakah ini harga tubuhku?
Pikiran itu menghantam dirinya
seperti gelombang pasang, meninggalkan rasa malu dan hina yang tak tertahankan.
"Kalau kamu nggak mau,
kembalikan saja," kata Saka acuh tak acuh.
Marina menggenggam pil itu dengan
erat, tubuhnya bergetar. Dia tahu betapa pentingnya pil ini. Renan telah
bekerja sama dengan Gunung Nagari demi mendapatkan bahan obat-obatan berharga
untuk membuat pil seperti ini.
Kini, dengan Renan terluka parah, pil
ini menjadi lebih berharga dari apa pun.
Air mata terus menetes dari sudut
matanya saat dia berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan beberapa tetes air
mata di lantai.
Saka memandang punggungnya yang
perlahan menghilang, menghela napas kecil, lalu bergumam, "Benar-benar
mengharukan, ya..."
"Tunggu sebentar, kenapa aku
semakin mirip penjahat di cerita ini?" pikirnya dalam hati.
Saka menggelengkan kepalanya pelan,
menepis pikiran itu. Dia memutuskan untuk tidak memikirkannya lebih jauh.
Kemudian, dia mengeluarkan tiga tas penyimpanan dari dalam jubahnya.
Tas itu berasal dari Jorel, Hikmal,
dan Charles. Saat isinya dituang, berbagai jenis pil obat, sumber daya langka,
dan beberapa Api Ilahi tingkat enam hingga tujuh tersebar di depannya.
Mata Saka berkilat saat dia bergumam,
"Ditambah dengan Api Ilahi tingkat rendah milik Renan, aku bisa menyatukan
mereka menjadi satu Api Ilahi tingkat delapan."
Dia sudah memiliki satu Api Ilahi
tingkat delapan, jika ditambah dengan Api Ilahi tingkat delapan yang diberikan
oleh Wafa ...
"Api Ilahi tingkat
sembilan!" teriaknya dengan girang.
Hati Saka terbakar dengan
kegembiraan. Sorot matanya tajam penuh gairah.
Di Jalan Kejayaan, hanya ada delapan
Api Ilahi tingkat sembilan di titik akhir. Selain itu, di Gunung Reribu, yang
tertinggi hanyalah Api Ilahi tingkat delapan.
Satu Api Ilahi tingkat sembilan di
tangannya akan sangat berharga, nilainya tidak bisa diukur.
Benda ilahi ini akan memicu
peperangan sengit!
Jika dia berhasil menyembuhkan Paman
Gary, Api Ilahi ini bisa digunakan oleh pamannya untuk naik ke tingkat Master
Ilahi. Di Jalan Kejayaan, siapa yang bisa menandinginya?
Tanpa membuang waktu, Saka segera
memulai proses menyatukan Api Ilahi. Dengan tenang, dia menggerakkan teknik
kultivasinya, memulai penyatuan energi.
Waktu berlalu perlahan...
Di tenìpat lain, di dalam sebuah
paviliun, Renan duduk bersila dengan kekuatan yang telah disegel.
Ketika pintu terbuka, dia melihat
Marina masuk.
Tatapan matanya langsung dipenuhi
kemarahan dan kebencian.
Pakaian Marina sobek di beberapa
bagian, dan kulit putihnya penuh dengan bekas merah.
"Wanita jalang!"
Kata-kata itu keluar dengan dingin
dari mulut Renan sebelum dia menutup matanya lagi, enggan melihat istrinya
lebih lama.
Namun, suara Marina yang bergetar
terdengar, " Renan ... Aku tahu aku telah mengkhianatimu. Tapi aku nggak
melakukannya dengan sengaja. Apa pun yang bisa kulakukan untuk menebus
kesalahanku, aku akan lakukan 11
"Berhenti berpura-pura sok suci.
Menebus kesalahan? Kalau begitu, kenapa kau nggak mati saja?" ujar Renan
sambil tertawa dingin, ucapannya seperti belati yang menancap ke hati Marina.
Mati...
Tatapan Marina menjadi kosong. Dia
tertawa kecil, lemah, seolah telah menerima takdirnya.
Namun, dia perlahan mengeluarkan
sesuatu dari saku bajunya, sebutir pil obat. "Aku membawakan ini untukmu,"
katanya dengan suara pelan.
Aroma pil itu langsung memenuhi
ruangan, begitu pekat hingga membuat energi di udara terasa hidup kembali.
Renan langsung membuka matanya,
tatapan tajamnya menancap pada pil bulat di tangan Marina.
Aroma obat yang pekat itu, hanya
dengan satu tarikan napas, membuat darahnya yang dingin mulai terasa hangat,
seolah-olah sedang mendidih.
No comments: