Bab 1952
Pil Legendaris!
"Ini dikasih Saka?" tanya
Renan dengan nada dingin.
"Bukan... bukan," jawab
Marina dengan suara nyaris tak terdengar.
"Bukan? Bukankah ini adalah
bayaran setelah kamu tidur dengannya?" sindir Renan dengan senyum penuh
ejekan.
Kalimat pendek itu menghantam Marina
seperti petir. Tubuhnya bergetar hebat, rasa sakit yang terpendam dalam hatinya
membengkak.
Itu memang kenyataan. Pil itu adalah
harga dirinya yang telah dia gadaikan. Namun, mendengar kata-kata itu keluar
dari mulut pria yang paling dia cintai, rasanya seperti pisau yang menusuk
langsung ke jantungnya.
"Renan," katanya, nyaris
menangis. "Aku tahu kamu membenciku. Tapi kumohon, jangan tolak pil ini.
Hidup memang penuh rintangan, tapi bertahan dan bangkit adalah kebesaran
seorang pria sejati.
Aku mohon... jangan sia-siakan
ini."
Kata-katanya hampir seperti permohonan
yang putus asa.
Renan memandangnya dingin, lalu
meraih pil itu dan memeriksanya sejenak sebelum akhirnya menelannya.
Dalam waktu singkat, wajahnya yang
pucat mulai berubah menjadi merah segar. Energi dalam tubuhnya yang sempat
melemah kini kembali hidup, mendidih seperti api yang baru menyala.
Melihat itu, Marina merasa sedikit
lega. Jika Renan mau menerima pil itu, itu berarti suaminya belum menyerah.
Pria itu masih memiliki semangat untuk bertarung.
"Pil ini sangat efektif, lumayan
bagus" ujar Renan, matanya menyiratkan kilatan kepuasan.
"Syukurlah kalau itu
bermanfaat," balas Marina sambil tersenyum kecil, lalu berkata lirih,
"Renan, kamu fokuslah menyembuhkan dirimu. Aku berjanji, kamu nggak akan
lagi dibuat resah olehku."
Dalam hati, dia berbisik,
"Renan, suatu hari nanti, pasti ada wanita yang lebih baik daripada aku
untukmu."
Namun, saat dia berbalik untuk pergi,
suara dingin Renan tiba-tiba menghentikannya, "Kamu nggak boleh
mati."
Marina tertegun. Dia berbalik dengan
cepat, tatapannya penuh dengan harapan, nyala kecil yang hampir padam di
hatinya kembali menyala.
Namun, suara berikutnya menghancurkan
harapan itu. "Pergilah, dan bawakan aku pil ini lagi," perintah Renan
tanpa ekspresi.
Marina terpaku di tempatnya. Setelah
beberapa detik kebingungan, dia bertanya dengan suara gemetar, "Apa yang
barusan kamu katakan?"
"Aku bilang, bawakan aku pil ini
lagi. Apa kamu nggak dengar?" balas Renan dengan nada dingin, seperti
memerintah seorang bawahan.
"Tapi... tapi pil ini..."
Wajah Marina menjadi pucat seperti mayat. Suaranya tersendat-sendat, dan
matanya memandang pil yang baru saja ditelannya.
"Aku tahu," Renan menyela
dengan tawa sinis. " Bukankah pil itu kamu dapatkan setelah tidur dengan
Saka? Kalau begitu, teruskan saja. Pergi dan tidurlah dengannya lagi. Bukankah
kamu sudah sering melakukannya?"
Suara Renan semakin tajam dan
menusuk. "Dan kamu, wanita nggak tahu malu seperti dirimu, bukankah kamu
menikmati tidur dengan pria?"
Kata-kata itu seperti palu godam yang
menghantam hati Marina. Bibirnya gemetar, tetapi tidak ada satu kata pun yang
keluar. Seolah-olah ada sesuatu yang besar menyumbat tenggorokannya, dan rasa
sakit yang menghancurkan hatinya membuatnya sulit bernapas. Seluruh dunia
terasa runtuh di hadapannya.
Renan memandang Marina dengan penuh
penghinaan. "Kamu bilang sangat mencintaiku, ' kan? Kalau begitu, buktikan
cintamu! Pergi dan bawakan aku lebih banyak pil ini!"
"Aku ... aku ... " Marina
tergagap, bibirnya bergetar.
"Berhenti berpura-pura
mengasihani dirimu sendiri!" bentak Renan dengan nada kesal.
"Aku nggak peduli apa yang Saka
lakukan padamu! Mau dia mempermainkanmu seperti apa pun, itu urusanmu! Aku
hanya peduli pada pil ini!" lanjutnya.
"Kalau kamu nggak bisa membawa
lebih banyak pil, jangan pernah muncul di hadapanku lagi!"
"Sekarang pergi! Pelacur seperti
kamu jangan mencemari tempatku ini!"
Kata-kata tajam itu menghantam Marina
seperti belati yang menghujam langsung ke jantungnya. Tubuhnya terasa kaku saat
dia bangkit, langkahnya berat dan lamban menuju pintu.
Wajahnya yang cantik kini tertutup
bayangan kelam, seolah seluruh hidupnya telah tenggelam dalam jurang kehampaan
yang tak berujung.
Saat melihat punggung Marina yang
perlahan menghilang, Renan tertawa kecil dengan nada penuh penghinaan.
"Pelacur murahan," hinanya.
Semakin besar cinta yang pernah dia
rasakan untuk Marina, semakin besar pula kebencian yang kini dia simpan
untuknya.
Dalam pikirannya, Marina hanyalah
alat, seekor anjing yang bertugas membawakannya pil yang dia butuhkan.
"Dulu ayahku benar," gumam
Renan dengan tatapan dingin. "Wanita hanyalah beban. Seharusnya aku nggak
pernah membuang waktu atau perasaanku untuk wanita seperti dia."
Tatapannya berubah dingin dan licik,
bibirnya menyunggingkan senyum sinis. "Betapa bodohnya Saka. Hanya karena
seorang wanita, dia memberiku pil obat seberharga itu. Dia nggak akan bertahan
lama. Kekalahannya hanya soal waktu."
Dia mengepalkan tangannya erat,
tatapannya penuh tekad. "Aku akan memanfaatkan kesempatan ini untuk
bersembunyi dan menyembuhkan diriku. Setiap orang pasti mengalami masa-masa
terpuruk, tapi aku akan bangkit dari keterpurukanku. Saka, saat kamu jatuh,
kamu akan menyesali hari ini, hari di mana kamu memberiku pil-pil ini!"
No comments: