Bab 1957
"Apa kamu berani masuk?"
tanya Renan.
Renan tertawa dingin seperti sedang
menakuti Saka. Namun, sebenarnya dia sedang memancing Saka untuk masuk.
"Renan, jangan "Marina
segera menasihatinya. Dia khawatir Renan akan membuat Saka marah.
"Kamu berani ikut campur
urusanku?" kata Renan.
Namun, di saat dia mengangkat tangan
untuk menamparnya.
"Kamu berani ikut campur
urusanku?" ujar Saka.
Kini Saka menamparnya dengan keras
dan imematahkan beberapa giginya.
Renan justru tersenyum senang dan
berkata, " Pergilah kalau nggak berani masuk. Ini adalah tanam milik tujuh
keluarga besar dan keluarga kerajaan, hanya orang yang mendapatkan undangan
yang boleh datang. Kalau kamu berani masuk, itu tandanya kamu melanggar
larangan!"
Saat ini, tatapan Saka beralih ke
Pegunungan Tunaga yang dikelilingi kabut. Dia menepuk ular raksasa dan berkata,
"Kamu termasuk ular setempat, pergilah ke dalam Pegunungan Tunaga untuk
mencari tahu situasinya."
Ular raksasa ini sangat licik. Dia
hampir mencapai puncak rantai makanan di Gunung Reribu ini, tidak ada masalah
untuk melindungi diri sendiri."
Ular raksasa menggeram dengan enggan.
Kini Saka memberinya beberapa Buah Dendam Darah lagi, barulah ular raksasa itu
dengan enggan pergi ke Pegunungan Tunaga.
Lalu, Saka mendarat di tanah bersama
dengan Renan dan Marina.
Namun, segera banyak penduduk asli
yang berkulit gelap dan tubuh kurus berkumpul.
"Yang Mulia, apa kamu memerlukan
pelayan?"
Seorang pria tua yang kurus bertanya
dengan hati-hati.
"Apa yang kamu katakan?"
ujar Saka.
Saka terkejut. Kenapa masih ada orang
yang dengan sukarela menjadi budak?
"Di sini kurang cocok untuk
bercocok tanam, jadi kami hanya bisa mengumpulkan hasil hutan untuk tahan
hidup, hasil panen setahun hanya sekitar empat jutaan. Akhir-akhir ini Gunung Reribu
diblokir dan pendapatan ini juga terputus," ujar orang tua itu.
"Dengan memberikan sepuluh juta,
akan ada pria kuat yang melayani kamu. Aku sudah tua, jadi kamu hanya perlu
berikan aku empat juta saja, karena aku harus menghidupi cucu perempuanku...
" ujar orang tua itu dengan hati-hati.
"Kamu sudah lihat sendiri, 'kan?
Kamu selalu bilang kami menindas mereka, padahal kalau nggak ada sedekah dari
kami, kehidupan mereka akan makin sulit. Apa yang kami lakukan itu merupakan
pemberian bagi mereka!" ujar Renan.
Renan tersenyum tak acuh. Dia melihat
ke arah orang tua itu dan berkata, "Orang tua, benar kataku, 'kan?"
Dia tahu perbuatan ini akan memancing
Saka marah, tetapi dia juga mengerti bahwa dirinya pasti masih memiliki
kegunaan untuk Saka. Setidaknya sekarang dia tidak akan dibunuh oleh Saka.
"Benar katamu, Yang Mulia,"
jawab orang tua itu dengan rendah hati.
Saka terdiam sejenak, lalu tiba-tiba
berkata, "Aku akan mempekerjakanmu."
"Terima kasih, Yang Mulia. Jadi,
apa yang harus aku lakukan?" orang tua itu berkata dengan senang.
"Tunggu sebentar," ujar
Saka. Tiba-tiba dia imenampar dan Renan terjatuh dan berteriak kesakitan.
Saka mengeluarkan tali dari tas
penyimpanan dan mengikatkannya di lehernya.
Dia memberikan ujung tali kepada
orang tua itu sambil berkata, "Tugasmu adalah membantuku menarik binatang
ini."
Orang tua terkejut.
"Saka! Kamu menghinaku! Dasar
cari mati!" Renan berteriak marah.
"Lepaskan Renan!" ujar
Marina sambil menarik lengan Saka seperti orang gila.
Namun, Saka mengguncangkan tangannya
dan dia terlempar. Lalu, dia segera mengeluarkan sebuah kartu dan memberikannya
kepada orang tua itu sambil berkata, "Dalam kartu ini ada 200 juta, kata
sandinya adalah empat digit terakhir nomor kartu ini. Jaga baik-baik binatangku
ini."
Dia takut orang tua ini terkejut
karena uang yang dia berikan terlalu banyak, tetapi dia juga tidak memiliki
kartu yang limitnya sedikit.
"Dua ratus juta ..." ujar
orang tua.
Orang tua itu terkejut. Ketika
melihat tatapan benci dari Renan, dia menjadi bingung dan berkata, "Aku
nggak berani."
Sambil berkata, dia segera
mengembalikan kartu itu kepada Saka dan melarikan diri.
Melihat sosoknya, Saka menghela
napas. Lalu, dia melemparkan kartu itu ke dalam saku orang tua.
No comments: