Bab 1959
"Kami adalah orang-orang dari
Gunung Perian, kedatangan kami karena diundang oleh Tuan Adair. Apa kamu ingin
bertentangan dengan kami?"
"Jelaskan dari mana
asalmu!"
Satu per satu seruan yang keras
terdengar.
"Sisa-sisa Gunung Perian?"
ujar Saka.
Saka tersenyum kejam. Pertarungan
setengah bulan yang lalu, Gunung Perian mengirim banyak anggota untuk
menghadiri pesta. Orang-orang yang tersisa diberinya sebagai umpan kepada Ular
Iblis.
Zefran juga tidak muncul. Ketika dia
mengirim Ular Iblis untuk menghancurkan Gunung Perian sepenuhnya, dia baru tahu
bahwa Zefra sudah melarikan diri dengan semua anggotanya.
Begitu juga dengan Paviliun Yasobi.
Kini Zefran dan sisa pasukannya
bergabung ke Adair?
"Dasar! Berani sekali kamu
menghina anggota Tuan Adair. Kamu dari keluarga mana, brengsek!" ujar
wanita muda.
Wanita muda itu sangat marah dan
wajahnya pucat pasi hendak mengatakan sesuatu.
Mereka semua bisa bertahan hidup
karena tinggal di Gunung Perian pada hari itu, tentu saja tidak pernah melihat
Saka.
Namun, dia tidak tahu bahwa dirinya
sudah dianggap sebagai orang mati oleh saka.
"Gunung Perian hanya mengikuti
kekuatan wilayah tengah dan wilayah utara saja. Tapi kalian sangat pandai
berpura-pura, bisa menganggap nyawa manusia seperti sampah?" ujar Saka
dengan tenang.
"Orang miskin seperti mereka
memang sampah. Menghinaku sama dengan harus mati! Bukan urusanmu kalau kami
membunuh orang!" ujar wanita muda.
Wanita muda itu tampak sangat marah.
"Ternyata begitu," ujar
Saka.
Ekspresi Saka tampak makin tenang,
lalu dia berkata, "Apa ada anggotamu yang lain di sini? Panggil mereka,
akan kujelaskan kepada kalian semua."
Kalau mencarinya satu per satu, pasti
akan ada yang lolos. Lebih baik bunuh secara bersamaan.
Kali ini, tidak akan ada orang dari
Gunung Perian yang bisa selamat.
"Dasar sombong!" ujar
wanita muda.
"Tunggu saja!" ujar wanita
muda itu sambil tersenyum sinis.
Setelah itu, dia memerintahkan
seseorang untuk memanggil yang lain, sementara dirinya akan tetap di sini untuk
mengawasi Saka. Seolah-olah khawatir Saka akan melarikan diri saat mereka
memanggil temannya.
Saat ini, Saka tidak memedulikannya
lagi. Dia membungkuk dan mengangkat gadis kecil itu. Membersihkan debu dari
tubuhnya, menghapus air mata di wajahnya sambil berkata dengan lembut, "
Semua baik-baik saja, jangan menangis lagi."
Tubuh Saka penuh dengan darah,
seperti iblis. Namun, gadis kecil itu justru sangat percaya kepadanya, lalu dia
menangis sambil berkata, " Kakak, tolong selamatkan Kakekku."
Saat ini, Saka menenangkannya dan
memeriksa kondisi luka orang tua itu sambil menghela napas ringan.
Lukanya tidak parah. Yang membuatnya
merasa sedih adalah orang tua ini kekurangan gizi dan energinya sangat lemah.
Tidak peduli kapan pun, tetap masih ada orang yang tidak mampu membeli daging.
Hanya dengan menyembuhkan orang sakit
juga tidak bisa menghilangkan ketidakadilan di bumi ini.
Dia mengeluarkan sebuah pil obat dan
memberikannya kepada orang tua itu.
"Yang Mulia, aku nggak punya
uang untuk beli obat. Aku..." kata orang tua.
Orang tua itu sangat lemah dan
ketakutan. Dia menolak pil obat ini.
Saka merasa makin sedih. Dia
tersenyum dengan paksa dan berkata, "Jangan khawatir, ini gratis.
Makanlah."
Dia memberikan pil obat kepada orang
tua itu dan seketika wajah orang tua itu menjadi merah dan matanya makin
bercahaya!
Akhirnya dia bertenaga untuk bicara,
"Terima kasih, Yang Mulia, aku nggak tahu bagaimana membalas budi..."
Dia sangat sederhana, selama hidupnya
hanya di pegunungan, dia tidak mengerti apa-apa dan tiba-tiba merasa takut dan
cemas.
"Oh iya, Yang Mulia, sebaiknya
kamu segera pergi, mereka..." ujar orang tua dengan tergesa-gesa.
"Jangan khawatir, aku nggak
takut," ujar Saka sambil tersenyum. Lalu, dia mengelus kepala Nani sambil
berkata, "Aku berjodoh dengan cucumu. Aku akan menangani masalah hari
ini!"
Orang tua itu membuka mulutnya,
tetapi pada akhirnya dia hanya bisa menghela napas. Dia meraih tali yang
mengikat Renan dan berkata dengan tegas, "Yang Mulia, aku akan
melayanimu!"
Tatapan Renan seolah-olah akan
meledak. Namun, saat ini dia tidak berani mengatakan apa pun, karena binatang
tidak bisa berbicara seperti manusia.
Saat ini, suara kemarahan mulai
terdengar sama dari kejauhan. Sepertinya banyak orang sedang menuju ke sini.
Tubuh Nani sedikit gemetar. Dia
memegang ujung baju Saka, tetapi tidak mundur!
Seolah-olah Saka memberikan rasa aman
yang tiada tara.
"Maafkan aku, Kak, semua ini
salahku," ujar Nani sambil meneteskan air mata.
"Apa yang salah denganmu?"
tanya Saka sedikit terkejut.
"Karena aku ingin makan cemilan,
jadi kakek harus bekerja keras untuk mencari uang. Seharusnya aku nggak begitu
rakus. Kelak aku hanya akan makan kentang, itu juga bisa membuatku
kenyang," ujar Nani sambil memegang sudut baju Saka dan menundukkan
kepalanya karena merasa menyesal.
No comments: