Bab 333
Begitu Elisa melihat kedatangan
Adriel, rasa takut segera muncul, membuatnya secara naluriah mundur dua
langkah.
Sebagai menantu Jenderal Garnisun,
Elisa dulu tidak pernah takut pada siapa pun di Kota Silas. Namun, kini dia
merasa sangat takut pada Adriel.
"Kenapa kamu memanggilku Kakak
Ipar?" ujar Elisa.
"Suamimu, Benny, jauh lebih tua
dariku. Bukankah itu membuatmu menjadi kakak iparku?" kata Adriel sambil
mengeluarkan tisu dari sakunya, berniat menghapus air mata di wajah Elisa. Ini
membuat Elisa merasa terkejut dan buru-buru menjauh.
"Apa yang kamu lakukan?
Jauh-jauh dariku atau aku akan memanggil orang!" kata Elisa dengan nada
tegas meski sebenarnya dia sangat ketakutan.
Adriel langsung menyudutkan Elisa ke
dinding, membuatnya tidak bisa melarikan diri. Dengan satu tangan, Adriel
mencengkeram dagu Elisa, lalu menggoda, " Panggil saja! Apa kamu pikir aku
takut? Tapi kalau kamu berteriak di tempat tidur, itu akan lebih menarik
bagiku."
"Dasar bajingan nggak tahu malu!"
teriak Elisa.
Elisa tidak bisa melepaskan diri dari
cengkeraman Adriel. Dia khawatir Benny yang sedang berada di dalam ruang rawat
inap akan mendengar keributan di luar. Jadi, dia hanya bisa memaki Adriel
dengan suara berbisik.
"Terima kasih atas pujiannya.
Kalau begitu, aku akan menjadi lebih bajingan lagi," balas Adriel.
Adriel tersenyum nakal. Menggoda
istri orang lain memberikan sensasi yang berbeda.
Harus diakui, Elisa memang sangat
cantik. Pilihan Benny jelas tidak salah.
Adriel merangkul pinggang Elisa
dengan tangan satunya, membuat Elisa makin ketakutan hingga wajahnya berubah
pucat pasi dan tubuhnya kaku. Dia berusaha sekuat tenaga mendorong dada Adriel,
mencoba untuk menjauhkannya.
"Kakak Ipar, bukannya tadi kamu
bilang mau memanggil orang? Kenapa nggak jadi? Apa kamu takut suamimu
mendengarnya?" tanya Adriel.
Elisa menggigit bibirnya, menyerah
untuk mencoba melawan. Dia hanya bisa menatap Adriel dengan penuh amarah.
"Dasar bajingan nggak tahu malu!
Apa sebenarnya yang kamu inginkan? Jangan menindas orang!" kata Elisa.
Elisa tampak marah saat menegur
Adriel. Namun, di dalam nadanya ada sedikit permohonan dan kesedihan. Wajahnya
tampak memerah, sementara matanya dipenuhi air mata.
"Aku nggak mau melakukan
apa-apa. Aku hanya kebetulan lewat dan ingin tahu keadaanmu saja," kata
Adriel sambil memeluk tubuh Elisa yang harum.
Adriel bisa merasakan Api Jahat dalam
dirinya makin membara.
"Aku nggak butuh perhatianmu.
Jangan berpura-pura baik," maki Elisa dengan suara pelan.
Adriel tersenyum simpul, lalu
melepaskan pelukannya. Elisa yang merasa lega, segera menempelkan dirinya ke
dinding.
"Ada satu hal yang ingin kuberi
tahu. Kaki suamimu, hanya aku yang bisa menyembuhkannya. Kalau nggak, dia akan
duduk di kursi roda seumur hidupnya. Kalau itu sampai terjadi, hidupmu juga
nggak akan mudah. Apa kamu ingin aku menyembuhkan suamimu?" ujar Adriel
Adriel makin merasa bahwa menggoda
Elisa adalah hal yang sangat menyenangkan.
"Apa mungkin kamu akan sebaik
ini?" kata Elisa sambil mendengus dingin.
Tentu saja Elisa tidak ingin Benny
harus duduk di kursi roda selamanya. Namun, dia juga tidak percaya Adriel akan
bersedia mengobati suaminya.
"Tentu saja nggak! Tapi kalau
kamu bersedia tidur denganku, aku bisa menyembuhkan suamimu," goda Adriel
dengan sengaja.
"Bermimpilah! Dasar nggak tahu
malu!" maki Elisa dengan wajah penuh kemarahan begitu mendengar kata-kata
Adriel.
Sebagai putri dari keluarga Eswin dan
menantu Jenderal Garnisun, Elisa dididik dengan baik sejak kecil. Dia tidak
mungkin melakukan hal yang melanggar kesetiaan pada suaminya.
"Sepertinya kamu nggak cukup
mencintai suamimu," ejek Adriel.
"Nggak! Aku sangat mencintainya,
tapi aku nggak akan membiarkan orang sepertimu berhasil mendapatkan apa yang
kamu mau. Jangan pernah berpikir aku akan mengkhianati suamiku!" jawab
Elisa dengan tegas, menunjukkan penolakannya yang kuat dan sikapnya yang teguh.
Adriel tertawa terbahak-bahak, lalu
mengangkat tangan untuk mengusap hidung Elisa sambil berkata, "Aku hanya
bercanda. Kenapa kamu begitu tegang? Seorang pria sejati punya caranya sendiri
dalam mengejar apa yang diinginkan. Meski aku ingin mendapatkanmu, aku nggak
perlu menggunakan cara seperti itu."
"Huh!"
Elisa membuang muka, tidak
menunjukkan sedikit pun keramahan pada Adriel.
No comments: