Bab 334
"Minggir!" kata Elisa.
Elisa mengulurkan tangan untuk
mendorong Adriel, tetapi Adriel tidak bergerak sedikit pun.
"Cepat minggir, suamiku
memanggilku !" ujar Elisa lagi.
Elisa merasa sangat cemas. Suara
teriakan Benny dari dalam kamar terdengar makin keras.
"Biarkan aku menciummu sekali
saja, lalu aku akan membiarkanmu masuk," kata Adriel yang terus menggoda
Elisa.
"Kamu!"
Elisa merasa sangat marah. Dia
menatap Adriel dengan tatapan penuh kebencian. Namun, dia tidak punya pilihan
lain. Dia menggertakkan giginya, menutup matanya, lalu memalingkan wajah
cantiknya ke arah Adriel. Pada akhirnya, dia memilih untuk berkompromi.
Di dalam hatinya, Elisa mencoba
menghibur dirinya sendiri, "Anggap saja seperti sedang dicium oleh seekor
anjing."
Cup!
Adriel tentu saja tidak
menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia mencium pipi Elisa yang halus dan lembut.
"Apa yang sedang kalian
lakukan?"
Suara bentakan yang tiba-tiba itu
membuat Elisa terkejut. Dia langsung membuka matanya, lalu mendorong Adriel
menjauh. Wajahnya memerah, sementara dia buru - buru mengusap pipinya dengan
lengan bajunya. Lalu, dia menjelaskan dengan gugup, "Bibi Alliya ... ini
bukan seperti yang kamu pikirkan. Dia memaksa dan mengancamku."
Orang yang datang adalah Alliya,
istri Joshua, sekaligus ibu tiri Benny.
Adriel melirik Alliya, lalu berkata
dengan sikap acuh tak acuh, "Benar, aku yang memaksanya."
Alliya secara tidak sengaja teringat
peristiwa kemarin ketika Adriel mencubit pantatnya di depan banyak orang. Dia
tahu bahwa pria ini memang sangat berani dan tidak terduga. Jadi, apa pun yang
dilakukannya tidaklah mengejutkan.
"Benny sedang memanggilmu, cepat
masuklah," kata Alliya tanpa memarahi Elisa.
Setelah mendengar itu, Elisa segera
menenangkan diri, lalu buru-buru melarikan diri ke dalam kamar meski tekanan
dalam hatinya belum mereda.
Elisa tahu bahwa jika Benny atau pun
Joshua mengetahui bahwa Adriel telah menciumnya, dia tidak akan bisa lolos dari
masalah ini.
Keluarga Herman mungkin tidak bisa
menyentuh Adriel, tetapi mereka pasti bisa menghukum dirinya tanpa peduli
apakah dia dipaksa atau tidak.
Hati Elisa masih diliputi kecemasan.
Dia memikirkan bahwa nanti dia harus mencari kesempatan untuk berbicara dengan
Alliya agar bisa merahasiakan kejadian ini dan tidak membocorkannya pada siapa
pun.
Makin Elisa memikirkannya, makin
merasa tersiksa dirinya. Jelas-jelas dirinya yang sudah menjadi korban, tetapi
dia malah harus berusaha menutupinya. Seolah-olah dia yang telah melakukan
kesalahan dan berselingkuh.
"Apa kamu tuli? Sudah lama aku
memanggilmu, apa kamu nggak dengar?" maki Benny yang terbaring di tempat
tidur.
Dia sama sekali tidak menyadari
keanehan Elisa.
"Maaf, tadi aku pergi ke kamar
mandi ... " jelas Elisa dengan hati-hati.
Di luar ruang rawat inap, Alliya
datang membawa kotak makanan. Dia mengantarkan sarapan untuk Benny.
Saat ini, Benny sudah dianggap tidak
berguna. Dalam hatinya, Alliya merasa cukup senang. Dengan hancurnya Benny,
Joshua pasti akan lebih memperhatikannya. Lalu, dengan adanya seorang anak,
posisi istri jenderal yang dipegangnya akan tetap aman.
Namun, di hadapan orang lain, Alliya
tetap harus menunjukkan perhatian pada Benny. Dalam situasi seperti ini, dia
tidak boleh memperlihatkan kegembiraan yang terpendam di hatinya.
Hanya saja, Alliya tidak menyangka akan
bertemu dengan Adriel di sini, bahkan memergokinya sedang menggoda Elisa.
Alliya tidak merasakan kebencian
terhadap pria di hadapannya ini. Sebaliknya, ada sedikit rasa terima kasih.
Jika bukan karena Adriel yang membuat
Benny lumpuh, beberapa tahun lagi ketika usia Alliya makin tua, dia mungkin
akan diusir oleh Joshua.
"Bu Jenderal, kita bertemu
lagi," sapa Adriel.
Alliya memang juga seorang wanita
yang cantik, dengan aura yang lebih dewasa. Dia adalah seorang wanita yang
sudah matang sempurna.
Mungkin karena Ana, Adriel punya
ketertarikan khusus pada wanita dewasa.
"Apa yang kamu lakukan di
sini?" tanya Alliya dengan ekspresi dingin.
"Aku datang untuk melihat Pak
Benny ... Kemarin, aku mungkin terlalu keras. Setelah pulang, aku merasa nggak
tenang, nggak bisa tidur semalaman. Sebenarnya, ini semua hanya kesalahpahaman
kecil. Nggak seharusnya menjadi masalah sebesar ini," jelas Adriel sambil
menghela napas.
"Aku rasa kamu datang hanya
untuk menambah kesulitan kami. Kamu ingin bersenang-senang di atas penderitaan
orang lain. Aku sarankan padamu untuk tahu batasan. Jangan pikir keluarga
Herman bisa kamu permainkan sesuakamu," balas Alliya.
No comments: