Bab 337
Kata-kata Adriel benar-benar membuat
Alliya tidak berkutik. Tidak heran jika wanita itu merasa marah dan malu.
Sebagai istri Joshua, Alliya sangat
memahami karakter suaminya.
Jika Adriel benar-benar melakukan hal
itu, sementara Alliya tidak bisa membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah,
Joshua tidak akan berterima kasih padanya. Meski suaminya itu tidak
membunuhnya, dia pasti akan mengusirnya dari Kota Silas.
Alliya baru menyadari bahwa dirinya
sekarang sudah berada di posisi yang sulit. Dia tidak memiliki pilihan lain
sama sekali.
Orang di depannya ini, meski tampak
tampan dan tidak berbahaya, ternyata sangat licik dan jahat. Dia membuatnya
sama sekali tidak memiliki cara untuk melawan.
Sebagai istri dari seorang Jenderal
Garnisun, diperlakukan seperti ini tentu membuat Alliya sangat marah.
"Kamu nggak perlu melihatku
dengan pandangan seperti itu. Kamu juga bukan orang yang baik, jadi jangan
merasa dirimu diperlakukan nggak adil," kata Adriel dengan tenang.
Alliya kembali tenang sebelum
berkata, " Kenapa aku harus percaya padamu? Kalau aku setuju dengan
syaratmu, bukankah itu berarti aku harus tunduk padamu dan terus menyerahkan
diriku padamu?"
Adriel tertawa, lalu berkata,
"Bu, karnu terlalu memandang tinggi dirimu. Kamu pikir aku kekurangan
wanita? Kamu nggak berpikir aku jatuh cinta padamu, 'kan? Aku ingin bersamamu
hanya karena kamu adalah istri Joshua. Meski kamu ingin menjalin hubungan
jangka panjang denganku, aku nggak tertarik."
Meski Alliya memang cantik dan
memiliki pesona wanita dewasa, tetapi menurut Adriel, dia masih kalah
dibandingkan dengan Ana.
Adriel merasa perlu memperjelas hal
ini agar Alliya tidak salah paham dan terlalu percaya diri.
"Aku hanya ingin
bersenang-senang bersamamu saja. Apa kamu pikir ini cinta?" ucap Adriel.
Mendengar kata-kata Adriel yang tidak
menyembunyikan apa-apa, Alliya bukannya merasa marah, tetapi justru merasa
lega. Dia menyadari bahwa Adriel hanya ingin tidur dengannya sebagai bentuk
balas dendam terhadap Joshua.
Bagi Alliya, tidur dengan Adriel
bukanlah suatu hal yang tidak bisa dia terima. Bagaimanapun juga, pria ini
tampan dan gagah, jadi dia juga tidak terlalu dirugikan.
Namun, yang lebih penting bagi Alliya
adalah posisinya sebagai istri seorang jenderal. Posisi ini sama sekali tidak
boleh lepas dari genggamannya.
"Baiklah, aku setuju. Tapi aku
juga punya satu syarat," ujar Alliya.
Alliya tidak lagi ragu dan segera
mengambil keputusan.
Sebenarnya, dia juga sangat menyadari
posisinya yang sudah sepenuhnya berada di bawah kendali Adriel. Dia tidak punya
pilihan lain.
Hanya dengan tidur bersama Adriel,
dia bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
"Kamu nggak punya hak untuk
bernegosiasi denganku," kata Adriel dengan nada dingin.
Alliya merasa sangat marah dan
tertekan, tetapi dia hanya bisa terus menahan diri. Kemudian, Alliya bertanya,
"Kapan? Di mana? Aku harus mempersiapkannya terlebih dulu."
"Nggak perlu menunggu hari lain.
Sekarang juga bisa," jawab Adriel.
Adriel langsung bertindak, sekali
lagi menjepit Alliya ke dinding, lalu satu tangannya mencengkeram pinggul
Alliya yang terbungkus dalam balutan kebaya.
"Jangan di sini, terlalu
berbahaya. Kalau ada yang melihatnya, aku akan mati," kata Alliya berusaha
menolak.
Ini adalah rumah sakit. Meski jarang
ada orang yang menggunakan tangga darurat, kemungkinan tertangkap basah tetap
ada. Oleh karena itu, Alliya menolak.
Namun, Adriel sama sekali tidak
memedulikan penolakan Alliya. Pria itu terus melanjutkan tindakannya.
Alliya memalingkan wajahnya. Kotak
makanan di tangannya terjatuh ke lantai dengan suara keras.
Pria ini benar-benar terlalu berani
dan nekat. Ini adalah rumah sakit!
Namun, tindakan ini juga membawa
perasaan yang belum pernah dirasakan oleh Alliya sebelumnya, perasaan tegang
yang menggairahkan!
Setelah mengusapkan tangannya pada
kebaya Alliya, Adriel memberikan tatapan penuh isyarat padanya.
Alliya bukan lagi seorang gadis muda
polos. Dia langsung mengerti isyarat Adriel. Lalu, dia perlahan-lahan mulai
berlutut.
No comments: