Bab 340
"Nona Elisa, mengintip seperti
ini sungguh nggak sopan. Daripada hanya berfantasi, lebih baik bertindak
langsung. Bergabunglah dengan kami. Aku masih kuat!" ujar Adriel.
Adriel langsung mengungkapkan bahwa
Elisa sedang mengintip, membuat Alliya dan Elisa terkejut setengah mati.
"Apa katamu?" tanya Alliya.
Ekspresi Alliya tampak berubah
drastis. Dia segera menopang dirinya di dinding, lalu berdiri dengan susah
payah. Suaranya terdengar gugup dan gemetar.
"Menantumu sudah mengintip dua
kali dari luar pintu. Apa kamu nggak menyadarinya?" kata Adriel.
Adriel mengerucutkan bibirnya.
Setelah mendengar itu, Alliya
langsung merasa ketakutan sampai hampir mati. Wajahnya tampak pucat pasi. Dia
sama sekali tidak peduli dengan pakaiannya yang berantakan, langsung mengejar
keluar.
Elisa, yang namanya langsung disebut
oleh Adriel, juga merasa terkejut. Tanpa sadar, dia ingin langsung berlari
pergi dari sana.
"Berhenti!" teriak Alliya.
Alliya mengejar keluar, melihat Elisa
yang berusaha meninggalkan tempat itu dengan panik. Namun, mana mungkin Elisa
berani berhenti? Dia malah mempercepat langkahnya, lalu berbelok ke lorong.
Ekspresi Alliya menjadi sangat muram,
sangat tidak sedap dipandang. Jika Elisa mengetahui masalah ini, berarti
rahasianya sudah terbongkar.
"Tamat sudah. Tamat sudah. Aku
pasti mati kali ini!" kata Alliya.
Alliya merasa ketakutan hingga
seluruh tubuhnya menjadi lemas dan terjatuh ke tanah. Wajahnya pucat pasi,
seperti orang yang kehilangan segalanya.
Pada saat itu, Adriel berjalan keluar
dari balik pintu darurat. Dia berdiri di samping Alliya, lalu menatapnya dari
atas.
"Hanya masalah seperti ini saja
sudah membuatmu ketakutan? Nyalimu terlalu kecil," ucap Adriel.
Alliya menatap Adriel dengan penuh
amarah. Dia menggertakkan giginya, lalu berkata, " Jangan banyak bicara!
Kalau rahasia ini terbongkar, aku pasti akan mati! Joshua juga nggak akan
melepaskanmu!"
"Aku nggak takut dengan
Joshua," kata Adriel sambil mengangkat bahunya dengan santai, seolah-olah
tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Aku yang takut! Semua ini
salahmu. Kalau bukan karena kamu terlalu lama bermain, bagaimana bisa kita
ketahuan? Kalau bukan karena kamu nggak sabaran, ingin melakukannya di sini,
kita juga nggak akan ketahuan. Adriel, kamu nggak boleh meninggalkanku begitu
saja!" kata Alliya.
Alliya sudah benar-benar panik.
Hatinya dipenuhi ketakutan. Dia segera meraih lengan Adriel.
"Sekarang hanya kamu yang bisa
menyelamatkanku. Aku nggak mau mati di tangan Joshua. Bukan hanya aku yang akan
mati, tapi keluargaku juga akan mati dengan cara yang mengerikan. Adriel,
tolong bantu aku. Biarkan aku ikut denganmu selamanya, " ujar Alliya.
Alliya terpaksa menggantungkan
harapannya pada Adriel, seperti orang terdesak yang hanya punya satu jalan
keluar. Meski dia tidak rela kehilangan kehormatan dan status sebagai istri
seorang jenderal, nyawanya lebih penting dibandingkan dengan apa pun.
"Apa yang kamu pikirkan? Kita
hanya bermain-main saja, tapi kamu ingin ikut denganku?" ujar Adriel.
Pada saat ini, Adriel menunjukkan
sifat aslinya sebagai seorang pria bajingan. Dia benar-benar tidak peduli
setelah mendapatkan apa yang diinginkannya.
Dalam hal ini, Adriel tahu bahwa dia
harus tetap rasional. Bermain-main itu boleh, tetapi jangan membawa perasaan.
Ketika saatnya untuk bersikap tanpa belas kasih, dia tidak akan ragu-ragu.
"Dasar kamu bajingan!" maki
Alliya.
Alliya tidak menyangka Adriel akan
sekejam itu. Hal ini membuatnya sangat marah hingga air mata mengalir dari
matanya.
"Kenapa kamu panik? Elisa belum
tentu akan berani melaporkan kita. Meski dia ingin melakukannya, dia nggak akan
melakukannya sekarang. Rapikan dirimu, lalu temui dia. Aku yakin dengan
kecerdasan dan kemampuanmu, kamu bisa dengan mudah mengendalikan wanita itu.
Aku nggak perlu mengajarimu, 'kan?" kata Adriel.
Adriel tidak mungkin membiarkan Alliya
ikut dengannya. Dia adalah istri seorang jenderal. Inilah yang membuat Adriel
tertarik dengannya.
Jika wanita ini kehilangan status
itu, semua ini tidak akan ada artinya lagi.
Oleh karena itu, Adriel harus
menolaknya dengan tegas. Itu membuat Alliya sadar akan kenyataan, juga memahami
posisinya.
Setelah mendengar saran Adriel, mata
Alliya tampak berbinar. Dia segera kembali tenang. Dia menyadari bahwa tadi dia
terlalu panik karena merasa bersalah.
"Tenang saja, aku nggak akan
meninggalkanmu begitu saja. Aku bukan orang yang benar-benar nggak peduli
setelah mendapatkan apa yang aku mau. Tapi kamu nggak bisa ikut denganku. Kamu
harus tetap menjadi istri seorang jenderal. Segera temui Elisa, buat dia tutup
mulut. Kalau kamu nggak bisa melakukannya, aku akan membantumu," kata
Adriel dengan lembut sambil mengusap pipi Alliya.
No comments: