Bab 62
Deon merasa tidak nyaman dan terus
melihat sekeliling.
"Bu Suzie, kurasa tindakanmu
agak berlebihan. Orang-orang di sini terus melihat kita."
Suzie tersenyum simpul dan berkata,
"Mereka hanya cemburu!"
Sudut mulut Deon berkedut-kedut
tetapi dia tidak bisa berkata apa-apa.
"Omong-omong, bukankah kamu
bilang Luna akan berada dalam bahaya di sini? Tapi, mau dilihat dari mana pun,
sepertinya di sini nggak ada jebakan apa-apa, deh!"
Suzie mengubah topik pembicaraan.
Deon menggeleng-geleng.
"Krisis seringkali terjadi di
tempat yang nggak bisa kita lihat, tapi bukan berarti krisis itu nggak ada, ia
hanya belum menampakkan diri."
Pada saat yang sama, Luna sedang
mendiskusikan bisnis di lantai atas dan secara tidak sengaja melihat Suzie dan
Deon. Melihat keduanya bersama, wajahnya terlihat sedikit kesal.
Luna membatin, 'Apa yang dia lakukan
di sini? Apakah dia nggak sadar betapa aku membencinya?"
"Luna, perlu aku panggilkan
bawahanku untuk menangani bocah itu?"
Daniel yang berdiri di sampingnya
bertanya dengan niat tidak baik.
Luna menggeleng-geleng dan berkata,
"Lupakan saja, abaikan saja dia. Jangan biarkan dia memengaruhi
perbincanganku di sini."
Luna telah membuat janji dengan
beberapa pebisnis besar, termasuk Bagas. Dalam beberapa saat, mereka akan
membahas perihal kontrak.
Di saat yang bersamaan.
Beberapa anak muda kaya berinisiatif
mendatangi Suzie dan menyanjungnya.
"Halo, nona cantik. Aku sangat
terkesan dengan pesonamu. Bolehkah kita berdansa bersama?"
Suzie menjulurkan lidahnya, lalu
memeluk Deon dari samping dan menjawab dengan tatapan penuh arti.
"Maaf, aku sudah punya pacar.
Dia tak lain adalah pria bernama Deon ini."
Para pemuda di sana terkejut.
"Orang ini pacarmu? Siapa pun
yang nggak tahu pasti akan mengira dia itu pengawal atau supirmu!"
"Jangan bilang kamu menjemput
"pacarmu" ini dari jalanan? Kenapa dia menghadiri sebuah perjamuan
mewah dengan berpakaian seperti itu? Ini bukan acara makan-makan gratis!"
Para pemuda kaya itu tertawa terbahak-bahak.
Suzie tertawa datar dan berkata.
"Jangan meremehkannya, dia bisa
melakukan segalanya! Dia berkali-kali lebih kuat dari pecundang-pecundang
seperti kalian!"
Kalimat ini sangat menyakiti hati
mereka. Lalu, salah satu pemuda kaya yang tampan tersenyum dan menjawab Suzie.
"Nona, sepertinya kamu salah
paham tentang kami! Selain memiliki latar belakang yang kuat, kami sendiri juga
cukup hebat. Kalau nggak, mustahil kami bisa berada di sini."
"Karena kamu sangat memujanya,
mari kita mainkan sebuah permainan bersama-sama, sebuah permainan orang
kaya!"
Para pemuda lain langsung setuju.
"Martin benar!" 1
"Berandal ini sombong sekali,
bahkan aku pun nggak tahan lagi!"
"Kita harus memberinya
pelajaran! Biar dia tahu apa artinya menjadi pria sejati, seseorang yang lebih
unggul dari yang lain!"
Melihat reaksi para pemuda ini, Deon
hanya bisa terdiam. Lagi-lagi Suzie ingin mengorbankannya demi kesenangan
sendiri!
Deon berkata, "Aku nggak mengaku
tahu segalanya, sebenarnya aku hanya pintar dalam beberapa hal."
"Nggak usah beromong kosong, aku
yakin kamu sebenarnya nggak berani menerima tantangan ini, 'kan? Aku, Martin
Wongso, hanya ingin mengungkapkan sifat aslimu!"
Martin terus mengoceh tanpa henti.
Deon akhirnya berkata dengan tidak
sabaran.
"Kalau begitu cepat sedikit, aku
lagi buru-buru! Aku akan menghajarmu, tapi jangan berlutut di depanku dan
memintaku untuk menjadi gurumu!"
Martin dan teman-temannya langsung
marah besar. " Bajingan! Bajingan ini sudah gila rupanya! Habisi
dia!"
Mereka pun bergegas ke area kartu, di
mana terdapat berbagai macam pilihan permainan.
"Mari kita mulai dari yang
paling sederhana, biliar! Kita taruhan dua miliar per permainan! Bagaimana?
Berani bertaruh?" 1
Deon mengerutkan kening dan berkata,
"Biliar? Boleh juga, walaupun aku baru pernah memainkannya satu dua
kali...."
Martin tidak memedulikannya dan
memanggil seseorang.
"Ken, karena kamu adalah
pangeran biliar, sudah sepantasnya kamu yang melawan bajingan ini!"
Pria bernama Ken itu menghampiri meja
biliar dengan bangga dan berkata sambil tersenyum jahat. 1
"Nggak baik menindas pemula!
Kalau kabar ini sampai tersebar, nanti reputasiku akan rusak!"
"Hahaha! Kurasa dia bahkan nggak
sanggup mengeluarkan dua miliar! Lagi pula, sampah orang kaya adalah impian
orang miskin!"
Teman-teman Martin tertawa
terbahak-bahak.
Melihat pemandangan ini, Luna yang
berada di lantai atas tidak dapat menahannya lagi. Dia pun segera turun ke area
biliar.
"Deon, kalau kamu nggak bisa,
jangan dipaksakan. Nggak ada gunanya kehilangan uang dua miliar demi harga
dirimu! Mengertilah, martabat yang nggak didukung keahlian nyata itu nggak ada
artinya!"
No comments: