Bab 1614
Alvel mengerutkan kening. Meski dia
hanya menggunakan satu aliran energi sejati untuk memperkuat ruang pengadilan,
kekuatan ledakan Adriel benar-benar di luar dugaannya.
Dia mengangkat tangannya lagi,
menciptakan penghalang energi berbentuk arena yang membatasi pertempuran hanya
di dalam area tertentu.
Namun, justru karena ini, intensitas
pertarungan antara Adriel dan Shawn makin meningkat, seperti api yang diberi
bahan bakar baru. Cahaya menyilaukan dan panas menyengat memenuhi ruangan,
menciptakan pemandangan yang nyaris tak terbayangkan. Keduanya bertarung
seimbang, tidak ada yang mundur sejengkal pun!
"Bagaimana mungkin Adriel bisą
sekuat ini? Apa dia setara dengan Shawn?" ujar Regina dengan suara
bergetar sambil menatap tak percaya.
Awalnya, dia meremehkan Adriel. Namun
sekarang, Adriel telah menunjukkan kekuatan yang setara dengan Louis, murid
paling berbakat dari Sekte Surgawi!
"Jangan-jangan kita salah
menilai dia selama ini?" ujar Jones, día pun mulai merasa ragu.
"Jadi Adriel bisa bertahan
sampai imbang?" tanya lagi Harriet, tetapi kali ini nada suaranya penuh
keyakinan dan rasa bangga.
Daniel, yang sebelumnya tampak
skeptis, mengangguk pelan dengan wajah heran. Dia berkata, "Sepertinya...
memang bisa," balasnya.
Di sisi lain, Fara dipenuhi rasa iri
dan benci. Dia menggertakkan gigi, tidak rela melihat Adriel mencapai tingkat
ini.
Di ruang pengawas, Liana duduk santai
di kursi. Dia meregangkan tubuh, posturnya yang anggun memancarkan pesona
santai tetapi penuh percaya diri. Dengan senyum puas, dia berkata, "Nah,
begini baru benar. Adriel memang nggak punya waktu latihan sebanyak Shawn. Tapi
bagiku, dia sudah menang!"
Nyonya Freya, yang berdiri di
dekatnya, tersenyum tipis, tampak puas dengan penampilan Adriel. Namun, dia
masih diliputi rasa penasaran. Dia bertanya, "Aku tetap ingin tahu, apa
sebenarnya yang membuat Adriel begitu percaya diri datang ke tempat ini? Apa
dia punya cara khusus untuk menghadapi para tetua itu?"
Sayangnya, karena Liana ikut campur,
dia tidak bisa melihat kartu truf apa yang mungkin dimiliki Adriel.
Sementara itu, di tempat yang jauh
dari pertempuran, tepatnya di Gunung Violet, Kota Silas.
Wendy berdiri dengan tenang, gaun
merahnya berkibar ditiup angin gunung, auranya ringan tetapi penuh wibawa.
Di sampingnya, Diana, pelayan
setianya, bertanya dengan penasaran, "Bu Wendy, apa yang kamu
perhatikan?"
"Adriel mencoba menggunakan
barangku untuk menarik perhatianku. Aku penasaran apa yang ingin dia lakukan,
tapi malah nggak sengaja melihat pertarungan menarik ini," jawab Wendy
dengan suara lembut yang terbawa angin.
Bagaimana mungkin dia bisa melihat
Adriel yang berada ribuan km jauhnya di Kota Yuria?
Kemampuan ini terdengar seperti
legenda, sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh makhluk dengan kekuatan luar
biasa.
Diana merasa yakin, bahkan tingkat
seperti master ilahi pun tidak mungkin mencapai tingkat kekuatan seperti itu.
Namun, dia tidak lagi terkejut. makin
lama día melayani Wendy, makin dia menyadari betapa luar biasanya wanita itu.
Sosok misterius seperti Wendy bukanlah seseorang yang bisa diukur dengan logika
biasa.
Bagi Diana, bisa berada di sisi Wendy
adalah keberuntungan yang tak terbayangkan.
"Menurutmu, apa Adriel bisa
menang?" tanya Diana, dia tak mampu menahan rasa ingin tahunya.
Wendy tersenyum tipis, lalu balik
bertanya, "Kamu rindu padanya?"
Wajah Diana memerah, sedikit malu.
Berada di sisi sosok tenang dan elegan seperti Wendy membuatnya belajar lebih
banyak tentang sopan santun, hingga dia bisa merasa malu pada diri sendiri.
"Pertumbuhan Adriel jauh
melebihi harapanku," lanjut Wendy sambil menatap langit. Dia berkata,
" Mungkin nggak lama lagi, kamu bisa keluar dari Kota Silas dan
menemuinya. Ada beberapa hal yang perlu kamu sampaikan padanya."
Diana terkejut mendengar itu. Hatinya
berdebar kencang, tetapi dia tidak berani bertanya apa yang harus disampaikan
kepada Adriel. Dengan cepat dia menjawab, "Baik, Bu Wendy."
No comments: