Bab 1634
"Kamu cukup tangguh
juga..." kata Leony dengan terkejut setelah menghabiskan satu Buah Dendam
Darah.
"Bisakah kamu memilih kata-kata
yang tidak mudah disalahpahami? Aku memang tangguh, tapi kalau bicara soal
kemampuan medis, biasanya kita menggunakan kata ahli... " batin Adriel.
Adriel hanya bisa memutar matanya.
Dia langsung menyumpal mulut Leony lagi dengan satu Buah Dendam Darah.
Hanya dalam beberapa menit, Leony
sudah menghabiskan tiga Buah Dendam Darah. Kulitnya mulai pulih ke kondisi
sehat dengan kecepatan yang jelas terlihat dengan mata telanjang, sementara
pandangan matanya kembali cerah. Ekspresi wajahnya menunjukkan kekaguman.
Baru pada saat inilah Adriel menghela
napas lega. Dia hendak memberikan beberapa pesan penting, tetapi suara Yohan
yang panik tiba-tiba terdengar dari luar, "Kak Kiran! Kamu nggak bisa
masuk! Adriel sedang mengobati kakakku!"
"Hehe, aku hanya ingin melihat
bagaimana pengobatannya. Siapa tahu aku bisa membantu."
Suara tawa ringan Kiran terdengar
dari luar. Tak lama kemudian, pintu kamar didorong terbuka. Kiran masuk bersama
Regina, diikuti Derin yang duduk di kursi roda.
Derin memandang Adriel dengan penuh
kebencian yang tak dia sembunyikan. "Kakak, dia yang sudah
memukulku!"
Yohan dengan cemas berkata,
"Leo, ini adalah... Kak Kiran."
Sambil berbicara demikian, dia
mencoba memberi isyarat kepada Adriel dengan matanya agar segera kabur. Dalam
pikirannya, Kiran pasti datang untuk membela adiknya.
Namun, pada saat ini Adriel tampak
acuh tak acuh, mengabaikan isyarat tersebut. Dia justru berbicara dengan lembut
kepada Leony, "Guru, ingat untuk minum obat tepat waktu di masa depan.
Selain itu, kurangi bercanda yang aneh-aneh. Aku masih muda dan polos, jangan
rusak aku."
Setelah mengatakan itu, Adriel
meletakkan beberapa Buah Dendam Darah di meja samping tempat tidur.
Ketika melihat buah-buah itu, mata
Derin langsung memerah. Dengan nada mendesak, dia berkata, " Kakak!"
Sementara itu, Kiran tetap tersenyum
simpul, sama sekali tak terganggu oleh sikap Adriel yang tampak mengabaikannya.
Dia mengulurkan tangan, lalu berkata dengan ramah, "Halo, aku adalah
kakaknya Derin. Aku dengar kamu sudah memukul adikku?"
Skenario selanjutnya yang
direncanakan Kiran adalah menunjukkan sikap rendah hati untuk memancing rasa
aman Adriel, mengendalikannya sedikit demi sedikit.
Namun, sebelum dia sempat melanjutkan
aktingnya, Adriel tiba-tiba berdiri, mengabaikan tangan yang terulur itu, lalu
menunjuk ke arah pintu. Adriel hanya mengucapkan satu kata, "Pergi."
Suasana langsung berubah hening.
Semua orang tertegun memandang Adriel
dan Kiran.
"Adriel..."
Leony buru-buru menarik tangan
Adriel. Dia tahu betapa tinggi posisi Kiran, serta betapa dalam pengaruh
keluarganya. Bahkan dirinya pun pernah dipaksa mengikuti perintah Kiran untuk
menyelamatkan Wongso tanpa bisa melawan.
Leony tidak ingin Adriel terlibat
dalam masalah besar.
"Apa yang kamu katakan?"
Kiran sendiri tampak terkejut, bahkan
kehilangan kata-kata untuk beberapa saat. Adriel ini... benar- benar tidak
mengikuti aturan main!
"Adriel! Apa kamu benar-benar
menganggap dirimu seorang master ilahi?"
Pada saat ini, Derin akhirnya tidak
tahan lagi. Dia berteriak marah, "Keluarga Dinata adalah pilar utama di
Sekte Surgawi! Kekuasaan kami nggak bisa dibandingkan denganmu! Meski seluruh
Srijaya bersatu, itu tetap nggak berarti apa-apa di depan keluarga Dinata!"
Regina yang berdiri di sisi lain,
hanya memandang Adriel dengan tatapan mengejek serta penuh penghinaan.
Pria ini masih sangat bodoh
Apa yang akan dia lakukan sekarang?
Apa dia akan melompat untuk
menyerang?
Adriel benar-benar tidak tahu bahwa
ada rahasia besar di balik lima kekuatan besar yang bersatu untuk menyelamatkan
Wongso.
Jika dia berani bertindak, lima
kekuatan besar itu pasti tidak akan melepaskannya begitu saja.
"Kamu memang penuh rasa percaya
diri..." Kiran akhirnya membuka mulut lagi setelah lama memandangi Adriel.
Dengan senyum simpul, dia melanjutkan, "Sejujurnya, awalnya aku berpikir
kalau adikku yang salah. Aku bahkan ingin membawa dia untuk meminta maaf dan
berdamai denganmu. Tapi sekarang, sepertinya nggak perlu meminta maaf
lagi..."
Setelah mengatakan itu, tatapannya
tiba-tiba beralih ke Leony. Dengan nada dingin, dia berkata, " Leony, kamu
sudah cukup istirahat, 'kan? Kalau sudah, segera pergi ke danau darah untuk
menjalankan tugasmu!"
"Apa?"
Yohan langsung panik. Dengan wajah
penuh kejutan dan kemarahan, dia berkata, "Kak Kiran! Kakakku bukan
anggota Sekte Surgawi. Terlebih lagi sekarang dia masih terluka! Apa kamu ingin
dia mati?"
"Benarkah?" Kiran bahkan
tidak mengangkat matanya sedikit pun, tetapi tatapannya mengarah ke Adriel
dengan ekspresi aneh. "Menurutku, yang ingin kakakmu mati bukan aku,
melainkan murid kesayangannya sendiri..."
No comments: