Bab 1665
Pada saat yang bersamaan, di vila
keluarga Janita ...
"Tetua Luiz, menurut aku,
keadaan buruk yang menimpa keluarga Janita sekarang ini semua karena perbuatan
Tetua Adriel," ujar seorang pria berusia tiga puluhan dengan tegas sambil
duduk di kursi utama.
"Adriel masih terlalu muda. Dia
nggak hanya membuat marah keluarga Maswa dan keluarga Dumin di Srijaya, tapi
juga menyinggung kekuatan besar seperti Lembah Ilahi Obat, Sekte Pedang, dan
Sekte Surgawi," lanjutnya.
"Sekarang keluarga Janita sudah
terkenal besar dan menjadi sorotan, bagaimana mungkin orang-orang nggak
membenci kita?"
"Lihatlah sekarang, dia sudah
mati, tapi utang ini tetap harus kita tanggung... Keluarga kita malah disuruh
keluar dari rumah leluhur dalam satu hari ini. Apa yang harus kita lakukan? Apa
Nyonya Freya bisa keluar untuk mengatasi situasi ini?"
"Kalau nggak, mungkin lebih baik
kita masing- masing berpisah saja
Di ruang tamu vila, banyak anggota
keluarga Janita berdiri dengan ekspresi serius. Seorang pria berusia tiga
puluhan duduk tanpa basa-basi di kursi utama lalu berbicara dengan nada penuh
kendali.
Dia adalah Arvin yaitu putra Carlos.
Namun, selama ini tidak terlalu
dikenal dalam keluarga Janita. Saat ini, setelah Carlos dan Nyonya Freya
menghilang, serta Adriel yang juga tidak terdengar kabarnya, sementara Luiz
terluka parah, tampaknya posisi Arvin dalam keluarga tiba-tiba meningkat pesat.
Setidaknya sekarang, banyak anggota
keluarga Janita yang duduk di sampingnya sering mengangguk setuju dan tampak
menyetujui apa yang dia katakan.
Luiz yang duduk di kursi utama dengan
wajah pucat hanya diam dengan ekspresi dingin.
Harriet yang berdiri di samping,
berkata dengan marah, "Arvin, kamu sudah kelewatan! Adriel bertindak
seperti itu untuk membela keluarga Janita! Bibiku pernah mengatakan bahwa dia
adalah kesempatan terbesar bagi keluarga kita!"
Arvin tertawa sinis. Dia berkata,
"Kesempatan besar? Apa yang dia lakukan untuk keluarga kita? Sekarang
keluarga Janita dalam bahaya besar. Keadaannya nggak stabil dan penuh
ketidakpastian! 11
"Apa ini yang disebut kesempatan
besar? Sedangkan ayahku... Dulu dia menerima penghinaan besar, sampai harus
berlutut dan memohon, padahal keluarga Dumin dan keluarga Maswa sudah sepakat
berdamai dengan kita."
"Tapi Adriel malah merusaknya
semua! Inilah yang dia bawa sebagai kesempatan bagi keluarga Janita?"
Ucapan yang penuh sindiran ini
membuat wajah Harriet memerah karena marah.
"Diam! Jika kamu terus berbicara
tanpa pikiran, aku nggak akan segan-segan!"
Luiz tiba-tiba membuka suara, menatap
Arvin dengan tatapan dingin.
"Sang Penjaga Malam! Apa lagi
yang ingin kamu lakukan padaku?"
Arvin malah berani membentak Luiz,
berdiri dan berkata dengan marah, "Kalian harus sadar! Keluarga Janita
sekarang berada di ujung jurang! Adriel sudah mati!"
"Nyonya Freya serta ayahku...
Sejujurnya, mereka juga berisiko besar!"
"Keluarga Janita sekarang sudah
hampir hancur! Kita sudah di ambang kehancuran! Apa kamu masih sempat
menghukumku? Apa itu nggak lucu?"
Setelah kata-kata itu keluar, Luiz
merasa tak berdaya. Dia menghela napas dalam-dalam dan wajahnya penuh
keputusasaan.
Keluarga Janita sudah dalam
kehancuran. Apa gunanya lagi hukuman-hukuman itu? Tanpa dukungan dari tokoh
utama keluarga, rasanya keluarga ini memang sudah tak bisa bertahan lagi ...
"Menurutku, keluarga Janita
sudah nggak ada harapan. Lebih baik kita jual saja dengan harga tinggi!"
kata Arvin dengan tatapan tajam.
Dia akhirnya mengungkapkan niat
sebenarnya.
"Itu ide yang bagus!"
teriak seseorang, segera mengiyakan.
"Nggak boleh! Keluarga Janita
masih bisa diselamatkan!" jawab seseorang dengan marah.
"Selamatkan apa? Tunggu saja
sampai keluarga- keluarga dengan kekuatan besar dari wilayah utara datang
menyerbu, apa kalian baru akan menyerah?" kata Arvin dengan nada sinis.
Itu membuat semua yang menentangnya
tidak bisa berkata-kata.
Mendengar keributan di sekitarnya,
Luiz merasa makin putus asa. Inilah awal dari kehancuran sebuah keluarga besar,
ketika gedung megah ini mulai runtuh, para lalat dan nyamuk pun tak sabar untuk
menghisap darah dari tubuh yang sudah sekarat...
Saat itu, terdengar ketukan lembut di
pintu dari luar ruangan yang langsung memecah keributan di ruang tamu.
"Siapa itu?"
No comments: