Bab 1666
Semua orang terdiam, saling melirik
dengan ekspresi tak percaya. Bahkan Luiz yang biasanya tenang mulai menunjukkan
sikap waspada.
Sejak berita tentang Adriel menyerang
keluarga Dinata tersebar, siapa lagi yang berani mendekati keluarga Janita?
Di mata orang-orang Kota Srijaya,
kehancuran keluarga Janita hanyalah masalah waktu. Entah cepat atau lambat, itu
sudah dianggap tak terelakkan. Maka tamu yang datang hari ini, jelas bukan
teman.
Mereka hanya mungkin datang sebagai
musuh untuk mengambil bagian dari kehancuran keluarga Janita.
"Jangan-jangan ada yang sudah
menawar untuk membeli keluarga Janita? Sialan, aku kalah cepat?" maki
Arvin, wajahnya penuh kemarahan bercampur cemas.
Tatapannya segera beralih ke Harriet,
seorang wanita muda yang selalu mendapat perlakuan istimewa dari Nyonya Freya.
Alisnya berkerut tajam mencurigai sesuatu.
Wajahnya mendadak berubah serius. Dia
menatap kerumunan, lalu mengangkat suaranya dengan tegas, "Menurutku,
daripada menunggu orang lain menyerbu, kenapa kita nggak menyerahkan diri saja?
Jangan ragu lagi!"
"Kita jual saja keluarga Janita
ke Sekte Pedang. Mereka pasti berani bayar mahal... "
Arvin terus mengoceh, tetapi mendadak
suara itu lenyap.
Semua orang terdiam. Seolah-olah
waktu berhenti, mereka serempak menoleh ke arah pintu.
Ini...
Apa yang terjadi?
Arvin tertegun, mengikuti pandangan
mereka. Saat dia melihat pria yang berdiri di ambang pintu, tubuhnya seolah
membeku. Adriel.
Mata Arvin melebar, wajahnya pucat
pasi. Dia seperti melihat hantu.
"A-Adriel? Kamu ... bagaimana
bisa...?"
Suaranya bergetar, kata-katanya
terputus-putus.
Itu tempat di mana awan darah
meledak. Adriel jelas masuk ke sana.
Bagaimana mungkin dia masih hidup dan
kembali?
"Adriel!"
Berbeda dengan Arvin, Luiz bersorak
senang. Saking gembiranya, cangkir teh yang dipegangnya terjatuh ke lantai,
pecah berkeping-keping. Namun, dia tidak peduli. Dengan langkah tergesa, Luiz
mendekat dengan ekspresi penuh harapan. "Nyonya Freya, bagaimana
keadaannya?" tanyanya dengan suara bergetar.
"Dia baik-baik saja. Selain itu,
dia memintaku untuk menyampaikan sesuatu," jawab Adriel sambil tersenyum
tipis.
Mendadak, pandangan Adriel beralih
pada Arvin. Tatapannya dingin. "Berlututlah. Dengarkan dosamu,"
ujarnya datar.
Kalimat itu bagaikan petir di siang
bolong. Semua orang melongo, tak percaya apa yang mereka dengar.
Adriel sudah kembali... dan dia
memerintahkan Arvin untuk berlutut?
Situasi yang berkembang terlalu cepat
membuat mereka sulit mencerna semuanya.
"Dengar nggak? Disuruh
berlutut!" seru Harriet dengan sorot mata penuh kemenangan. Dia tampak
sangat puas, seolah baru saja menemukan pendukung yang kuat.
Wajah Arvin seketika memucat, lalu
memerah. Matanya menatap Adriel dengan tajam.
"Jadi, Nyonya Freya benar-benar
masih hidup?" gumamnya, penuh keraguan.
"Kalau begitu, di mana
ayahku?" tanyanya sambil mendengus.
"Aku ini putra kepala keluarga!
Pewaris sah keluarga Janita!" Arvin mendongak, berusaha menunjukkan
kekuasaannya. "Kamu cuma orang luar, apa hakmu menghakimiku? Aku mau
bertemu ayahku!"
Namun, sebelum dia melanjutkan lebih
jauh, sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Tubuhnya limbung, langsung
jatuh berlutut di lantai.
Arvin mendongak dengan amarah yang
membara, tetapi sebelum sempat bangkit, sebuah lencana dilemparkan ke wajahnya.
"Bisa baca?" Adriel
mencibir.
Arvin memandang lencana itu dengan
gemetar. Mulutnya terbuka, nyaris tak mampu berkata.
"L-Lencana Janita?"
gumamnya, tak percaya.
Lencana ini adalah simbol otoritas
tertinggi di keluarga Janita. Pemegangnya bahkan memiliki kekuasaan lebih besar
dibandingkan kepala keluarga sekalipun!
Semua orang terpaku memandang lencana
itu, tidak tahu harus berkata apa.
Bahkan Harriet, yang tadinya percaya
diri, kini ternganga. Lencana itu... Nyonya Freya bahkan tidak pernah
memberikannya padanya!
Adriel menyeringai tipis, matanya
menatap seluruh ruangan dengan tenang. "Mantan kepala keluarga, Carlos,
telah didepak karena berkhianat. Dia sudah dihukum mati oleh Nyonya
Freya," katanya, suaranya dingin.
"Mulai hari ini, aku yang akan
memimpin keluarga Janita. Kalau ada yang nggak terima, silakan maju dan bicara
sekarang!"
Carlos... seorang pengkhianat?
No comments: