Bab 1670
Adriel tersenyum tipis, tangannya
tergenggam di belakang punggung saat dia berbalik meninggalkan kamar. Suaranya
yang ringan, tetapi penuh makna menggema di dalam ruangan. "Tunggu saja,
saksikan sendiri. Perubahan besar akan terjadi di Srijaya, tapi bukan perubahan
seperti yang kalian bayangkan..."
Dengan kata-kata itu, dia melangkah
keluar. Di belakangnya, vila itu menjadi sunyi, hanya tersisa Lucas sendirian,
terbaring di ranjang. Suara jeritannya yang memilukan menggema di seluruh
bangunan, seperti tangisan hantu tua yang kehilangan jalan.
"Pakai keluarga Maswa untuk
menunjukkan kekuatan dan mengumumkan kembaliku..."
Langkah Adriel tetap tenang, tetapi
ekspresinya dingin dan tak berperasaan.
Hancurnya keluarga Maswa adalah
sebuah deklarasi yang jelas. Itu adalah pesan dari Adriel, atas nama keluarga
Janita, kepada seluruh Srijaya.
Keluarga Janita belum kalah. Siapa
pun yang mencoba memangsa mereka, pikirkan dulu nasib keluarga Maswa.
"Ini baru langkah pertama,"
pikir Adriel sambil melangkah perlahan. "Beri mereka waktu untuk merenung,
memilih pihak. Setelah mereka memutuskan, aku akan membersihkan siapa pun yang
berani menentang."
"Posisi keluarga Janita di
Srijaya harus tetap tak tergoyahkan selama 100 tahun ke depan," lanjutnya.
Kemudian, Adriel beranjak pergi
dengan tatapan yang tenang.
Srijaya adalah ladang yang subur.
Mengendalikan sumber daya di wilayah ini akan menjadi aset besar baginya. Bukan
hanya untuk mengukuhkan kekuasaannya, tetapi juga untuk membantu dirinya
melangkah ke tingkat yang lebih tinggi.
Mata Adriel menerawang jauh,
memikirkan berbagai masalah yang begitu serius dan penuh arti.
Pikiran-pikiran serius memenuhi
benaknya saat telepon di sakunya berdering. Melihat nomor di layar, dia
mengangkat teleponnya.
Suara di ujung telepon adalah Dilan,
terdengar tergesa-gesa. "Bos! Sekarang tiga tetua dari kekuatan wilayah
utara sudah berkumpul. Mereka mengadakan pertemuan dengan semua pihak di Klub
Pelangi untuk membahas masa depan Srijaya!"
"Mereka... akan mulai membagi
kekuasaan."
Dilan cemas bukan main. Era baru
Srijaya telah dimulai, tetapi keluarga Janita tidak berhasil ikut serta dalam
perubahan ini!
Dulu, keluarga Janita adalah penguasa
Srijaya, tetapi sekarang mereka hanya akan menjadi santapan di meja makan para
pesaing!
Dan bosnya, Adriel, mungkin juga akan
menjadi korban berikutnya
Namun, Adriel tetap tenang. "Oh,
lalu?" tanyanya ringan.
Sikap santai Adriel membuat Dilan
terpana.
"Bos, kamu nggak khawatir sama
sekali?" tanya Dilan dengan heran. "Dan... aku dengar Kiran bersumpah
akan membunuhmu. Dia mungkin akan mengusulkan pembunuhanmu di rapat
nanti."
"Hmm, lalu?" tanya Adriel
lagi, nadanya masih sama datarnya.
"Lalu..."
Dilan benar-benar kebingungan. Dengan
nada pasrah, dia menambahkan, "Ada satu hal kecil lagi. Kamu dapat kiriman
paket, Bos. Sepertinya kursi..."
"Apa? Kenapa kamu nggak bilang
dari tadi? Dengarkan perintahku! Ah, sudahlah. Cari tahu di mana Regina
sekarang. Kirim kursinya ke sana untukku!" potong Adriel dengan nada
panik.
Dilan tertegun.
Dua berita pertama yang menurutnya
sangat penting tidak mendapat reaksi dari Adriel.
Namun, soal kursi... reaksinya luar
biasa cepat.
Setelah menutup telepon, Adriel
segera mendapatkan alamat yang dia butuhkan. Tanpa ragu, dia langsung menuju
tempat itu dengan mobil.
"Bahkan kalau dunia mau hancur,
tunggu sampai aku puas dulu," pikirnya sambil menginjak gas.
Regina memang mempesona, membuat
Adriel ketagihan dan masih merasa belum puas.
Saat ini di Klub Pelangi.
Klub Pelangi adalah klub pribadi
paling mewah di Srijaya, dulunya milik keluarga Janita.
Namun hari ini, keluarga Janita
diusir, dan tempat itu sekarang menjadi markas Kiran. Kekuasaan Kiran
benar-benar tak tertandingi. Dia bahkan berani mengambil alih tempat ini dengan
paksa.
Hari ini, klub itu dipenuhi oleh
pemimpin berbagai kekuatan di Srijaya. Mereka berkumpul untuk rapat besar yang
disebut sebagai Perjamuan Besar Srijaya.
"Adriel masih hidup? Rasanya ada
yang aneh ... "
Di salah satu sudut ruangan,
sekelompok anak muda berbicara pelan, tatapan mereka mencerminkan rasa curiga
dan kewaspadaan.
No comments: