Bab 1672
Ketika Regina melihat wajah Adriel,
dia tertegun sejenak. Saat dia refleks membuka mulut ingin berteriak, Adriel
langsung menutup mulutnya dengan tangannya!
"Mmhhh!"
Regina yang berada di dalam pelukan
Adriel, berusaha keras untuk melawan.
"Apa yang terjadi? Aku nggak
mengganggu siapa pun, nggak membuat marah siapa pun, hanya tidur! Kenapa saat
aku terbangun, Adriel malah ada di sini bersamaku?" pikir Regina.
Regina hampir kehilangan akal.
"Kamu ... Keluar dari sini!
Kalau nggak, aku akan memanggil orang!"
Regina berbicara dengan suara
gemetaran, tetapi dia tidak berani berteriak. Dia takut orang-orang di luar
akan mendengarnya.
"Memanggil orang? Hehe, kenapa
sebelumnya kamu nggak melakukannya?"
Ucapan itu membuat Regina seperti
disambar petir.
Sebelum... sebelumnya?
Bagaimana dia bisa tahu tentang
kejadian sebelumnya?
Regina mendadak tersadar, matanya
penuh keterkejutan menatap Adriel. Dia berkata dengan tergagap, "Jangan
jangan... bajingan sebelumnya itu... juga kamu!"
Adriel memutar matanya, tampak
meremehkan. Dia berseru, "Omong kosong! Sudah jelas sekali, tapi kamu
masih nggak menyadarinya?"
Tubuh Regina bergetar hebat mendengar
kata-kata Adriel, pupil matanya tampak menyempit.
Jadi... itu Adriel!
Binatang ini!
Yang sebelumnya ternyata dia juga!
Adriel hanya mencibir melihat
ekspresinya yang seperti tersambar petir. Dia berujar, "Bukankah kamu yang
mencoba memanfaatkanku sebagai alat untuk mati di danau darah? Sekarang aku
bahkan memperlakukanmu dengan baik, kenapa kamu malah nggak senang?"
"Pergi! Pergi dari sini!"
Ketika mendengar ejekan itu, Regina
menggelengkan kepalanya dengan marah. Suaranya juga penuh amarah dan
ketidakberdayaan.
Baginya, Adriel hanyalah orang
rendahan, hanya alat belaka. Sedangkan dirinya adalah wanita yang luhur dan
terhormat. Bahkan Adriel yang memikirkan dirinya saja adalah sebuah penghinaan
bagi Regina.
Regina merasa sangat marah!
"Kalau kamu nggak pergi, Kiran
pasti akan datang! Dia pasti nggak akan melepaskanmu!" teriak Regina penuh
kemarahan dan tangisan.
Adriel tampak tetap tenang. Dia
mengambil ponsel Regina, dengan santai mengirim pesan kepada Kiran di depan
mata terkejut wanita itu.
"Datanglah menemuiku satu jam
lagi!"
Setelah selesai mengirimkan pesan,
Adriel mengembalikan ponsel itu kepada Regina yang masih terpaku seperti
patung.
"Sekarang, kamu punya waktu satu
jam. Dalam waktu satu jam, kamu harus memutuskan antara mempertahankan hidupmu
yang sekarang atau bersama denganku. Kamu cukup pintar untuk membuat pilihan
yang baik, 'kan?"
Regina terpaksa tunduk pada Adriel.
Dia tidak ingin kehilangan hidupnya yang nyaman.
Sekitar satu jam kemudian, Adriel
bangkit berdiri, bersiap untuk pergi.
Namun, ada suara langkah kaki yang
terdengar dari luar.
"Itu... Kiran datang! Cepat
pergi!"
Regina langsung panik. Wajahnya
pucat, sementara dia mendesak Adriel untuk segera pergi.
"Kenapa buru-buru?" Adriel
tersenyum simpul. Dia tiba-tiba melemparkan sesuatu ke arah Regina. Itu adalah
Buah Dendam Darah.
"Ini... Ini ... Kenapa kamu
memberikannya padaku?"
Regina menatap buah itu dengan wajah
penuh kebingungan.
"Kamu ingin Buah Dendam Darah,
'kan? Anggap saja ini pembayaran untuk jasamu malam ini."
Adriel tersenyum penuh arti. Suaranya
membawa sindiran penuh makna yang mendalam.
Sebelum Regina bisa bereaksi, Adriel
melangkah keluar jendela, menghilang dari pandangan. Namun, suara lembutnya
tertinggal di udara, "Oh ya, nanti akan ada kejutan lain untukmu.
Sebaiknya kamu menerimanya. Kalau nggak, urusan kita bisa sampai ke telinga
Kiran."
Setelah mengucapkan itu, Adriel pun
lenyap, meninggalkan Regina dengan ketakutan dan kebingungan yang membuncah.
No comments: